Dinamika Daerah Penangkapan Ikan: Kasus Perikanan Pelagis Kecil di Laut Jawa - Selat Makassar - Laut Flores
Date
2021Author
Panggabean, Donwill
Wiryawan, Budy
Monintja, Daniel R.
Jaya, Indra
Atmadipoera, Agus S.
Metadata
Show full item recordAbstract
Perairan Laut Jawa, Selat Makassar dan perairan Laut Flores merupakan
tiga perairan dengan karakteristik yang berbeda dan memiliki kondisi lingkungan
yang berbeda-beda pula, potensi sumberdaya perikanan terutama perikanan pelagis
kecil pada perairan ini cukup melimpah dan sejak dari dulu ketiga perairan tersebut
merupakan daerah penangkapan ikan yang banyak didatangi armada penangkapan
untuk melakukan operasi penangkapan ikan (Chodriyah dan Hariati 2010; Rasyid
et al. 2014; Zainuddin et al. 2014). Dalam kajian ilmiah ini, ketiga perairan tersebut
secara disebut sebagai Java sea - Makassar strait - Flores sea atau perairan Laut
Jawa - Selat Makassar - Laut Flores, selanjutnya ketiga perairan tersebut disebut
perairan JMF triangle. Perairan Indonesia dilalui dua sistem arus utama, yaitu Arus
Lintas Indonesia (Arlindo) dan Arus Munson Indonesia (Armondo). Ini memberikan
dampak yang baik pada perairan Indonesia, khususnya pada perairan JMF triangle
yang dilalui oleh Arlindo dan Armondo, dimana perairan tersebut relatif lebih subur
dibandingkan perairan lainnya. Pada sektor perikanan, dampak positif yang terjadi
salah satunya adalah melimpahnya sumberdaya ikan karena unsur hara yang dibawa
oleh aliran Arlindo dan Armondo tersebut (Sadhotomo dan Durrand 1996; Ilahude
dan Nontji 1999; Hendiarti et al. 2004; Nelwan 2010; Syahdan 2015).
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) mengkaji dan memetakan karakteristik
spasial dan variabilitas temporal suhu permukaan laut (SPL) dan klorofil-a yang
merupakan faktor lingkungan utama bagi ketersediaan sumberdaya ikan pelagis
kecil di perairan JMF triangle; 2) mengkaji dan menentukan daerah penangkapan
ikan pelagis kecil dan faktor-faktor yang mempengaruhi dinamikanya di perairan
JMF triangle; 3) mengkaji dan menemukan pola hubungan sumberdaya ikan pelagis
kecil dengan kondisi lingkungannya di perairan JMF triangle; dan 4) mengkaji dan
memetakan dinamika daerah penangkapan ikan secara spasial dan temporal di
perairan JMF triangle.
Data yang digunakan adalah: 1) data hasil tangkapan ikan yang merupakan
rekaman catatan harian pendaratan ikan di pelabuhan perikanan Pekalongan (Jawa
Tengah), Paotere (Sulawesi Selatan) dan Batu Licin (Kalimantan Selatan) periode
10 tahun (2006-2015); 2) data Aqua Modis level 3, komposit bulanan, resolusi
spasial 0,05˚ (4 km x 4 km); 3) data sensor VIIRS level 3, komposit bulanan, resolusi
spasial 750 m; 4) data hasil cruise laut di perairan Laut Flores bagian barat.
Fluktuasi nilai rata-rata SPL musiman memperlihatkan peningkatan dari
periode musim barat menuju musim peralihan I, kemudian mengalami penurunan
pada saat memasuki musim timur dan selanjutnya mengalami peningkatan lagi saat
memasuki musim peralihan II. Nilai rata-rata SPL tertinggi pada musim peralihan
I dan yang terendah pada musim timur. Dinamika SPL yang cukup dinamis mulai
dari bulan Januari hingga Desember, dimana nilai rata-rata SPL terendah terjadi
pada periode bulan Agustus dan rata-rata tertinggi pada bulan April, dimana fluktuasi
tertinggi terjadi pada bagian selatan perairan Sulawesi Selatan dan bagian timur
perairan Laut Jawa. Fluktuasi rata-rata klorofil-a musiman memperlihatkan nilai
iii
konsentrasi yang tinggi pada musim barat, dan kemudian mengalami penurunan
pada musim peralihan I, selanjutnya mengalami peningkatan di musim timur dan
kembali mengalami penurunan lagi saat memasuki musim peralihan II. Nilai ratarata
konsentrasi klorofil-a musiman berkisar antara 0,25 mg/m³ - 0,62 mg/m³, dimana
nilai rata-rata konsentrasi klorofil-a tertinggi terjadi pada musim barat dan yang
terendah pada musim peralihan II.
Hasil tangkapan ikan pelagis kecil di perairan JMF triangle diurutkan sesuai
hasil tangkapan tertingginya adalah jenis Layang (54,48 %), Lemuru (22,99 %),
Banyar (17,86 %) dan Bentong (4,67 %). Berdasarkan periode musim menunjukkan
bahwa musim peralihan II merupakan periode dengan hasil tangkapan ikan pelagis
kecil paling tinggi, selanjutnya adalah musim barat, musim peralihan I dan paling
rendah adalah pada musim timur. Daerah penangkapan ikan dengan hasil tangkapan
paling tinggi adalah perairan Matasiri, kemudian Lumu-lumu, Aura, Lari-larian dan
perairan Kangean.
Dinamika daerah penangkapan ikan menunjukkan pada musim peralihan I
dengan nilai rata-rata SPL paling hangat, jenis Lemuru mendominasi, sedangkan
jenis Layang mengalami penurunan yang sangat signifikan. Pada periode musim
peralihan I dimana nilai rata-rata SPL paling maksimum dibanding musim lainnya,
terlihat hasil tangkapan ikan pelagis kecil didominasi oleh jenis Lemuru. Perairan
dengan konsentrasi klorofil-a yang tinggi juga diiringi dengan meningkatnya hasil
tangkapan ikan pelagis kecil. Pada periode musim barat dimana nilai rata-rata
konsentrasi klorofil-a paling maksimum dibandingkan musim lainnya, terlihat hasil
tangkapan ikan pelagis kecil sangat tinggi dan didominasi jenis Layang. Hubungan
SPL dan konsentrasi klorofil-a dengan CPUE ikan pelagis kecil menunjukkan
respon yang berbeda antara satu jenis dengan jenis lainnya. Jenis Layang, Banyar
dan Bentong terlihat memiliki respon yang negatif terhadap SPL terutama pada
periode musimtimur, sedangkan jenis Lemuru menunjukkan tidak adanya hubungan
langsung antara SPL dengan nilai CPUE. Respon ikan pelagis kecil terhadap
konsentrasi klorofil-a menunjukkan adanya respon positif pada jenis Lemuru
dimana kenaikan konsentrasi klorofil-a juga diikuti dengan kenaikan nilai CPUE,
sedangkan jenis Layang, Banyar dan Bentong menunjukkan bahwa kenaikan
konsentrasi klorofil-a tidak langsung berdampak pada naiknya nilai CPUE ketiga
jenis tersebut.
Distribusi dan kelimpahan ikan pelagis hasil deteksi akustik di Laut Flores
bagian barat menunjukkan bahwa keberadaan ikan lebih terkonsentrasi pada strata
kedalaman (layer) 100 hingga 200 meter. Pada transek antar stasiun 1-2, 2-3, 3-4,
dan 4-5 yaitu mulai dari sekitar perairan Dewakang hingga sekitar perairan bagian
timur Takarewataya menunjukkan kelimpahan ikan pelagis kecil yang terdeksi
rendah dan tidak signifikan. Pada transek antar stasiun 5-6, yaitu di sekitar perairan
bagian timur Kepulauan Sabalana kelimpahan ikan pelagis kecil yang terdeteksi
cukup tinggi dan signifikan, kelimpahan paling tinggi terdeteksi pada kedalaman
150-200 meter. Pada transek antar stasiun 6-7, 7-8 dan 8-9 yaitu di sekitar bagian
barat Kepulauan Sabalana, kelimpahan ikan pelagis kecil yang terdeteksi juga
sangat signifikan.
Collections
- DT - Fisheries [725]