Pola Keterkaitan Spasial Pembangunan Ekonomi Wilayah Pulau Jawa
Abstract
Pendekatan analisis pembangunan wilayah harus mampu mencerminkan
adanya kerangka berfikir yang menyangkut interaksi spasial antara aktifitasaktifitas
ekonomi dan mengarah kepada pemanfaatan sumberdaya secara optimal
baik antara kegiatan di pusat dan wilayah di belakangnya (hinterland), maupun
juga dengan wilayah-wilayah lainnya yang lebih jauh. Sejauh mana suatu
aktifitas di suatu wilayah dipengaruhi oleh aktifitas yang sama di wilayah lainnya,
dan juga dipengaruhi oleh faktor pendorong di dalam wilayahnya sendiri. Sebagai
contoh suatu wilayah dengan jumlah populasi lebih besar cenderung akan
membangkitkan dan menarik aktivitas lebih banyak dibandingkan dengan wilayah
lain yang mempunyai populasi lebih sedikit. Sebagai cerminan, Pulau Jawa walau
hanya memiliki luas sekitar 7% dari seluruh luas daratan Indonesia namun
ditempati sekitar 60% penduduk Indonesia dan juga memiliki nilai Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2010 atas dasar harga konstan 2000
mencapai 60 % terhadap Produk Domestik Bruto nasional.
Persoalan spasial muncul berkaitan dengan adanya keterkaitan spasial
(spatial dependence) dan keberagaman spasial (spatial heterogenity). Spatial
dependence secara sederhana dapat dinyatakan bahwa aktivitas di suatu lokasi
memiliki keterkaitan dengan aktivitas di lokasi lain, sedangkan spatial
heterogenity yaitu adanya perrmasalahan-permasalahan yang terjadi karena
perbedaan karakteristik antar lokasi. Untuk itu pendekatan pembangunan yang
berbasis kepada konsepsi pengembangan wilayah perlu mempertimbangkan aspek
spasial untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi ketimpangan. Pendekatan
untuk memasukkan pengaruh spasial di dalam model-model pengembangan
wilayah diantaranya dengan mengembangkan dan mengaplikasikan model
geographically weighted regression (GWR). Dengan pemodelan tersebut setiap
lokasi sangat mungkin menghasilkan prediksi model yang berbeda.
Penggunaan unit spasial seperti kabupaten/kota sebagai unit analisis dalam
penelitian ini perlu mempertimbangkan efek spasial. Permasalahan yang menjadi
perhatian dalam penelitian ini adalah apakah terdapat efek spasial pada perbedaan
PDRB suatu kabupaten/kota terhadap kabupaten/kota lainnya. Analisis spasial
dalam penelitian ini difokuskan untuk menguji keberadaan efek spasial perbedaan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) setiap kabupaten/kota terhadap
kabupaten/kota lainnya di Pulau Jawa.
Penelitian ini bertujuan: (1) Mengidentifikasi pengaruh global keterkaitan
spasial sektor-sektor PDRB terhadap total PDRB Pulau Jawa; (2) Menjelaskan
pola lokal keterkaitan spasial sektor-sektor PDRB yang berpengaruh signifikan
terhadap pembentukan PDRB Pulau Jawa; dan (3) Menganalisis pengaruh kinerja
lokal dan sektoral PDRB kabupaten/kota di Pulau Jawa terhadap pembentukan
PDRB Pulau Jawa. Wilayah penelitian yaitu Pulau Jawa terdiri dari enam
provinsi yang meliputi 115 kabupaten/kota. Penelitian dilakukan dengan
menggunakan data sekunder. Data-data tersebut berasal dari Badan Pusat
Statistik, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional, Badan Perencanaan
dan Pembangunan Nasional dan hasil studi lainnya yang terkait, diantaranya
yaitu: peta administrasi kabupaten/kota Pulau Jawa 2010, data PDRB sembilan
sektor kabupaten/kota di Pulau Jawa 2010, data jumlah penduduk kabupaten/kota
Pulau Jawa 2010, data struktur tenaga kerja kabupaten kota Pulau Jawa 2010,
serta data aliran barang berdasarkan wilayah asal dan tujuan kabupaten/kota di
Pulau Jawa 2006.
Dalam penelitian ini kerangka pendekatan analisis akan diwujudkan dalam
bentuk pemodelan global dan lokal yang dibobot berdasarkan matrik contiguity
yaitu matriks keterkaitan spasial antar wilayah kabupaten/kota Pulau Jawa
berbasis data aliran barang asal tujuan. Pada pemodelan global dikembangkan
persamaan spasial ekonometrik untuk mengidentifikasi pengaruh global
keterkaitan spasial sektor-sektor PDRB terhadap total PDRB. Pada pemodelan
global ini dapat diidentifikasi sektor-sektor PDRB terpilih yang secara signifikan
berpengaruh terhadap pembentukan total PDRB. Selanjutnya dengan Model
Otokorelasi Spasial Lokal dijelaskan pola keterkaitan spasial lokal dari sektorsektor
PDRB yang berpengaruh signifikan terhadap pembentukan nilai PDRB
wilayah di Pulau Jawa. Pada tahap selanjutnya sektor-sektor PDRB yang terpilih
tersebut dianalisis dengan menggunakan model Geographically Weighted
Regression (GWR) dalam kaitan melihat pengaruh kinerja lokal dan sektoral
PDRB kabupaten/kota di Pulau Jawa terhadap pembentukan PDRB Pulau Jawa
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan: (1) Dari sembilan sektor PDRB
yang diuji pengaruhnya terhadap pembentukan total PDRB Pulau Jawa dengan
mempertimbangkan keterkaitan spasial berdasarkan aliran barang antar wilayah
kabupaten/kota Pulau Jawa terdapat 5 (lima) sektor yang berpengaruh signifikan
yaitu: sektor industri pengolahan, sektor konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan
restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor jasa-jasa; (2) Hasil
otokorelasi spasial lokal dari kelima sektor yang signifikan yaitu: sektor industri
pengolahan, sektor konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor
pengangkutan dan komunikasi, dan sektor jasa-jasa, memiliki keterkaitan yang
kuat hanya pada wilayah-wilayah yang secara aktual memiliki nilai yang setara
(tinggi); (3) Hasil pemodelan GWR menggambarkan bagaimana pengaruh kinerja
spasial sektoral PDRB kabupaten/kota di Pulau Jawa terhadap pembentukan
PDRB Pulau Jawa sebagai berikut yaitu: a. Pada sektor industri pengolahan
menunjukkan bahwa peran sektor ini terhadap pembentukan total PDRB di Pulau
Jawa ternyata justru relatif kuat pada wilayah kabupaten/kota yang secara aktual
bukanlah wilayah berbasis industri; b. Pada Sektor konstruksi menunjukkan
kekuatan sektor ini terhadap pembentukan total PDRB di Pulau Jawa berada di
wilayah hinterland Bandung, Jabodetabek, Surabaya dan juga di bagian barat
Jawa Tengah dan di bagian selatan dan timur Jawa Timur; c. Pada Sektor
perdagangan, hotel dan restoran kekuatan terhadap pembentukan total PDRB di
Pulau Jawa sifatnya meluas di wilayah sekitar Jabodetabek, Bandung, bagian
barat Jawa Tengah, dan beberapa wilayah di bagian barat dan selatan Jawa Timur;
d.Pada sektor transportasi dan komunikasi menunjukkan kekuatan terhadap
pembentukan total PDRB di Pulau Jawa di wilayah Semarang dan sekitarnya,
serta wilayah Surabaya dan sekitarnya sampai dengan wilayah selatan dan timur
Jawa Timur; dan e.Pada sektor jasa-jasa, kekuatan sektor ini terhadap
pembentukan total PDRB di Pulau Jawa terutama di koridor Jakarta Bandung,
Ciamis-Cirebon, dan Semarang-Yogya sampai dengan Surabaya. Selain itu,
kekuatan sektor ini meluas hingga ujung timur Jawa Timur yaitu Banyuwangi dan
Bondowoso.
Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah: (1)
Pengembangan sektor-sektor PDRB yang berpengaruh signifikan terhadap
pembentukan total PDRB Pulau Jawa khususnya sektor industri dikembangkan
tidak lagi berbasis pada kondisi aktual selama ini yang merupakan basis industri
namun pada simpul-simpul yang secara spasial merupakan konektivitas antar
wilayah bagian timur dan barat Pulau Jawa yaitu pada wilayah tengah Pulau Jawa;
(2) Sektor-sektor PDRB yang berpengaruh signifikan lainnya terhadap
pembentukan total PDRB seperti sektor perdagangan hotel dan restoran, dan
konstruksi pengembangan sektor ini berupa perluasan ke wilayah hinterland nya,
sementara sektor transportasi dan komunikasi, dan jasa-jasa perluasan yang
dilakukan sifatnya pemerataan untuk setiap wilayah; (3) Terkait dengan
pengembangan penelitian sejenis khususnya dalam pengembangan metode yang
dilakukan, variabel-variabel yang terkait dengan keberagaman spasial disarankan
dapat diperkaya lagi misalnya memasukkan karakteristik fisik wilayah dan
demografi; (4) Data dan informasi mengenai karakteristik jaringan transportasi
antar wilayah kabupaten/kota dan provinsi termasuk jalur-jalur yang harus dilalui
disarankan dapat ditambahkan untuk membangun pemodelan matriks contiguity
dan mengembangkan model yang lebih baik.
Collections
- MT - Agriculture [3683]