Potensi Penggunaan Kulit Matoa (Pometia pinnata spp.) sebagai Sumber Fenol untuk Meningkatkan Produktivitas Ayam Broiler di Lingkungan Tropis
Date
2021-09Author
Andriani, Mira
Nahrowi
Jayanegara, Anuraga
Mutia, Rita
Metadata
Show full item recordAbstract
Indonesia adalah negara tropis yang memiliki biodiversitas aneka ragam buah
khas yang tersebar di berbagai pulau. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun
2019 produksi buah-buahan lokal di Indonesia sebesar ±22.517.670 Ton. Buahbuahan merupakan bahan pangan yang kaya akan antioksidan. Dari sekian banyak
buah-buahan tropis yang belum begitu dikenal adalah buah matoa (Pometia pinnata
spp.). Pemanfaatan tepung kulit buah matoa berpotensi sebagai sumber fenol dalam
pakan ternak. Sejauh ini, belum ada dilakukan penelitian potensi kulit buah matoa
sebagai sumber antioksidan alami (fenol) dalam ransum broiler. Beberapa bahan
aktif dapat rusak dalam penanganannya pada suhu tinggi, seperti senyawa flavonoid
(fenol) memiliki suhu optimal 0oC – 65oC. Berdasarkan pemikiran tersebut penulis
tertarik melakukan penelitian selanjutnya bagaimana pengaruh suhu oven pada
pengeringan kulit matoa (Pometia pinnata spp.) sebagai sumber antioksidan alami
(fenol) serta pengguanaannya didalam ransum ayam broiler yang dapat mengikat
radikal bebas dan menghambat kerusakan sel didalam tubuh ternak selama ayam
mengalami stress panas di lingkungan tropis juga diharapkan dapat meningkatkan
produktivitas ayam broiler.
Perlakuan pengeringan kulit matoa dilakukan dengan pengeringan freeze
drying/control (P0) dan pengeringan suhu oven 50oC (P1), 60oC (P2), dan 70oC
(P3). Peubah yang diamati adalah karakteristik kandungan kimia, aktivitas
antioksidan (IC50), MDA, dan fenol. Hasil uji skrining fitokimia kualitatif pada kulit
matoa menunjukkan hasil yang negatif atau tidak terdapat kandungan alkaloid,
quinon, steroid, triterpenoid dan positif (terdapat) mengandung flavonoid, tanin dan
saponin. Hasil menunjukkan bahwa suhu pengeringan memiliki pengaruh yang
nyata terhadap karakteristik kimia kandungan air dan IC50. Pengeringan kulit matoa
terbaik pada perlakuan P1 (50oC) yaitu kandungan air 9,47%±0,14%; kadar abu
3,74%±0,07%; protein kasar 4,89%±0,03%; lemak kasar 0,46%±0,04%; serat kasar
34,42%±2,16%; IC50 sebesar 20,70±0,85b (ppm), MDA sebesar 12,85±1,49 (µg/g),
dan kandungan fenol sebesar 0,85±0,23 (% b/b). Hasil tersebut menyimpulkan
bahwa penggunaan kulit buah matoa berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan
pakan sumber antioksidan (fenol) dalam ransum ternak unggas.
Hasil penggunaan tepung kulit matoa (pengeringan suhu 50oC) dalam
ransum dengan level perlakuan 0,25%(R1), 0,50%(R2), dan 0,75%(R3), sedangkan
untuk R0 atau control (0%) tanpa kulit matoa. Peubah yang diamati adalah
performa, kualitas karkas, organ dalam, dan diferensiasi leukosit. Performa ayam
broiler dengan penggunaan tepung kulit matoa pada level 0,25%, 0,50%, dan 0,75%
dalam ransum memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap konsumsi
pakan penelitian (g/ekor/hari). Namun, pertambahan bobot badan dan konversi,
level penggunaan tepung kulit matoa yang diberikan tidak memperlihatkan
perbedaan yang nyata. Hasil ini menyimpulkan bahwa penggunaan tepung kulit
matoa dapat meningkatkan efisiensi pakan yang ditunjukkan dengan tidak
berpengaruhnya pertambahan bobot badan dan nilai FCR. Begitu pula, penggunaantepung kulit matoa dalam ransum broiler juga tidak berpengaruh terhadap kualitas
karkas dan organ dalam ayam broiler. Kesimpulannya, penggunaan tepung kulit
matoa hingga 0,75% di dalam ransum broiler aman untuk diaplikasikan tanpa
mengurangi produktivitasnya dan aman untuk diaplikasikan dalam ransum broiler
serta tidak mengganggu perkembangan dan fungsi saluran pencernaan.
Penggunaan tepung kulit matoa dalam ransum tidak berpengaruh nyata
(P>0,05) terhadap leukosit, heterofil, limfosit dan H:L. Penggunaan tepung kulit
matoa berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap monosit, dimana pada perlakuan R0
tidak berbeda nyata terhadap perlakuan R2 dan R3, tetapi berbeda nyata terhadap
R1. Meskipun monosit menunjukkan berbeda nyata, tetapi kisaran monosit masih
dalam kisaran normal. Hal ini mengindikasikan bahwa masing-masing perlakuan
mengalami stress. Kesimpulannya, diferensiasi leukosit darah broiler pada
penelitian ini mengindikasikan bahwa broiler pada semua perlakuan dalam keadaan
sehat dan tidak sedang terinfeksi penyakit akut, namun pada beberapa perlakuan
mengalami stress.
Collections
- DT - Animal Science [343]