Dampak Perubahan Luas Mangrove di Papua dan Papua Barat terhadap Emisi Karbon
Abstract
Mangrove adalah ekosistem hutan pantai yang unik karena kemampuannya dalam menyerap dan menyimpan karbon atmosfer dan perairan dalam jumlah besar bahkan jika dibandingkan dengan tipe hutan lain. Namun keberadaannya di Papua dan Papua Barat kini terus mengalami penurunan luas akibat faktor antropogenik (perubahan fungsi lahan) dan faktor alam. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengawasan dan pelaporan kondisi mangrove hubungannya dengan dampak yang ditimbulkan akibat perubahan luas mangrove terhadap pelepasan sejumlah emisi karbon ke atmosfer dalam jangka waktu yang lama. Penelitian yang dilakukan memiliki tujuan (i) mengidentifikasi penyebaran luas mangrove, (ii) menduga laju penurunan luas dan konsekuensinya terhadap cadangan karbon menurut tipe hidrogeomorfik, dan (iii) menduga emisi karbon di atas permukaan tanah setiap kabupaten akibat perubahan tutupan lahan mangrove dekade pertama (2001-2010) dan kedua (2011-2018) dengan memanfaatkan Atlas Papua dan pendekatan beda-cadangan (stock-difference approach) di setiap tipe hidrogeomorfik. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa Kabupaten Teluk Bintuni memiliki persentase luas mangrove terbesar yaitu 19% (228.419 ha) dan Kabupaten Tambrauw memiliki luas terkecil 0,002% (10 ha) dari total seluruh luas mangrove di Papua dan Papua Barat sebesar 1.174.947 ha pada tahun 2018. Luasan mangrove terdeteksi mengalami penurunan luas akibat perubahan fungsi lahan menjadi badan air, kawasan penambangan, daerah penebangan kayu, dan tutupan lahan lain seperti pemukiman hingga pelebaran jalan dengan laju 0,16%/th. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya pengurangan cadangan karbon di atas permukaan dengan laju 10,52±8,60 Gg C/th atau 19,30±15,78 Gg CO2 ha/th. Emisi CO2 rata-rata dari deforestasi mangrove di Provinsi Papua dan Papua Barat tersebut hanya menyumbang 0.002% dari emisi nasional sektor FOLU sebesar 979.422 Gg CO2 ha/th.