Evaluasi Strategi Pengelolaan Perikanan Kerapu Skala Kecil (Studi Kasus di Teluk Saleh, Provinsi Nusa Tenggara Barat)
Date
2021-10-25Author
Efendi, Diding Sudira
Adrianto, Luky
Wardiatno, Yusli
Yonvitner
Metadata
Show full item recordAbstract
Wilayah perairan Teluk Saleh di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu daerah penangkapan yang produktif pemasok ikan kerapu di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP-NRI) 713. Berdasarkan laporan statistik, tidak kurang dari 4.042,6 ton kerapu dapat dihasilkan dari wilayah ini setiap tahunnya. Hingga saat ini, tingginya produksi tersebut tidak terlepas dari masih tersedianya sumberdaya perairan yang mendukung keberlanjutan kegiatan penangkapan ikan yang menjadi tumpuan penghidupan bagi tidak kurang dari 5.188 nelayan yang bermukim di sepanjang pesisir teluk tersebut. Namun demikian, tekanan dan eksploitasi yang tinggi terhadap jenis ikan karang ini sebagai respon dari tingginya permintaan domestik ataupun internasional tentunya jelas menyebabkan kondisi ini mengarah pada praktik overfishing di wilayah tersebut, serta lambat laun menjadi ancaman utama bagi keberlangsungan sektor perikanan tangkap di area tersebut secara keseluruhan.
Melihat kompleksitas dan dinamika permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan perikanan kerapu skala kecil di Teluk Saleh, penelitian ini didesain menggunakan pendekatan transdiciplinary (biologi, sosial dan ekonomi), pendekatan beragam model, dan multi-criteria analysis di tingkat mikro (perilaku agen)-makro (perilaku sistem) dalam memilih skenario strategi pengelolaan yang terbaik yang dapat digunakan sebagai rekomendasi kebijakan.
Penelitian ini berlangsung pada Januari 2019 sampai dengan Juni 2020 di Teluk Saleh Provinsi NTB dengan fokus di Desa Labuhan Kuris, Labuhan Sangoro, Labuhan Jambu, dan Soro dengan metode studi kasus. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, length-based assessment (TropFish R), length-based spawning potential ratio (LB-SPR), bioekonomi spasial, data envelopment analyisis, agent-based modeling, dan dinamika sistem. Penelitian memiliki empat cakupan area, yaitu: kajian status stok ikan kerapu, performa bioekonomi, penyusunan skenario pengelolaan berbasis agen, dan skenario dinamika sistem perikanan dalam kondisi data yang terbatas (data-poor fisheries).
Dengan menggunakan model surplus produksi, perikanan kerapu di Teluk Saleh secara keseluruhan telah mengalami gejala overfishing dengan tingkat upaya dan hasil tangkapan melebihi kondisi optimal. Sementara itu, dengan menggunakan indikator ukuran panjang ikan, hanya ikan kerapu sunu halus berada pada kondisi overexploited yang mengancam keberlanjutan sumberdaya (unsustainable level). Hal ini dilihat dari nilai spawning potential ratio (SPR) Plectropomus leopardus dan Epinephelus coioides berada di bawah limit reference point (0,20) dan terus mengalami pernurunan dibanding sebelum kebijakan diberlakukan pada tahun 2017 akibat semakin intensnya penangkapan yang didorong tingginya permintaan pasar internasional. Sebaliknya, jenis Plectropomus maculatus memiliki nilai SPR di atas 20 persen yang mengindikasikan populasi ikan tersebut dalam kondisi sehat dan tidak beresiko mengalami overfishing.
Secara ekonomi, perikanan ini juga mengalami inefisiensi karena tingginya jumlah upaya penangkapan yang dilakukan sebagai respon dari keinginan mendapatkan rente ekonomi yang lebih besar. Secara spasial, nelayan melakukan penangkapan ikan terkonsentrasi di daerah penangkapan yang produktif dan memberi rente ekonomi yang lebih banyak (Rp76 milyar dari total Rp87 milyar), yaitu di sekitar zona inti kawasan konsevasi perairan baik di perairan Pulau Rakit dan Pulau Ngali dan sekitarnya. Zona tersebut diduga dapat memberikan dampak positif berupa limpahan ikan (spill-over effect) bagi zona perikanan tangkap berkelanjutan.
Namun demikian, kebijakan dan regulasi yang mengatur teknis penangkapan ikan kerapu tampaknya belum cukup efektif untuk mendorong tumbuhnya pengelolaan sumberdaya perairan yang berkelanjutan terutama di dalam konteks perikanan skala kecil di Teluk Saleh. Kecenderungan terjadinya penurunan populasi ikan dan berkurangnya potensi keuntungan yang diraup diperkirakan masih akan terus terjadi jika dilihat dari indikator kepatuhan terhadap langkah pengelolaan masih lemah. Untuk memperbaiki pengelolaan lebih lanjut di masa datang, diperlukan upaya-upaya lain, dalam bentuk kebijakan atau regulasi yang menyasar perubahan perilaku nelayan dan mengurai kompleksitas serta ketidakpastian dalam sistem perikanan kerapu skala kecil di Teluk Saleh. Pemahaman tersebut penting dalam memprediksi perilaku nelayan (skala mikro) dalam sistem perikanan dalam merespon sebuah kebijakan dan mampu mengidentifikasi strategi pengelolaan terbaik. Perubahan strategi ini diharapkan dapat meningkatkan derajat kepatuhan individu nelayan terhadap penerapan opsi-opsi kebijakan pengelolaan perikanan
Penelitian ini menggunakan pendekatan evaluasi strategi pengelolaan (management strategy evaluation), yaitu sebuah pemodelan dan simulasi yang didesain untuk mengidentifikasi berbagai kandidat strategi pengelolaan. Penelitian ini telah menghasilkan prediksi performa biologi dan ekonomi dengan pengujian terhadap lima skenario kebijakan berbasis perilaku agen dalam sistem dan enam skenario pengelolaan berbasis perilaku sistem (dinamika sistem). Berdasarkan kedua pemodelan dan simulasi berbasis skenario (“what if scenario analyses”) tersebut, penelitian ini merekomendasikan tiga skenario kebijakan pengelolaan perikanan adaptif untuk dipertimbangkan lebih lanjut, yaitu: (1) strategi penurunan upaya penangkapan hingga 75 persen dari kondisi saat ini dalam kerangka total allowable effort (TAE) berbasis bioekonomi spasial dan temporal; (2) penerapan penutupan musim penangkapan selama tiga bulan dalam kerangka TAE; (3) penetapan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (total allowable catch atau TAC) bersamaan dengan penerapan TAE. Namun pemilihan strategi tersebut perlu didukung ketersediaan data yang akurat melalui monitoring secara berkala, penguatan pengawasan dan penegakan hukum, pemberian insentif (bantuan alat yang selektif dan mata pencaharian alternatif), serta pembentukan kelembagaan (co-management). Strategi tersebut diharapkan dapat dipertimbangkan pemerintah daerah untuk menyempurnakan berbagai instrumen pengelolaan perikanan yang kini sedang dilaksanakan. The Saleh Bay, West Nusa Tenggara (WNT), is an important fishing ground for grouper in the Indonesia Fisheries Management Area (FMA) 713. The landing data in this area indicated an average annual catch of grouper was 4,042.6 tonnes over the past decade. The grouper fisheries sector also plays an essential role in providing livelihoods for coastal and small-islands communities, especially for 5,188 fishers who depend on this fishery and live along its coastline area. However, due to the high intensity of fishing pressures in response to the high domestic and international demand for groupers, this condition leads to overfishing practices. These practices pose a major threat to the sustainability of the entire fishing industry.
This research was designed to address the complexity and dynamics of real-world problems and challenges faced by the small-scale grouper fisheries in Saleh Bay. Transdisciplinary approach (biology, social and economic) and providing multimodel approach as well as multicriteria analysis for both in micro-level (fishers behavior) and macro-level processes (system behavior) were used to choose the best scenario of potential intervention scenario that can be used to inform policy recommendation.
The research was conducted from January 2019 to June 2020 in Saleh Bay, using the case study methodology. The research was carried out at four major fish landing sites on the bay: Labuan Kuris, Labuan Sangoro, Labuan Jambu, and Soro. This study implemented multi analytical methods, including descriptive statistical analysis, length-based assessment (TropFish R), length-based spawning potential ratio (LB-SPR), spatial bioeconomic, data envelopment analysis, agent-based modeling, and system dynamic modeling. Furthermore, this research covered four main areas: a) sustainability status of the grouper fish stock, b) performance of spatial bioeconomic and technical efficiency of grouper fishery, c) policy scenarios using agent-based model, and d) system dynamic for grouper fishery under data-poor fisheries conditions.
The surplus production model indicates the groupers fisheries in Saleh Bay have been experiencing symptoms of overfishing with the effort level and catch exceeding optimal conditions. Meanwhile, by using the length-based indicator, evidence shows an increase in spawning potential ratio (SPR) values of grouper species after the policy implementation, except spotted coral grouper (Plectropomus maculatus). The estimated SPR values for P. leopardus and Epinephelus coioides indicated that these species are currently fished at overexploited with an SPR value of 0.19 and 0.15, respectively. The sustainability of these stocks is threatened due to the continuous expansion of fishing activities and high demand from the international market as the price is relatively high compared to other species. On the other hand, the SPR of P. maculatus was above the reference point, indicating that this fish population is healthy and at low risk of overfishing.
Economically, the grouper fisheries are also experiencing inefficiency due to the high numbers of fishing efforts as a response to the quasi-profits. Spatially, fishers prefer productive fishing grounds that yield a satisfactory and maximize their earnings (about IDR76 billion out of total IDR87 billion) by fishing around the borders of the no-take zone of Marine Protected Area in the Rakit Island and Ngali Island and the adjacent waters. The fishing vessels take advantage of the spill-over effect of fish stock from the protected areas.
The governing regulations for grouper fishing techniques are not effective enough to encourage sustainable aquatic resource management, especially in small-scale fisheries. Furthermore, the trend of fish depopulation and the potential risk of income loss, which is predicted to continue, indicates the need for improving the compliance level so that the regulatory policy works effectively. Based on these conditions, more effective management efforts are needed by understanding fishers’ behavior of complex adaptive systems and better acknowledging uncertainties. This knowledge provides valuable insights into predicting how human behavior in fishery systems will respond to the unintended effects and identify the more robust management actions. This study highlighted the importance of developing adequate behavioral models to provide better options and complement existing fisheries management strategies for ensuring the long-term sustainability of the grouper fisheries in Saleh Bay.
We designed a management strategy evaluation (MSE) to reduce overfishing and rebuild overfished stock based on a simulation testing framework (performing “what-if scenario analyses”). Here, we applied the MSE approach - a dynamic simulation testing of candidate management scenarios to assess the impacts on biological and economic performance using agent-based modeling (five policy scenarios) and system dynamics modeling (six policy scenarios). From these simulation (behavior) models, this research recommends three scenarios of adaptive fisheries management policy for further consideration, namely: (1) reducing 75 percent of fishing effort using Total Allowable Effort (TAE); (2) the three months closed fishing season in the TAE framework; (3) promoting hybrid strategy of total allowable catches (TAC) and TAE. The three strategies need to be supported by the availability of accurate data through regular monitoring, strengthening of surveillance and law enforcement, the provision of incentives for fishers (promotion of more sustainable gear, alternative livelihood), and the establishment of institutions (co-management). These strategies are expected to be considered by the local government to improve existing fisheries management instruments.
Collections
- DT - Fisheries [725]