Kuantifikasi Pola Spasial Alih Fungsi Lahan Sawah di Jakarta-Bandung Mega Urban Region (JBMUR)
Abstract
Kawasan Metropolitan Jakarta dan Bandung Raya merupakan dua kawasan
metropolitan yang saling terhubung membentuk Jakarta-Bandung Mega Urban
Region (JBMUR). Sebagian wilayah di sepanjang koridor ini merupakan bagian
dari lumbung pangan nasional namun tengah menghadapi permasalahan alih
fungsi lahan di sentra-sentra produksi padi koridor ini. Kuantifikasi pola spasial
alih fungsi lahan sawah dapat digunakan sebagai pendekatan zonasi pengendalian
alih fungsi lahan sawah yang lebih akurat di tengah perluasan perkotaan yang
terus berlangsung. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis alih fungsi lahan
sawah JBMUR periode 2005-2015, menganalisis pola spasial alih fungsi lahan
sawah di JBMUR, dan menganalisis tipologi alih fungsi lahan sawah di JBMUR.
Metode analisis alih fungsi lahan sawah dalam penelitian ini menggunakan teknik
overlay peta tutupan lahan JBMUR tahun 2005 dan 2015. Pola karakteristik alih
fungsi lahan sawah dianalisis menggunakan Landscape Metric (LMs).
Pengelompokkan alih fungsi lahan sawah di JBMUR dianalisis dengan
menggunakan metode Rustiadi’s Spatial Clustering 1.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola perubahan tutupan lahan sawahkebun
campuran-kawasan terbangun (PAD-MIX-BUA) merupakan pola
perubahan lahan paling dominan di JBMUR. Tutupan lahan kebun campuran dan
lahan kering sering menjadi tutupan lahan sementara dari lahan-lahan sawah yang
kemudian beralihfungsi menjadi kawasan terbangun. Alih fungsi lahan PAD-MIX
terbesar terjadi di Kabupaten Bandung sebesar 12.510 ha (82,80% dari seluruh
alih fungsi lahan Kabupaten Bandung). Alih fungsi PAD-BUA terbesar terjadi di
Kabupaten Tangerang seluas 11.730,01 ha (81,89% dari seluruh alih fungsi lahan
JBMUR). Terdapat dua kelompok pola alih fungsi lahan sawah. Kelompok
pertama membentuk alih fungsi lahan sawah PAD-BUA yang tersebar secara luas
di Kecamatan Balaraja, jumlah dan tingkat kerapatan patch penyusun rendah, dan
teragregasi secara spasial. Kelompok kedua membentuk alih fungsi lahan PADMIX
yang terjadi sangat luas, tingkat kerapatan dan jumlah patch tinggi yang
tersebar di Kecamatan Pangalengan. Landscape Metrics menghasilkan 3 tipologi
wilayah dengan bobot 1 sebagai bobot terbaik. Tipologi pertama didominasi alih
fungsi lahan PAD-MIX yang tersebar di Kabupaten/Kota Bandung, Kabupaten
Cianjur, Kabupaten Bandung Barat. Tipologi wilayah kedua didominasi alih
fungsi lahan PAD-BUA yang tersebar di kawasan Jabodetabek. Tipologi ketiga
didominasi alih fungsi lahan PAD-BUA dan PAD-MIX yang tersebar di pinggir
perkotaan Jakarta. Upaya peningkatan produktivitas pertanian perlu diiringi
peningkatan pemanfaatan teknologi informasi spasial pemantauan dan
pengendalian serta penerapan sistem insentif yang tepat sasaran. The Jakarta Metropolitan Area and Bandung Raya are two metropolitan
areas that are connected to each other known as the Jakarta-Bandung Mega Urban
Region (JBMUR). Some areas along this corridor are part of the national food
barn but are facing problems due to land conversion occurring in rice production
centers in this corridor. The quantification of paddy field conversion spatial
pattern can be used as a more accurate zoning approach to control the conversion
of paddy fields in the midst of an urban expansion. The purpose of this study was
to analyze paddy fields conversion in JBMUR for the period 2005-2015, to
analyze the spatial patterns of paddy fields conversion in JBMUR, and to analyze
the typology of the paddy fields conversion in JBMUR. The paddy field
conversion method in this study used the JBMUR land cover map overlay
technique in 2005 and 2015. The characteristic patterns of paddy fields conversion
were analyzed using Landscape Metrics (LMs). The grouping of paddy fields in
JBMUR was analyzed using Rustiadi's Spatial Clustering 1 method.
The results showed that the pattern of land cover change of paddy fieldsmixed
garden-built area (PAD-MIX-BUA) was the most dominant land cover
change pattern in JBMUR. Mixed garden and dry land are often become
temporary land cover of paddy fields that are converted into built-up areas. The
largest conversion of PAD-MIX occurred in Bandung regency, amounting to
12,510 ha (82.80% of the total land conversion of Bandung regency). The largest
conversion of PAD-BUA occurred in Tangerang regency, covering an area of
11,730.01 ha (81.89% of the total land conversion of JBMUR). The spatial pattern
resulted in two groups. The first group forming the conversion of PAD-BUA,
which were widely spread out in Balaraja district, with low number and low
patches density, and spatially aggregated. The second group formed of the
conversion of PAD-MIX, which occurred very wide, with high density, and high
number of patches scattered in Pangalengan district. Landscape Metrics produces
3 area types with 1 as the best spatial weight. The first type was dominated by the
conversion of PAD-MIX which were scattered in Bandung regency, Bandung
municipality, Cianjur regency, and West Bandung regency. The second type is
dominated by the conversion of PAD-BUA, which are scattered in the
Jabodetabek area. The third type is dominated by land use conversion of PADBUA
and PAD-MIX, which are scattered in the outskirts of Jakarta city. Efforts to
increase agricultural productivity need to be followed by application of spatial
information technology, monitoring and control as well as effective incentive
system.
Collections
- MT - Agriculture [3778]