Analisis Konflik Penguasaan Sumberdaya Alam: Studi Kasus Konflik Perkebunan Sawit di Halmahera Selatan
Date
2021Author
Hasyim, Aziz
Juanda, Bambang
Barus, Baba
Fauzi, Akhmad
Metadata
Show full item recordAbstract
Konflik berkaitan dengan investasi perkebunan sawit pada kenyataannya menghadapi berbagai protes atau perlawanan dari masyarakat. Bentuk protes yang dilakukan dengan berbagai cara, dari sekedar gunjingan atau gosip, aksi demonstrasi sampai terjadi benturan. Walaupun kehadiran investasi dibidang perkebunan sawit mendapatkan protes atau perlawanan, namun bentuk respon dari masyarakat juga berbeda-beda. Respon umum yang terjadi adalah membangun sikap perlawanan, kendati demikian terdapat respon dengan hanya diam dan melakukan migrasi. Kedua sikap respon (diam dan migrasi) ini dilakukan karena adanya pesimisme masyarakat untuk melawan Negara atau pemerintah. Alasan-alasan atau isyu yang menyertai terjadinya konflik juga beragam. Dari mulai alasan ekonomi, lingkungan, sosial budaya, prosedur perizinan, sampai alasan hilangnya identitas wilayah.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa terdapat konflik akibat dari perencanaan ruang yang tidak disesuakan dengan kemampuan lahan. Dimana, daya dukung atau kemampuan lahan di wilayah penelitian dominannya adalah kelas kemampuan lahan VII, artinya lahan dimaksud hanya sesuai untuk peruntukkan sebagai vegetasi alami dan padang rumput, tidak sesuai untuk perkebunan atau lahan pertanian. Selain itu, ditemukan fakta bahwa terdapat tumpang tindih antara wilayah perizinan dan wilayah kelola rakyat (perkebunan rakyat). Yakni, areal izin konsesi yang diberikan oleh pemerintah didalamnya terdapat kebun masyarakat. Kendati demikian dari sisi perencanaan pola ruang pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Halmahera Selatan, wilayah konsesi perkebunan sawit sudah sesuai dengan peruntukkan wilayah, yakni sebagai kawasan perkebunan. Akan tetapi, status kawasan juga berbeda dengan izin dari kementrian kehutanan yang menyebutkan bahwa pelepasan sebagian kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) untuk konsesi perkebunan kelapa sawit.
Penelitian ini juga memetakan kepentingan para aktor (pemerintah daerah, swasta, masyarakat). Dimana kepentingan pemerintah dalam kebijakan investasi perkebunan sawit dilokasi penelitian adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Pertumbuhan Ekonomi (PE). Selanjutnya kepentingan swasta adalah selain mendapatkan keuntungan juga melakukan ekspansi areal konsesi perizinan perkebunan kelapa sawit. Sedangkan bagi masyarakat tempatan kepentingannya adalah mempertahankan lahan dan sumber kehidupan, serta menjaga kerusakan ekosistem lingkungan. Perbedaan kepentingan antar aktor terkait dengan kebijakan perizinan investasi perkebunan kelapa sawit dilokasi penelitian ini ditunjukkan dengan adanya hubungan yang konvergen dan divergen. Dimana, aktor yang paling konvergensi adalah Bidang Lingkungan Hidup, UPTD Kehutanan dan PTSP. Artinya, terdapat pola hubungan dan kepentingan yang sama terkait dengan kebijakan perizinan. Sedangkan aktor yang paling divergensi adalah masyarakat dan perusahaan. Yakni, terdapat adanya pola hubungan dan kepentingan yang tidak selaras terkait dengan kebijakan perizinan investasi
perkebunan kelapa sawit di wilayah penelitian. Pada analisis pengaruh dan ketergantungan antar aktor ditemukan bahwa aktor yang memiliki pengaruh tinggi dengan ketergantungan rendah tidak ada. Namun, terdapat aktor dengan pengaruh tinggi dan ketergantungan tinggi. Aktor-aktor ini diwakili oleh unsur dari pemerintah daerah. Sedangkan perusahaan dan masyarakat berada pada posisi aktor dengan pengaruh rendah dan ketergantungan sangat tinggi.