Karakterisasi dan Uji Ketahanan Genotipe Kacang Tunggak (Vigna unguiculata (L.) Walp.) terhadap Hama Kutudaun (Aphis craccivora Koch).
Date
2021-09-10Author
Sas, Muhamad Ghazi Agam
Wahyu, Yudiwanti
Syukur, Muhamad
Hidayat, Purnama
Metadata
Show full item recordAbstract
Cowpea (Vigna unguiculata L. Walp. subsp. unguiculata) is an agricultural commodity that
has the potential to be a source of vegetable protein and replace the need for soy as a food
ingredient. The wide adaptability under sub-optimum conditions placed cowpeas as the choice to
be developed. However, the development of this commodity has not received special attention, so
that until now there are still relatively few cowpea varieties that have been released as superior
varieties. This study aims to evaluate agronomy and cowpea resistance to Aphis craccivora, so
that it can be known superior genotypes. Observations were made on the morpho-agronomic
characters including the color of the young pods and dry seeds, the number of pods, the
productivity pods and dried seeds, the nutrition content, and the resistance traits to Aphis
craccivora by using antibiosis method and tolerance evaluation. The results of this study showed
that the productivity of young pods (4.51 - 17.52 tons). ha-1
), dry seed productivity (0.67 - 3.78
tons ha -1). Besides, three genotypes were obtained from crosses that had superior characters
compared to the comparison varieties, they were F4-002001-11-B, F6-004002-7-B-9, and F6-
002004-8-1-B-3. Aphid infestation significantly inhibited plant growth compared with uninfested
plants. Infestation of A. craccivora infected to decreases dry weight of plant 20% to 70%. This
research can contribute to the development of cowpea varieties with certain characters. Kacang tunggak (Vigna unguiculata L. Walp. subsp. unguiculata) merupakan komoditas pertanian yang memiliki potensi untuk dapat menjadi sumber protein nabati dan menggantikan kebutuhan kedelai sebagai bahan pangan. Daya adaptasi yang luas pada kondisi sub-optimum menjadikan kacang tunggak menjadi pilihan untuk dikembangkan. Akan tetapi, pengembangan komoditas ini kurang mendapatkan perhatian khusus, sehingga hingga saat ini masih terbilang sedikit varietas kacang tunggak yang telah dirilis sebagai varietas unggul.
Pengamatan karakter morfo-agronomi meliputi karakter tanaman, karakter polong, karakter bunga, karakter daun, karakter trikoma daun, dan karakter biji. Pengujian dilakukan menggunakan Rancangan Kelompok Teracak Lengkap (RKLT) dengan faktor tunggal yakni 20 genotipe tanaman kacang tunggak dan diulang sebanyak tiga kali. Pupuk kandang diaplikasikan dengan dosis 20 ton ha-1. Pemupukan lanjutan dilakukan melalui metode pengocoran 250 ml pupuk NPK 16-16-16 dengan dosis 5 g L-1 pada fase pertumbuhan (10 HST, 20 HST, 30 HST), serta 10 g L-1 pada fase perkembangan sejak masuk fase pembungaan (40 HST, 50 HST, 60 HST). Pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan secara mekanik dan kimiawi dengan menggunakan insektisida berbahan aktif Deltametrin 2 mL L-1 dan fungisida berbahan aktif Mankozeb 2g L-1 pada saat muncul gejala.
Kandungan nutrisi dianalisis menggunakan metode analisis proksimat untuk mengetahui kandungan protein, lemak, serat, kadar air, dan kadar abu dengan menggunakan bahan analisis berupa biji kering seberat 30 g per genotipe. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium PAU, Institut Pertanian Bogor.
Penentuan ketahanan tanaman kacang tunggak terhadap hama kutudaun (Aphis craccivora) diawali dengan mengkonfirmasi jenis kutudaun yang digunakan dengan mel akukan pembuatan preparat amatan, yang kemudian dilakukan pengamatan terhadap morfologi spesimen. Data morfometrik yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan Aphid Lucid Key (https://aphid.aphidnet.org). Perbanyakan kutudaun dilakukan dengan membiakkan kutudaun pada insect proof box yang di dalamnya terdapat tanaman inang berupa kacang tunggak, dan dilakukan pemindahan kutudaun keda lam insect proof box lainnya yang berisi tanaman inang baru, ketika populasi kutu daun sudah padat. Pengujian infestasi kutudaun di lakukan dengan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan dua faktor pelakuan yakni, 20 genotipe kacang tunggak dan lama waktu infestasi yang terdiri dari kontrol (tanpa infestasi), 5 hari, 10 hari , dan 15 hari. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah dengan pendekatan antibiosis no-choice test whole plant, yakni dengan penyungkupan pada masing-masing individu tanaman. Pengamatan dilakukan pada jumlah kutudaun yang mampu hidup dan berkembang pada setiap tanamannya, serta evaluasi toleransi diamati berdasarkan penurunan bobot kering tanaman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas polong muda berkisar 4,86-15,13 ton ha-1 dan produktivitas biji kering berkisar 0,83-2,71 ton ha-1. Kandungan protein dari 20 genotipe menunjukkan ciri yang berbeda untuk setiap genotipe dan memiliki nilai rerata berkisar antara 19,24 – 24,45%. Serangan kutu daun secara signifikan menghambat pertumbuhan tanaman dibandingkan dengan tanaman yang tidak terinfestasi. Infestasi A. craccivora menyebabkan penurunan bobot kering tanaman 20-70 % dan berdasarkan populasi kutu daun pada tanaman, ke-20 genotipe tergolong keparahan sedang-tinggi sampai sangat tinggi.
Penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan varietas kacang tunggak dengan karakter polong dan biji tertentu. Genotipe F6-002004-8-1-B-3 (G5) dengan warna biji putih/krem berpotensi untuk dijadikan bahan baku industri tempe, selain itu memiliki ketahanan yang baik terhadap hama A. craccivora. Genotipe F4-002TG2-5-1 (G2) dan KTH-2-5-11 (G10) memiliki polong berwarna merah keunguan hingga ungu yang berpotensi sebagai kultivar kacang tunggak dengan pemanenan pada fase polong muda dengan ketahanan yang baik terhadap serangan A. craccivora.
Collections
- MT - Agriculture [3772]