Ketahanan Prototipe Sirap Bambu terhadap Cuaca Setelah Tiga Tahun Pengujian di Lapangan
Abstract
Sebagai salah satu upaya optimasi pemanfaatan sumberdaya hayati endemik
Provinsi Sulawesi Selatan, Balai Penelitian dan Pengembangan Perumahan
Tradisional Wilayah III Makassar telah mengembangkan prototipe sirap bambu
sebagai alternatif komponen atap bangunan gedung. Prototipe sirap tersebut dibuat
dari bambu parring (Gigantochloa atter Kurtz.) dengan dua kondisi morfologi yang
berbeda yaitu masih berkulit dan sudah dikuliti (debarked). Namun demikian
ketahanan kedua prototipe sirap bambu tersebut terhadap cuaca di wilayah tropika
seperti Indonesia belum diketahui. Suatu pengujian lapangan selama tiga tahun
telah dilakukan untuk mengetahui ketahanan kedua prototipe sirap bambu tersebut
terhadap cuaca pada kemiringan 45°. Intensitas retak, belah, dan serangan mikroba
pada prototipe sirap bambu pasca pengujian masing-masing ditelaah dengan
merujuk kepada ASTM D 660-93, ASTM D 661-93, dan ASTM D 3274-95.
Disamping itu, sifat fisis dan kandungan kimiawi prototipe sirap bambu sebelum
dan sesudah pengujian lapangan juga dianalisis di laboratorium. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa setelah tiga tahun pengujian, intensitas retak pada prototipe
sirap bambu, baik yang berkulit maupun tanpa kulit sangat tinggi, yaitu masingmasing
82.99% dan 94.87%. Demikian juga intensitas serangan cendawan pelapuk
pada kedua prototipe sirap bambu sangat tinggi yaitu masing-masing mencapai
98.39% (prototipe sirap tanpa kulit) dan 93.39% (prototipe sirap berkulit). Adanya
serangan cendawan pelapuk tersebut menyebabkan prototipe sirap bambu, baik
yang berkulit maupun tanpa kulit mengalami perubahan warna (discoloration) yang
signifikan, yaitu menjadi lebih gelap dengan nilai ΔE mencapai 55.33 (prototipe
sirap tanpa kulit) dan 42.16 (prototipe sirap berkulit) yang mengakibatkan keragaan
(performance) prototipe sirap bambu menurun signifikan sesudah terpapar cuaca.
Sementara itu, intensitas belah pada prototipe sirap bambu berkulit dan tanpa kulit
masing-masing mencapai 17.87% dan 23.29%. Dengan perkataan lain, setelah tiga
tahun pengujian lapangan, ternyata ketahanan kedua sirap bambu terhadap cuaca
sangat rendah, yaitu tergolong Kelas Ketahanan 0 (prototipe sirap tanpa kulit) dan
Kelas Ketahanan 1 (prototipe sirap berkulit). Adapun jenis mikroba yang ditemukan
merusak prototipe sirap bambu pasca pengujian lapangan adalah cendawan
Dacryopinax spathularia, Schizophyllum commune, Poria sp., Pycnoporus
sanguineus, dan Trichoderma sp.. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa pada
prototipe sirap bambu yang mengalami pemaparan terhadap cuaca terjadi
peningkatan kadar air dan penyusutan lebar secara singnifikan. Sebaliknya, berat
jenis, kerapatan, pengembangan lebar dan kandungan zat ekstraktif terlarut air
dingin menurun.
Collections
- UT - Forestry Products [2376]