Pengembangan Digitalisasi Pertanian untuk Mendukung Kemandirian Petani
Date
2021-12-02Author
Johan, Daniel
Maarif, M. Syamsul
Zulbainarni, Nimmi
Metadata
Show full item recordAbstract
Pentingnya peran petani dalam sistem agribisnis tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan petani itu sendiri, hal ini dikarenakan bargaining power petani dalam sistem sangat rendah. Melihat tingginya kemampuan produksi padi di Kabupaten Sambas diharapkan dapat lebih maksimal lagi dengan diterapkannya digitalisasi pertanian di kabupaten ini, serta menjadi contoh untuk penerapan digitalisasi pertanian di kabupaten-kabupaten lainnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi existing yang terjadi pada pertanian di daerah Kabupaten Sambas, menganalisis pengaruh persepsi petani terhadap digitalisasi pertanian, dan merumuskan model pengembangan digitalisasi pertanian untuk mendukung kemandirian petani di Sambas. Ruang lingkup penelitian ini hanya petani di Kabupaten Sambas sebagai penyumbang 20% produksi pangan khususnya padi di Provinsi Kalimantan Barat. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan cara klaster (Cluster Random Sampling) dengan jumlah sampel sebanyak 213 sampel. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada petani dan penyuluh yang ada di 10 kecamatan di Kabupaten Sambas yang dilakukan pada bulan Agustus – September 2021. Penelitian ini termasuk penelitian kausalitas (sebab akibat). Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan Structural Equation Modeling (SEM) kemudian analisis pengembangan model digitalisasi pertanian melalui hasil sintesis analisis SEM serta penajaman hasil analisis menggunakan metode Focus Group Discussion (FGD).
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan kondisi existing petani di Kabupaten sambas dapat digambarkan sebagai berikut profil responden didominasi oleh jenis kelamin laki-laki sebesar sebanyak 82,63% responden adalah laki-laki sementara sisanya yaitu 17,37% yaitu perempuan, hal ini sesuai dengan data BPS bahwa petani di Indonesia didominasi oleh laki-laki yang mana jumlah petani laki-laki mencapai 25 juta jiwa dan petani perempuan yaitu 8 juta jiwa. Usia dominan dalam penelitian ini pada rentang usia 26-40 tahun sebanyak 38,03%, di mana sebaran usia ini termasuk usia yang produktif, sebaran usia 41-50 tahun sebesar 31,45%. Kemudian dari sisi pendapatan, maksimum pendapatan sebesar 36 juta sedangkan paling sedikit Rp 200.000. Jenis usaha berupa petani tanaman pangan sebesar 67,43 % kemudian disusul petani hortikultura sebesar 21,56 %, kemudian 5,5 % sebagai penangkar benih, penyuluh pertanian, operator dan selebihnya 1,83% profesi sebagai pedagang. Dalam menunjukkan hubungan masing-masing variabel dapat dijelaskan bahwa persepsi petani, karakteristik petani, dan peran pendamping memiliki pengaruh yang signifikan terhadap digitalisasi pertanian. Sebagaimana hipotesis 1, hipotesis 2, dan hipotesis 3 diterima yang mana semuanya t hitung lebih besar dari 1,96 (dengan taraf nyata 5%). Dilihat dari pengaruh masing-masing variabel eksogen terhadap variabel endogen menunjukkan bahwa variabel persepsi petani sebesar -0,25, variabel karakteristik petani mempunyai pengaruh sebesar 0,34 terhadap digitalisasi
pertanian dan variabel peran pendamping mempunyai pengaruh sebesar 0,71 terhadap digitalisasi pertanian.
Model Digitalisasi pertanian yang dapat diterapkan sesuai dengan hasil penelitian ini adalah perancangan model digitalisasi pertanian berdasarkan hasil FGD dapat dilakukan pengembangan terhadap sistem yang sudah ada. Pengembangan tersebut adalah dengan mengintegrasikan subsistem hulu hingga ke subsistem hilir. Di mana dalam pengembangan ini tentunya petani tidak bisa membuat sistem sendiri, sehingga bisa dipertimbangkan untuk melakukan kerja sama dengan platform digitalisasi pertanian yang sudah ada misalnya platform Agree sebagai salah satu platform pendukung pemasaran pertanian yang ada di Indonesia.
Terdapat beberapa hal yang dapat direkomendasikan berdasarkan implikasi manajerial dalam penelitian ini yaitu perlu adanya pengembangan digitalisasi pertanian yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Dibentuknya pasar digital, Kabupaten Sambas dapat dijadikan contoh sebagai wilayah yang melek literasi digitalnya. Penyediaan Big Data, digitalisasi pertanian masih mengalami beberapa kendala diantaranya masih lemah dalam hal data yang dapat menghambat terutama dalam dunia berbisnis, sehingga fasilitas big data dari pemerintah sangatlah diperlukan, mulai dari adanya pendataan sampai dengan bimbingan teknologi serta keterlibatan penyuluh juga diperlukan. Optimalisasi peran penyuluh atau dilakukannya bimbingan teknologi
Collections
- MT - Business [2031]