Prioritas Pengembangan Pelabuhan Perikanan di Perairan Teluk Semangka Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung
Abstract
Kawasan Teluk Semangka Kabupaten Tanggamus merupakan wilayah yang
potensial untuk mendukung kegiatan perikanan tangkap. Perairan teluk semangka
yang berada dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 572 memiliki potensi
yang besar yaitu 1.240.975 ton/tahun dengan status pemanfaatan yang berada pada
level moderate hingga fully exploited. Dengan demikian pemanfaatan sumberdaya
ikan di wilayah Teluk Semangka masih dapat ditingkatkan. Di sisi lain, potensi
perairan di kawasan Teluk Semangka Kabupaten Tanggamus didukung oleh tujuh
unit pelabuhan perikanan yaitu Pelabuhan Perikanan Pantai Kota Agung, Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI) Guring, PPI Karanganyar, PPI Tegineneng, PPI Badak, dan
PPI Penyandingan. Adanya pelabuhan perikanan diharapkan mampu meningkatkan
ekonomi wilayah di Kabupaten Tanggamus.
Kondisi pelabuhan perikanan di Teluk Semangka menghadapi beberapa
permasalahan yaitu permasalahan yang ditinjau dari parameter fisik dan non fisik.
Permasalahan fisik pelabuhan digambarkan dengan ketersediaan fasilitas dan
infrastruktur pelabuhan perikanan yang kurang memadai. Permasalahan non fisik
yang dihadapi pelabuhan perikanan yaitu tingkat operasional yang masih belum
optimal. Terdapat tiga dari tujuh pelabuhan perikanan di Kabupaten Tanggamus
yang tidak operasional yaitu PPI Guring, PPI Karanganyar, dan PPI Putih Doh. Hal
ini diakibatkan oleh tidak adanya aktivitas pendaratan ikan di ketiga PPI tersebut.
Fasilitas pendaratan yang sudah rusak akibat abrasi dan sedimentasi serta lokasi
pelabuhan perikanan yang relatif jauh dari sentra nelayan khususnya di PPI Guring,
Dampaknya nelayan terpaksa mendaratkan ikan di pinggir pantai. Dampak lainnya
juga dirasakan oleh masyarakat dan pemerintah daerah. Masyarakat kehilangan
potensi pendapatan dari kegiatan pendaratan ikan seperti kegiatan jasa buruh angkut
dan kesempatan berwirausaha. Bagi pemerintah daerah tentu hal ini mengakibatkan
hilangnya pemasukan retribusi dari pelabuhan perikanan sebagai salah satu
penyumbang pendapatan asli daerah (PAD).
Upaya pengembangan pelabuhan perikanan untuk mengatasi kendala fisik
dan non fisik di pelabuhan perikanan dilakukan melalui pengajuan perbaikan dan
penyediaan fasilitas dan infrastruktur pelabuhan perikanan. Upaya tersebut belum
dapat dilakukan secara cepat dan menyeluruh mengingat dana yang dimiliki
pemerintah daerah terbatas. Akhirnya, Pemerintah daerah mengambil langkah
untuk mengurangi jumlah pelabuhan perikanan dan memfokuskan pengembangan
pada beberapa pelabuhan perikanan yang diprioritaskan untuk tujuan peningkatan
ekonomi wilayah di Kabupaten Tanggamus. Permasalahannya sampai saat ini
pemerintah daerah belum memiliki acuan atau pedoman dalam menyusun prioritas
pengembangan pelabuhan perikanan. Oleh sebab itu, diperlukan penelitian untuk
membantu pemerintah daerah dalam menyusun tolok ukur prioritas pengembangan
pelabuhan perikanan untuk tujuan peningkatan ekonomi wilayah di Kabupaten
Tanggamus.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan pengembangan
pelabuhan perikanan, merumuskan parameter dan indikator pengembangan
pelabuhan perikanan, dan mendapatkan urutan prioritas pengembangan pelabuhan
perikanan di Kabupaten Tanggamus. Pendekatan yang untuk mengatasi
permasalahan yaitu mendeskripsikan kinerja operasional pelabuhan perikanan
terkini untuk memperoleh kebutuhan pengembangan di setiap pelabuhan perikanan.
Mengidentifikasi dan menyusun parameter dan indikator prioritas pengembangan
pelabuhan perikanan. Mengaplikasikan parameter dan indikator tersebut untuk
memperoleh prioritas pengembangan pelabuhan perikanan. Penyusunan parameter
dan indikator berfokus pada aspek biaya dan manfaat ekonomi pelabuhan perikanan
sebagai acuan dalam menentukan prioritas pengembangan pelabuhan perikanan
untuk mendukung peningkatan ekonomi wilayah di Kabupaten Tanggamus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja operasional pelabuhan
perikanan di Kabupaten Tanggamus secara umum tergolong kurang baik dengan
nilai rata-rata 27%. Kriteria fasilitas menjadi kriteria dengan pencapaian kinerja
paling rendah dengan tingkat pemenuhan 21%. Penyediaan fasilitas pelabuhan
perikanan di Kabupaten Tanggamus masih sangat terbatas khususnya pada kelas
PPI. Seluruh PPI di Kabupaten Tanggamus belum memenuhi kriteria fasilitas
minimal yang harus tersedia di pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan (PERMEN KP) Nomor 8 Tahun 2012 tentang
Kepelabuhanan Perikanan.
Kebutuhan pengembangan pada pelabuhan perikanan yang operasional
meliputi penyediaan, perbaikan, peningkatan, pengoptimalan, dan upaya
mempertahankan kinerja operasional, fasilitas pelabuhan dan infrastruktur
pendukung. Kebutuhan pengembangan pada pelabuhan perikanan yang tidak
operasional didominasi oleh kebutuhan pengembangan berupa penyediaan atau
pembangunan dan perbaikan terhadap kinerja operasional, fasilitas pelabuhan, dan
infrastruktur pendukung pelabuhan perikanan. Dengan demikian kebutuhan
pengembangan pada pelabuhan perikanan yang tidak operasional relatif lebih
banyak dibanding pada pelabuhan perikanan yang sudah operasional.
Parameter dan indikator yang digunakan dalam penentuan prioritas
pengembangan pelabuhan perikanan adalah nilai rasio antara biaya dan manfaat
ekonomi dalam proyek pengembangan pelabuhan perikanan. Parameter biaya
terdiri dari biaya langsung yaitu biaya investasi, biaya operasional, dan biaya
pemeliharaan, biaya tidak langsung yaitu biaya konsultan, biaya penyusutan dan
biaya administrasi. Parameter manfaat ekonomi terdiri dari manfaat langsung yaitu
pendapatan retribusi pemerintah daerah dan manfaat tidak langsung yaitu nilai
produksi perikanan, pendapatan masyarakat perikanan dan pendapatan dari
kegiatan usaha penunjang di pelabuhan perikanan. Prioritas pengembangan
pelabuhan perikanan di Kabupaten Tanggamus yang memerlukan pembiayaan dari
pemerintah daerah secara berurutan dari pelabuhan perikanan dengan prioritas
tertinggi hingga terendah adalah sebagai berikut PPP Kota Agung, PPI Tegineneng,
PPI Badak, dan PPI Penyandingan. The Semangka Bay area of Tanggamus Regency is a potential area to support
capture fisheries activities. Semangka bay waters in Fisheries Management Area
(WPP) 572 have great potential, namely 1.240.975 tons/year with utilization status
at moderate to fully exploited levels. Thus, the utilization of fish resources in the
Semangka Bay area can still be increased. On the other hand, waters' potential in
the Semangka Bay area of Tanggamus Regency is supported by seven fishing port
units, namely the Kota Agung Coastal Fishing Port (OFP), Guring Fish Landing
Base (FLB), Karanganyar FLB, Tegineneng FLB, Badak FLB, and Penyandingan
FLB. The existence of a fishing port is expected to improve the regional economy
in Tanggamus Regency.
The condition of the fishing port in Semangka Bay faces several problems,
namely problems in terms of physical and non-physical parameters. The physical
issues of the port are described by the availability of inadequate facilities and
infrastructure for fishing ports. The non-physical problem faced by fishing ports is
that the operational level is still not optimal. Three out of seven fishing ports in
Tanggamus Regency are not operational, namely Guring FLB, Karanganyar FLB,
and Putih Doh FLB. This is caused by the absence of fish landing activities in the
three FLB. Landing facilities that have been damaged due to abrasion and
sedimentation and the location of the fishing port, which is relatively far from the
fishing center, especially in Guring FLB, have resulted in fishers being forced to
land fish on the beach. The community and local government also feel other
impacts. The community loses potential income from fish landing activities such as
transportation service activities and entrepreneurial opportunities. For local
governments, of course, this results in the loss of retribution income from fishing
ports as one of the contributors to local revenue (LR).
Efforts to develop fishing ports to overcome physical and non-physical
constraints are carried out through proposals to improve fishing port facilities and
infrastructure. These efforts cannot be carried out quickly and thoroughly,
considering that the funds owned by local governments are limited. Finally, the
local government took steps to reduce the number of fishing ports. It focused on
developing several fishing ports prioritized to improve the regional economy in the
Tanggamus Regency. The problem is that the local government does not have a
reference or guideline in setting priorities for developing fishing ports until now.
Therefore, research is needed to assist local governments in setting benchmarks for
developing fishing ports to improve the regional economy in Tanggamus Regency.
This study aims to identify the need for developing a fishing port, formulate
parameters and indicators for developing a fishing port, and obtain a priority order
for creating a fishing port in Tanggamus Regency. The approach to overcoming the
problem is to describe the operational performance of the current fishing port to
obtain the development needs of each fishing port. Identify and develop parameters
and priority indicators for the development of fishing ports. Apply these parameters
and indicators to get priority for developing fishing ports. The preparation of
parameters and indicators focuses on aspects of fishing ports' economic costs and
benefits as a reference in determining priorities for developing fishing ports to
support regional economic improvement in the Tanggamus Regency.
The results showed that the operational performance of the fishing port in
Tanggamus Regency was generally classified as poor, with an average value of
27%. The facility criteria become the criteria with the lowest performance
achievement with a fulfillment rate of 21%. The fishing port facilities in Tanggamus
Regency are still minimal, especially in the PPI class. All PPIs in Tanggamus
Regency have not met the criteria for minimum facilities available at fishing ports
based on the Minister of Marine Affairs and Fisheries Regulation (MMA FR)
Number 8 of 2012 concerning Fishing Ports.
Development needs in operational fishing ports include the provision, repair,
improvement, optimization, and efforts to maintain operational performance, port
facilities, and supporting infrastructure. Development needs in non-operational
fishing ports are dominated by development needs in the form of provision or
construction and improvement of operational performance, port facilities, and
supporting infrastructure for fishing ports. Thus, the need for development in nonoperational
fishing ports is relatively more than inactive fishing ports.
The parameters and indicators used in determining the priority of developing
a fishing port is the value of the ratio between economic costs and benefits in a
fishing port development project. The cost parameters consist of direct expenses,
namely investment, operational, maintenance, and indirect costs, consultant fees,
depreciation, and administrative costs. Economic benefits consist of immediate
benefits, namely local government retribution income, and indirect benefits, namely
the value of fishery production, fishery community income, and income from
supporting business activities at fishing ports. The priority for developing a fishing
port in Tanggamus Regency that requires financing from the local government is
from the fishing port with the highest to the lowest priority: Kota Agung OFP,
Tegineneng FLB, Badak FLB, and Penyandingan FLB.
Collections
- MT - Fisheries [3026]