Trade Creation dan Trade Diversion atas Pemberlakuan ACFTA terhadap Perdagangan Hortikultura Indonesia
Abstract
Peningkatan Free Trade Agreement (FTA) dalam dua dekade terakhir telah
memberikan dampak yang signifikan pada perdagangan internasional. Salah satu
FTA yang ditandatangani oleh Indonesia adalah ACFTA (Asean-China Free Trade
Area), kawasan perdagangan bebas bagi negara-negara di kawasan Asia Tenggara
dan China yang dimulai sejak tahun 2004. The Early Harvest Programm (EHP)
adalah program untuk menghapuskan hambatan perdagangan komoditas (HS 01-
HS 08) secara bertahap. Bagi Indonesia, produk hortikultura dengan kode HS 07
(Edible vegetables and certain roots and tubers) dan HS 08 (Edible fruit and nuts;
peel of citrus fruit or melons) menjadi produk dengan total perdagangan terbesar.
Sub-sektor hortikultura seharusnya mendapat dampak positif atas implementasi
ACFTA. Namun demikian, kinerja sub-sektor hortikultura belum memberikan
kinerja yang berarti ketika sebagian besar komoditas hortikultura telah diturunkan
tarifnya melalui program EHP. Sebaliknya, yang terjadi adalah impor hortikultura
mengalami peningkatan pasca ACFTA diberlakukan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis : 1) Keragaan ekonomi
negara anggota ACFTA 2) Keragaan perdagangan hortikultura negara anggota
ACFTA 3) Daya saing produk hortikultura negara ASEAN-5 dengan China baik
sebelum atau sesudah ACFTA diberlakukan dan 4) Dampak trade creation dan trade
diversion atas pemberlakuan ACFTA terhadap perdagangan produk hortikultura
Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan RSCA (Revealed Symetric
Comparative Advantage) untuk menganalisis daya saing produk hortikultura
tersebut dan dampak kreasi perdagangan dan diversi perdagangan atas
pemberlakuan ACFTA dianalisis menggunakan pendekatan model gravitasi. Data
yang dianalisis adalah data time series tahunan dari 2001 hingga 2018 dan data
cross section 17 negara ( 7 negara anggota ACFTA dan 10 negara utama mitra
dagang Indonesia).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa negara diantara anggota ACFTA yang
memiliki jumlah terbesar jika dilihat dari keragaan ekonominya adalah GDP riil
dan populasi (China dan Indonesia) serta GDP riil per kapita (Singapura dan Brunei
Darussalam). Jika dilihat dari keragaan perdagangan produk hortikultura Indonesia,
impor didominasi produk hortikultura asal China. Di sisi ekspor, tujuan ekspor
relatif terdiversifikasi diantara negara anggota ACFTA yaitu Thailand, Vietnam
dan Malaysia. Dengan pendekatan RSCA didapatkan hasil bahwa daya saing pada
produk-produk sayuran di kawasan ASEAN-China dimiliki oleh China dan
Thailand (RSCA > 0). Negara-negara anggota ACFTA yang memiliki keunggulan
komparatif untuk produk buah-buahan adalah China, Philipina dan Thailand
(RSCA > 0). Sementara itu berdasarkan nilai RSCA, Indonesia tidak berdaya saing
pada kedua jenis produk hortikultura tersebut (RSCA < 0).
Hasil estimasi model gravitasi menunjukkan bahwa telah terjadi kreasi
perdagangan pada sektor perdagangan produk hortikultura Indonesia baik dari sisi
impor maupun ekspor dan tidak menyebabkan adanya diversi perdagangan atas
pemberlakuan ACFTA tersebut. Dalam hal impor, ACFTA telah memberikan efek
peningkatan perdagangan sebesar 63.57 persen [(exp(0. 0.492063)-1)*100)] lebih
tinggi daripada tanpa ACFTA. Sementara itu di sisi ekspor, ACFTA telah
memberikan efek peningkatan perdagangan sebesar 110.97 persen
[(exp(0.746555)-1)*100)] lebih tinggi daripada tanpa ACFTA. Rekomendasi
kebijakan yang dapat disarankan adalah melakukan kebijakan peningkatan daya
saing melalui perbaikan komponen manajerial dan teknologi baik melalui teknik
budidaya mengikuti Good Agricultural Practise (GAP), penanganan pasca panen
dan perbaikan sistem distribusi produk hortikultura seiring terbukanya pasar di
kawasan ini bagi UMKM.
Collections
- MT - Economic and Management [2878]