Kajian Risiko Kesehatan Lingkungan Masyarakat Bantaran Sungai Kuantan Akibat Pajanan Merkuri di Kabupaten Kuantan Singingi
Date
2021Author
Hasibuan, Dwi Kartika Asih
Riani, Etty
Anwar, Syaiful
Metadata
Show full item recordAbstract
Penambangan Emas Tanpa Ijin (PETI), masih marak terjadi di Sungai Kuantan. Kegiatan PETI selalu dikaitkan dengan kebutuhan ekonomi individu maupun kelompok. Terdapat kelompok yang diuntungkan dan kelompok yang dirugikan seperti masyarakat yang menerima dampak lingkungan.
PETI dapat berdampak pada pencemaran Hg pada air sungai, air sumur, sedimen dan ikan. Perairan yang tercemar Hg dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan akibat penurunan kualitas perairan tersebut. Saat ini belum ada penelitian yang melihat dampak kualitas perairan terhadap risiko kesehatan di Kabupaten Kuantan Singingi, sehingga diperlukan kajian mendalam yang dapat memperkirakan tingkat risiko kesehatan dan manajemen risiko pengendalian pencemaran.
Tujuan utama penelitian ini adalah mengkaji risiko kesehatan lingkungan masyarakat bantaran Sungai Kuantan di Kabupaten Kuantan Singingi. Tujuan utama ini dicapai dengan tujuan khusus yaitu; (1) mengetahui gambaran kandungan merkuri pada air sungai, air sumur, sedimen dan ikan ditinjau dari hulu, tengah dan hilir sungai; (2) mengetahui gambaran sosio-demografi, pola aktivitas, pola konsumsi, dan gangguan kesehatan masyarakat; (3) analisis besaran asupan pajanan merkuri pada masyarakat dari adsorbsi air sungai, asupan air sumur dan ikan; (4) analisis besaran risiko kesehatan non karsinogenik pada masyarakat ditinjau dari hulu, tengah dan hilir sungai; dan (5) merumuskan manajemen risiko yang tepat guna meminimalisirkan dampak pajanan merkuri pada masyarakat.
Pengambilan sampel lingkungan yaitu air sungai, air sumur, sedimen, ikan baung dan ikan kapiek dilakukan di tiga lokasi yaitu, Kec. Hulu Kuantan (hulu), Kec. Kuantan Tengah (tengah) dan Kec. Kuantan Hilir (hilir). Pengambilan sampel masyarakat yaitu 50 responden dewasa dan 50 responden anak (7 – 15 tahun) di setiap lokasi sehingga terdapat 300 responden. Selain itu terdapat enam responden tenaga kesehatan. Kandungan merkuri (Hg) pada masing-masing sampel lingkungan dianalisis sesuai dengan metode APHA dan SNI (Standar Nasional Indonesia). Data hasil analisis dibandingkan dengan baku mutu pencemaran. Data masyarakat diambil dengan teknik kusioner dan wawancara, data hasil analisis dijadikan variabel dalam perhitungan Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL).
Hasil menunjukkan konsentrasi Hg pada air sungai, air sumur (tengah dan hilir), sedimen berada di atas baku mutu pencemaran, sedangkan pada sampel ikan baung dan ikan kapiek masih berada di bawah standar baku mutu pencemaran. Konsentrasi Hg secara signifikan meningkat dari lokasi hulu sampai hilir pada air sungai dan sedimen. Konsentrasi Hg secara signifikan meningkat pada dua sumur warga di lokasi tengah dan hilir. Konsentrasi Hg secara signifikan terdapat pada ikan kapiek yang ditangkap di lokasi tengah sungai, namun tidak signifikan pada konsentrasi Hg ikan baung antar lokasi penelitian.
Gambaran masyarakat yang ditinjau dari sosio-demografi, pola konsumsi, pola aktivitas, dan gangguan kesehatan lokasi hulu dan hilir mirip, sedangkan lokasi tengah berberbeda dari lokasi lainnya. Rata-rata adsorbsi dermal air sungai, asupan air sumur, ikan baung dan ikan kapiek mayoritas tertinggi terdapat pada responden lokasi hilir dan terendah pada responden lokasi tengah. Adsrobsi dermal air sungai berada di bawah standar risiko, sehingga belum diperlukan manajemen risiko. Asupan air sumur tengah dan hilir, asupan ikan baung dan kapiek hulu dan hilir berada diatas standar risiko, sehingga diperlukan manajemen risiko. Namun demikian perlu diperhatikan pada lokasi tengah adanya nilai yang sudah mendekati standar risiko. Manajemen risiko untuk asupan air sumur tengah dan hilir adalah menurunkan konsentrasi dari rata-rata keseluruhan 0,03195 mg/l menjadi batas konsentrasi real time – life time, yaitu 0,0034 – 0,0043 mg/l (responden dewasa) dan 0,002 – 0,0054 mg/l (responden anak). Manajemen risiko untuk asupan ikan baung dan ikan kapiek hulu dan hilir dari 0,1173 mg/kg dan 0,1250 mg/kg menjadi 0,0797 – 0,1002 mg/kg dan 0,0891 mg/kg (life time responden anak), dengan batas frekuensi konsumsi 2 – 3 kali dalam seminggu (hulu dan tengah) dan 1 – 2 kali dalam seminggu (hilir) dengan asumsi pola konsumsi sama.
Kata kunci : amalgamasi, antropometri, ARKL, baku mutu pencemaran, PETI.