The Effect of Sustainable Palm Oil Certification on Export and Downstream Industry in Indonesia and Malaysia
Date
2021-07Author
Maretna, Prisilia Adinda
Mulyati, Heti
Cahyadi, Eko Ruddy
Metadata
Show full item recordAbstract
Perkebunan kelapa sawit kerap dikaitkan dengan isu-isu kelestarian lingkungan. Perdebatan panjang ini akhirnya menuntun para elit global untuk meluncurkan the Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) pada tahun 2004 dalam rangka menyusun standar kelapa sawit lestari. Gerakan ini diinisiasi oleh organisasi asal Eropa, yaitu World Wild Fund (WWF) dan Unilever untuk memastikan lancarnya produksi dan konsumsi kelapa sawit lestari. Dengan adanya sertifikasi lestari ini, produsen kelapa sawit berpeluang menikmati pasar bebas yang lebih luas, kompetitif, dan terjamin.
Sayangnya, kelapa sawit masih diragukan bahkan diboikot, khususnya oleh importir yang sangat ketat soal isu keberlanjutan. Mereka menetapkan banyak persyaratan perdagangan meskipun mereka membutuhkan kelapa sawit sebagai sumber energi terbarukan. Nyatanya, tingkat pembelian kelapa sawit lestari yang tersertifikasi masih cukup rendah dibandingkan dengan pasokan yang tersedia. Kesenjangan ini membuat produsen kelapa sawit mempertanyakan keefektivan sertifikasi RSPO. Bahkan, timbul spekulasi bahwa sertifikasi ini dijadikan ladang bisnis serta penghambat perdagangan minyak sawit yang terbukti lebih produktif dibanding minyak sayur lainnya.
Pasar global yang fluktuatif mendorong produsen kelapa sawit untuk mencari peluang pada pasar domestik. Produk yang dikembangkan pun beragam, mulai dari oleopangan, oleokimia, dan biosolar. Hilirisasi mulai diprioritaskan berkat peran pentingnya dalam menstabilkan permintaan minyak sawit serta meminimalisasi risiko kurs. Selain itu, industri hilir juga dapat mengurangi kebergantungan produsen terhadap pasar global yang tidak pasti.
Bersadarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan (1) mendeskripsikan karakteristik industri kelapa sawit di Indonesia dan Malaysia, (2) menganalisis variabel yang memengaruhi keputusan ekspor dan hilirisasi kelapa sawit di Indonesia dan Malaysia, dan (3) menganalisis keefektivan RSPO dalam memengaruhi pengambilan keputusan ekspor dan hilirisasi di perusahaan kelapa sawit.
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa Laporan Tahunan 2018 dari 18 perusahaan sawit Indonesia dan 32 perusahaan Malaysia. Pemilihan sampel didasarkan pada ketersediaan serta kelengkapan informasi-informasi variabel yang dibutuhkan. Sampel ini selanjutnya dianalisis menggunakan regresi logistik biner dengan dua variabel terikat, yaitu keputusan ekspor dan pengembangan hilirisasi.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki sertifikat RSPO berpeluang 12 kali lebih besar untuk mengekspor. Penelitian ini juga menemukan bahwa perusahaan yang berukuran besar cenderung menjadi eksportir. Dapat disimpulkan bahwa sertifikat RSPO masih cukup berguna dalam memfasilitasi kegiatan ekspor kelapa sawit, khususnya dalam membangun citra perusahaan dalam pelestarian lingkungan. Oleh karena itu, penggunaan sertifikat RSPO sebaiknya difokuskan untuk mendukung penerapan good agricultural practices (GAP) dan promosi citra ramah lingkungan dalam lingkup aktivitas hulu perusahaan. Memastikan kepatuhan terhadap Prinsip dan Kriteria RSPO merupakan solusi terbaik bagi perusahaan sawit yang ingin menjangkau pangsa pasar Eropa.
Berbeda dengan keputusan ekspor, sertifikat RSPO ternyata tidak berpengaruh terhadap pengambilan keputusan hilirisasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa pengembangan industri hilir dipengaruhi oleh kegiatan ekspor yang dilakukan perusahaan. Berdasarkan hasil analisis, pengalaman dan pengetahuan selama mengekspor akan mendorong perusahaan untuk mengembangkan hilirisasi yang kental dengan nilai tambah. Selain menguntungan, pengembangan industri hilir berdampak baik bagi reputasi perusahaan mengingat perannya dalam memanfaatkan limbah dan produk sampingan kelapa sawit sebagai bahan baku. Peningkatan antusiasme hilirisasi ini harus dikendalikan dengan cara meningkatkan produktivitas lahan mengingat jumlah sawit yang dibutuhkan untuk memenuhi tambahan permintaan. Menyeimbangkan kesejahteraan dan kelestarian lingkungan menjadi strategi terbaik dalam mempertahankan serta meningkatkan kinerja perdagangan sawit, baik dalam skala nasional maupun skala global.
Collections
- MT - Economic and Management [2962]