Evaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Metro Berbasis Kecukupan Pangan dan Perubahan Penggunaan Lahan
Date
2001-08-27Author
Saputra, Roby
Tjahjono, Boedi
Pravitasari, Andrea Emma
Metadata
Show full item recordAbstract
Kota Metro merupakan salah satu wilayah di Provinsi Lampung yang mengalami perkembangan cukup pesat seiring dengan meningkatnya populasi penduduk dan aktivitas ekonomi. Perkembangan ini berimplikasi pada semakin meningkatnya kebutuhan lahan untuk pemenuhan kebutuhan primer, baik untuk mencukupi kebutuhan pangan, permukiman maupun aktifitas sosial ekonomi lainnya yang mengakibatkan terjadinya kompetisi dalam penggunaan lahan. Keterbatasan lahan yang dihadapkan dengan peningkatan kebutuhan lahan menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan dengan kecenderungnya terjadi perubahan fungsi pada lahan pertanian menjadi non pertanian.
Kota Metro memiliki luas sawah hampir separuh dari luas wilayahnya. Setidaknya 95 % lahan sawah tersebut merupakan lahan sawah beririgasi teknis, sehingga menjadikannya sebagai salah satu wilayah produksi padi di Provinsi Lampung. Seiring dengan berkembanganya Kota Metro, alih fungsi lahan sawah menjadi sesuatu hal yang sulit dihindari, meskipun Pemerintah Kota telah memiliki Peraturan Daerah No 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah periode 2011-2031 dimana Peraturan tersebut berfungsi sebagai salah satu instrumen dalam pemanfaatan ruang dan pengendalian alih fungsi lahan sawah.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah melakukan evaluasi terhadap rencana tata ruang Kota Metro berbasiskan pada kecukupan pangan dan perubahan penggunaan lahan. Metode untuk analisis perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan cara tumpang susun (overlay) antara peta penggunaan lahan dari hasil interpretasi visual citra SPOT tahun 2007, 2013 dan 2019. Untuk prediksi penggunaan lahan tahun 2031 digunakan pendekatan modul Cellular Automata (CA) – Markov dengan menggunakan dua skenario, yaitu skenario business as usual (BAU) dan skenario konservatif atau perlindungan lahan sawah. Sementara itu, untuk analisis kecukupan pangan dilakukan dengan menghitung neraca produksi dan konsumsi beras berdasarkan luas sawah hasil prediksi.
Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan lahan permukiman dan sawah tergolong paling dominan dengan persentase keduanya mencapai 87 %, adapun penggunaan lahan lainnya terdiri atas bangunan non permukiman, kebun campuran, tegalan, semak belukar, RTH, dan tubuh air. Pola perubahan penggunaan lahan di Kota Metro pada periode tahun 2007-2019 yang utama atau paling signifikan adalah penambahan luas kawasan bangunan permukiman dan pengurangan luas lahan sawah. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya populasi penduduk dan aktifitas sosial ekonomi masyarakat.
Keselarasan penggunaan lahan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota metro pada tahun 2019 memiliki persentase yang cukup baik yaitu mencapai angka 74 %, akan tetapi penggunaan lahan yang tidak selaras juga cukup berarti yaitu sekitar 17 % sehingga upaya untuk pengendalian terhadap lahan-lahan yang belum selaras sangat diperlukan agar penggunaannya dapat disesuaikan dengan rencana tata ruang. Menurut hasil prediksi perubahan penggunaan lahan untuk tahun 2031, skenario konservatif lebih dapat menekan ketidakselarasan terhadap RTRW daripada skenario Business as Usual.
Hasil perhitungan neraca beras untuk Kota Metro pada tahun 2019 masih menunjukkan status surplus. Namun berdasarkan gejala alih fungsi lahan sawah yang tidak berhenti dan meningkatnya populasi penduduk maka ketersediaan beras diprediksi akan semakin menurun dan defisit pada tahun 2031. Status neraca surplus pada tahun 2031 dapat dipertahankan apabila skenario konservatif diterapkan karena skenario ini bertujuan menjaga peruntukan lahan sawah. Alat pengendalian alih fungsi lahan sawah sudah termuat pada RTRW Kota Metro yaitu berupa peraturan zonasi, pengetatan perizinan, pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi terhadap lahan-lahan sawah yang potensial terkonversi. Dari hasil evaluasi didapatkan tiga tingkat atau prioritas pengendalian, yaitu pengendalian prioritas tinggi diperlukan terutama untuk lahan sawah yang berada di Kecamatan Metro Pusat, Metro Barat, dan Metro Timur seluas 77,25 ha, pengendalian prioritas sedang untuk lahan sawah yang terdapat di Kecamatan Metro Selatan, Metro Utara, dan Metro Timur seluas 56,46 ha, dan pengendalian prioritas rendah untuk seluruh kecamatan dengan luas 49,32 ha. Metro City is an area in Lampung Province that experiences rapid growth following the population growth and economic activity advances. This development implicates the growth of land need to fulfill primary needs, either to meet food, residential, or other socio-economic needs. Therefore, competition arises in using lands. Land limitation faced with improved land need transforms land uses that tend to change the function of agricultural lands into non-agricultural lands.
Half of Metro City consists of rice fields. A minimum of 95% of the rice field is technical irrigated rice fields, putting them as one of the rice production regions in Lampung Province. Following the Metro City advance, rice field land-use change is inevitable, although the Municipal Government has issued the Local Regulation No. 1 of 2012 on Spatial Plan from 2011-2031, where this regulation acts as an instrument in space use and rice field land-use change control.
This study aimed to evaluate the spatial plan of Metro City based on food adequacy and land use change. The method for analyzing land use change was carried out by overlay on the land use map from the visual interpretation of SPOT images in 2007, 2013, and 2019. The 2031 land use prediction employed the Cellular Automata (CA) – Markov module approach with two scenarios, i.e., business as usual (BAU) and conservative or the rice field protection. Meanwhile, the food adequacy analysis was performed by calculating the rice production and consumption balance based on the estimated rice field area.
The results of the analysis shows that the use of residential land and rice fields is the most dominant with the percentage of both reaching 87%, while other land uses consist of non-residential buildings, mixed gardens, dry fields, shrubs, green open space, and bodies of water. The pattern of land use change in Metro City in the period 2007-2019 the main or most significant is the increase in the area of residential buildings and the reduction in the area of rice fields. This is due to the increasing population and socio-economic activities of the community.
The land use harmony with the Spatial Plan (RTRW) of Metro City in 2019 had a good percentage, reaching 74%. However, inappropriate land use was also high, i.e., 17%. Hence, measures are required to control inappropriate land uses to adjust them to the spatial plan. According to the results of the prediction of land use change for 2031, the conservative scenario is more able to suppress the misalignment with the RTRW than the Business as Usual scenario.
The rice balance status in Metro City in 2019 was surplus. However, rice field land-use change and population growth reduced rice availability, leading to a deficit in 2031. The surplus balance status in 2031 can be maintained using the conservative land-use scenario or protecting the rice field area allocation. Rice field land-use change control is performed using controlling instruments issued in the RTRW of Metro City, i.e., zoning regulation, licensing tightening, incentive, disincentive, and sanctions for potentially converted rice field areas. A high control level is vital for rice field areas in the Central, West, and East Metro Districts for 77.25 ha, moderate control level for the South, North, and East Metro Districts for 56.46 ha, and low control level for all districts for 49.32 ha.
Collections
- MT - Agriculture [3683]