Ekonomi Kelautan dalam Pembangunan Nasional Berkelanjutan
Date
2019Author
Sapanli, Kastana
Sugeng, Budhiharsono
Kustumastanto, Tridoyo
Sadelie, Agus
Metadata
Show full item recordAbstract
Pada tahun 2014 telah disahkan RUU Kelautan menjadi sebuah undang-undang yaitu UU No.32 tahun 2004 tentang Kelautan yang menjadi pilar utama pembangunan kelautan Indonesia, sehingga kontibusi ekonomi kelautan perlu ditingkatkan. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis struktur ekonomi kelautan dan interaksi ekonomi antar sektor ekonomi kelautan Indonesia; (2) mengkaji pola keterkaitan antar sektor yang ekonomi bidang kelautan secara dinamis; dan (3) mendesain model ekonomi bidang kelautan Indonesia. Metode penelitian adalah analisis data sekunder. Penelitian ini menggunakan tabel Input-Output Indonesia tahun 2010 yang di update ke tahun 2015 dengan metode RAS. Metode yang dipakai dalam analisis data adalah analisis desktiptif dan analisis dampak pada tabel input output dan analisis pemodelan dengan sistem dinamis dengan softwere I-Think.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase produk kelautan terhadap GDP terus meningkat. Berdasarkan Tabel I-O tahun 2005 share GDP kelautan sebesar 25,39 % dari total GDP nasional. Tabel I-O 2010 menunjukkan peningkatan sebesar 27,28 % dan dengan data yang diperoleh pada tahun 2015 menunjukkan kontribusi bidang kelautan telah mencapai 28,01 %. Struktur permintaan bidang kelautan adalah permintaan domestik sebesar 12,78%, permintaan antara 11,75% dan ekspor sebanyak 3,84%. Dari sisi penawaran jumlah output domestik sebanyak 26,89% dan impor sebesar 1,49%. Disini dapat terlihat juta bahwa produk kelautan juga bersifat net ekspor sebesar 1,35%. Struktur output ekonomi kelautan didominasi oleh sektor jasa kelautan yang menjadi pondasi perekonomiannya pada ekonomi bidang kelautan yaitu 9,69%, demikian sektor jasa kelautan menjadi leading sector. Struktur nilai tambah menunjukkan bahwa surplus usaha lebih besar dari upah dan gaji menggambarkan bahwa perekonomian di nasional belum dapat dinikmati masyarakat secara merata. Besar surplus usaha dengan nilai dua kali dari upah dan gaji ini menunjukkan bahwa para pengusaha menikmati nilai tambah dua kali lebih besar dari para pekerja. Struktur permintaan akhir ini menunjukkan konsumsi rumah tangga masih dominan dalam penentuan nilai output nasional yaitu sebesar 44,17%. Komponen investasi juga menjadi penunjang dalam struktur permintaan akhir bidang kelautan. Ini berarti peningkatan investasi akan mampu mendorong nilai output secara signifikan.
Sektor ekonomi dalam bidang kelautan yang memberikan dampak paling besar adalah sektor ekonomi industri kelautan adalah prioritas yang paling tinggi. Sektor ini memiliki multiplier effect yang besar pada pengembangan ekonomi dengan pengganda output sebesar 1,5567, pengganda kesempatan kerja sebesar 0,1180, pengganda pendapatan sebesar 0,2006. Dari sisi daya penyebarannya sektor inilah yang memiliki nilai paling tinggi yakni 1,1631. Analisis koefisien penyebaran dan derajat kepekaan pada bidang kelautan menunjukkan sebagian besar sektor kelautan berorientasi pada kelautan, angkutan laut, bangunan kelautan dan jasa kelautan. Sektor pertambangan laut menunjukkan nilai koefisien penyebarannya yang lebih kecil dari pada derajat kepekaan sehingga sektor ini lebih banyak menggunakan input produksi dari luar wilayah.
Hasil simulasi investasi pada PDB kelautan dalam kurun waktu 15 tahun (2010-2025) dengan laju pertumbuhan pesimis sebesar 5 %, terjadi perubahan PDB kelautan sebesar 9,15 %per tahun. Skenario moderat dengan laju pertumbuhan investasi sebesar 10 % akan mampu meningkatkan pertumbuhan PDB kelautan sebesar 18,17 % per tahun. Dengan skenario optimis yaitu pertumbuhan investasi 20 % akan mampu mendorong perubahan PDB kelautan sebesar 35,85 %per tahun. Ini menunjukkan pada skenario optimis, investasi pada bidang kelautan mampu mendorong pertumbuhan PDB kelautan yang paling signifikan. Hasil simulasi permintaan akhir (final demand) terhadap PDB kelautan dengan laju pertumbuhan permintaan akhir skenario pesimis sebesar 5 %, terjadi perubahan PDB kelautan sebesar 12,71 %. Skenario moderat dengan laju pertumbuhan final demand sebesar 10 % akan mampu meningkatkan pertumbuhan PDB kelautan sebesar 25,41%. Dengan skenario optimis yaitu pertumbuhan permintaan akhir 20 persen akan mampu mendorong perubahan PDB kelautan sebesar 50,82 %. Ini menunjukkan pada skenario optimis, permintaan akhir akan memicu pertumbuhan PDB kelautan yang paling besar. Hasil simulasi per sektor menunjukan sektor pariwisata yang paling memiliki sensitivitas tertinggi dalam peningkatan investasi. Adapun dalam peningkatan permintaan akhir, sektor jasa kelautan yang paling besar pengaruhnya dalam peningkatan nilai final demand.
Dampak ekonomi kelautan laju penyerapan tenaga kerja berdasarkan hasil simulasi menunjukkan sektor yang secara dominan mampu menjadi prioritas utama ada 3 sektor yaitu sektor perikanan, sektor industri kelautan, dan sektor pariwisata bahari. Sektor yang paling memiliki dampak terbesar terhadap surplus usaha adalah jasa kelautan yang selanjutnya disusul oleh sektor industri kelautan, sektor pariwisata bahari dan sektor perikanan. Lima sektor ekonomi kelautan mampu memberikan pajak tak langsung neto yang positif yaitu perikanan, pariwisata bahari, pertambangan, indutri kelautan dan bangunan kelautan, sedangkan 2 sektor lainnya yaitu angkutan laut dan jasa kelautan merupakan pajak tak langsung negatif yang artinya pemerintah mengeluarkan subsidi. Dampak kebijakan terhadap bidang ekonomi kelautan pada model terlihat sangat besar. Kebijakan pengembangan masing-masing sektor ekonomi kelautan tersebut harus sejalan dengan tujuan SDGs dan adanya integrasi dan sinergisitas pengelolaan antar sektor. In 2014 ocean act was passed into a law which became the main pillar of Indonesia's ocean development. This study aims. This study aims to: (1) analyze the economic structure of ocean economy and economic interactions between Indonesia's ocean economic sectors; (2) examine the pattern of dynamically related inter-sectoral sectors; and (3) design economic models in the Indonesian ocean sector. Secondary data analysis research method was used. This study uses the 2010 Indonesia Input-Output table which was updated to 2015 using the RAS method. The method used in data analysis is desktiptif analysis and impact analysis on input output tables and modeling analysis with dynamic systems with I-Think software. The results showed that the percentage of ocean products to GDP continued to increase. Based on Table I-O in 2005 the share of ocean GDP was 25.39% of total national GDP. Table I-O 2010 shows an increase of 27.28% and with data obtained in 2015, the contribution of the ocean sector has reached 28.01%. The demand structure for the ocean sector is domestic demand of 12.78%, demand is between 11.75% and exports of 3.84%. From the supply side, the number of domestic output is 26.89% and imports are 1.49%. Here, it can be seen that millions of ocean products are also net exports of 1.35%. The output structure of the ocean economy is dominated by the ocean service sector which is the economic foundation for the ocean economy, which is 9.69%, thus the ocean services sector is the leading sector. The structure of value added shows that the business surplus greater than wages and salaries illustrates that the economy in the national community cannot be enjoyed evenly. The amount of business surplus with a value twice that of wages and salaries indicates that entrepreneurs enjoy added value twice as much as workers. The structure of this final demand shows that household consumption is still dominant in determining the national output value of 44.17%. The investment component is also a support in the structure of the final demand for the ocean sector. This means that an increase in investment will be able to push the output value significantly. Judging from the ocean sector which has the greatest impact, the ocean industry sector is the highest priority. This sector has a large multiplier effect on economic development with an output multiplier of 1.5567, a job multiplier of 0.1180, a multiplier of income of 0.2006. In terms of the power of its spread, this sector has the highest value of 1.1631. Analysis of the distribution coefficient and degree of sensitivity in the ocean sector shows that most of the ocean sector is oriented towards the domestic input market. This can be seen from the value of the spread coefficient which is greater than the degree of sensitivity. This sector is fisheries, marine tourism, ocean industry, sea transportation, ocean building and ocean services. The ocean mining sector shows a smaller distribution coefficient value than sensitivity so that this sector uses more production inputs from outside the region