Akses dan Rasionalitas Petani: Dilema Ekonomi dan Konservasi Sumber Daya Alam
Abstract
Berdasarkan data resmi yang dikeluarkan oleh Ditjen KSDAE tahun 2020,
luas areal terbuka di kawasan konservasi Indonesia telah mencapai 1.834.338,05
Ha dari luasan total kawasan konservasi 22.853.363,55 Ha atau 8,03% kawasan
konservasi telah mengalami degradasi dan deforestasi oleh manusia yang
dimanfaatkan menjadi tanaman semusim, perkebunan dan permukiman. Dari aspek
sosial, lahan terbuka di kawasan konservasi terjadi akibat bentuk hubungan sosial
di antara petugas Taman Nasional, petani, swasta atau orang dan kelompok
berkepentingan dimana akses dan eksklusi dijalankan dengan motif-motif tertentu.
Penelitian ini mengambil dua studi kasus di Taman Nasional Gunung Ciremai dan
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dengan karakteristik penanganan lahan
terbuka yang berbeda. Taman Nasional Gunung Ciremai telah berhasil melakukan
eksklusi pada petani penggarap dan mulai menata lahan terbuka untuk pemulihan
kawasan sedangkan Taman Nasional Gn Gede Pangrango (Kasus di Desa Sukatani)
tidak berhasil melakukan eksklusi pada petani.
Penelitian ini ingin menjawab beberapa pertanyaan yang meliputi : 1)
Bagaimana bentuk-bentuk hubungan sosial (tingkat relational embeddedness) di
kedua Taman Nasional ini? bagaimana hubungan relational ini ada di dalam dan
atau membentuk struktur jaringan sosial yang berdampak pada akses? ; 2) Motif
dan pertukaran seperti apa yang dioperasikan? bagaimana tipe-tipe hubungan sosial
berdampak pada pola-pola pertukaran? bagaimana pola-pola pertukaran ini bekerja
sebagai mekanisme akses? ; 3) Bagaimana jaringan sosial yang tertanam
(embedded) berperan dalam mekanisme akses? bagaimana struktur sosial yang
tertanam dalam masyarakat (norma dan sistem nilai) beroperasi membentukan
tindakan untuk akses. Penelitian ini menggunakan pendekatan dua teori besar yaitu
akses dan property disatu sisi serta tindakan ekonomi embeddedness disisi lain.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif menggunakan paradigma
konstruktivisme dengan metode studi kasus (case study). Jenis metode studi kasus
yang ingin dipilih adalah collective case study. Pengumpulan data primer dilakukan
dengan menggunakan dua teknik yaitu teknik observasi berperan serta (participantobservation), wawancara mendalam (depth interview).
Kami menemukan bahwa akses diperoleh dari hubungan-hubungan sosial
dimana terjadi pertukaran barang dan jasa. Para petani telah mendistribusikan
barang dan jasa dengan pola-pola pertukaran yang beragam untuk tujuan
mendapatkan akses. Sayuran sebagai barang yang diproduksi petani dari tanah
Taman Nasional (TNGC dan TNGGP) telah dijadikan sebagai barang pertukaran.
Sedangkan Taman Nasional (TNGGP) sebagai objek wisata pendakian juga
menjadi sarana transaksi diantara aktor antara petugas dan petani. Dengan
menelusuri gerak pertukaran, kami menemukan bahwa bentuk pertukaran sebagai
tindakan ekonomi diantara petugas dan petani didorong dari bentuk-bentuk struktur
jaringan sosial. Kami menemukan bahwa ikatan-ikatan (kuat dan lemah) diantara
petugas dan petani telah membentuk tiga struktur jaringan sosial yaitu
overembeddedness, moderate dan underembeddedness.
iv
Penelitian ini mengungkap tiga pola pertukaran yang dibentuk dari ikatanikatan antara petani dan petugas Taman Nasional. Ketiga cara-cara pertukaran ini
meliputi resiprositas, redistribusi dan jual beli. Ketiga cara pertukaran ini menjadi
mekanisme akses bagi petani untuk memperoleh kemampuan mereka
memanfaatkan sumberdaya Taman Nasional. Dalam kasus TNGC dan TNGGP,
hubungan jaringan sosial senantiasa memiliki agenda rasional. Berbagai jalinan
hubungan sosial yang kompleks telah membentuk beragam struktur jaringan sosial
baik mengembangkan ikatan kuat (strong tie) maupun ikatan lemah (weak tie) yang
dibalut oleh rasionalitas aktor. Dalam kontestasi akses di TNGC, Taman Nasional
menggunakan jaringan strong ties dan weak ties untuk mengoptimalkan fungsifungsi jaringan. Dalam kasus ini, strong ties dan weak ties, keduanya difungsikan
sebagai “jembatan” (bridge), “pelicin” (lubricant) dan “perekat” (glue). Meskipun
TNGC hanya memiliki enam jaringan utama (strong dan weak), namun kepadatan
jaringan (density of network) dari enam jaringan utama ini telah membentuk relasirelasi turunan. Disisi lain, TNGGP hanya menggunakan otoritas dirinya sendiri
untuk melakukan eksklusi petani melalui legitimasi hak pengelolaan hutan
berdasarkan SK 174/2003. Surat Edaran Kepala Balai Besar TNGGP tidak memberi
dampak efektif dalam mengeksklusi petani. Meskipun petugas taman nasional
memiliki beragam jaringan dengan TNI, Kepolisian, Kejaksaan dan Pemerintah
Daerah, namun ikatan ini hanya berlandaskan pada ikatan formal tidak mengarah
pada ikatan kuat yang lebih intim. Ikatan petugas dengan Kepolisian dan TNI
memiliki ikatan kuat namun ikatan ini hanya bersifat ikatan dyadic relational. Weak
ties dan strong ties yang dibangun TNGGP tidak menyebabkan jembatan bagi relasi
baru. TNGGP tidak membangun jaringan otoritas dengan pemerintah daerah atau
dapat dikatakan hubungan yang ditimbulkannya tidak mengarah efektif untuk
membangun density of network. TNGGP tidak memiliki skenario pemanfaatan
jaringan untuk “pelicin” yang digunakan sebagai pertukaran sosial.
Novelty yang diajukan dari penelitian ini adalah 2 konsep baru yaitu “Eksklusi
Sukarela” dan “Eksklusi Tandingan Tradisional”. Kedua bentuk eksklusi ini
sebagai akibat dari struktur sosial yang bekerja dalam masyarakat. Penelitian ini
juga mengajukan proposisi bangunan teori akses yang didasarkan melalui
pendekatan tindakan ekonomi disebut sebagai teori Access by Embeddedness atau
akses melalui tindakan ekonomi yang tertanam dalam struktur sosial. Argumen dari
penelitian ini bahwa proses-proses akses dan eksklusi tidak dapat lepas dari
hubungan-hubungan relasi otoritas yang menciptakan pola-pola pertukaran. Dalam
teori Access by Embeddedness, kami memiliki pandangan bahwa perbedaan bentuk
pertukaran (resiprositas, redistribusi dan jual-beli) sebagai akibat dari tertanamnya
ikatan-ikatan sosial, apakah terbentuk dari ikatan kuat (strong tie) seperti hubungan
kekerabatan dan pertemanan intim atau ikatan lemah (weak tie) seperti hubungan
teman biasa. Ikatan-ikatan sosial yang tertanam ini menjadi bagian mekanisme yang
bekerja dalam kontestasi akses. Argumen Access by Embeddedness berpendapat
bahwa hubungan dyadic relation maupun structural relation akan membentuk
struktur jaringan sosial (overembeddedness, moderate, underembeddedness)
dimana struktur ini mempengaruhi pola-pola pertukaran dalam kontestasi akses dan
eksklusi
Collections
- DT - Human Ecology [567]