Evaluasi Toleransi Kekeringan Beragam Genotipe Kacang Bambara (Vigna subterranea L. Verdc.) pada Fase Perkecambahan, Pertumbuhan Tanaman dan Produksi Benih
View/ Open
Date
2020Author
Rahmah, Nadiya Iftiwata
Ilyas, Satriyas
Setiawan, Asep
Metadata
Show full item recordAbstract
Kacang bambara (Vigna subterranea L. Verdc.) merupakan salah satu
tanaman kacang-kacangan yang potensial dikembangkan sebagai salah satu upaya
diversifikasi pangan lokal karena memiliki kandungan protein dan karbohidrat
yang tinggi. Tanaman ini juga diketahui memiliki sifat relatif toleran terhadap
kekeringan dibandingkan tanaman kacang-kacangan lainnya. Sifat ini penting
untuk diidentifikasi lebih lanjut karena dapat menjadi salah satu strategi dalam
menghadapi masalah perubahan iklim seperti kekeringan, yang dapat mengganggu
aktivitas pertanian dan menurunkan produksi pertanian. Indonesia mempunyai
banyak lanras kacang bambara tetapi belum diketahui tingkat toleransinya
terhadap kekeringan. Pendugaan tingkat toleransi kekeringan genotipe dapat
dilakukan pada fase perkecambahan, pertumbuhan vegetatif hingga generatif
tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk (1) menentukan peubah yang tepat pada
fase perkecambahan sebagai deteksi dini toleransi beragam genotipe kacang
bambara terhadap simulasi kekeringan menggunakan polietilen glikol (PEG), (2)
mendapatkan informasi respon pertumbuhan tanaman dan produksi benih
beragam genotipe kacang bambara terhadap kekeringan menggunakan kadar air
media tanam yang berbeda, serta tingkat toleransi kekeringan berdasarkan
produksi benih di rumah kaca, (3) mengevaluasi kesesuaian pendugaan toleransi
kekeringan pada fase perkecambahan dengan produksi benih di rumah kaca.
Percobaan pertama adalah penentuan peubah utama penduga toleransi dan
pendugaan tingkat toleransi kekeringan beragam genotipe kacang bambara pada
fase perkecambahan menggunakan senyawa PEG 6000. Percobaan disusun dalam
rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan 2 faktor dan 4 ulangan.
Faktor pertama adalah 10 genotipe kacang bambara, yaitu Sumedang coklat,
Sumedang hitam, Gresik hitam, Madura hitam, Tasikmalaya hitam, Sukabumi
hitam, IITA 686, S19-3, DODR, dan Uniswa red. Faktor kedua adalah konsentrasi
PEG 6000 yang diaplikasikan pada media perkecambahan sebagai perlakuan stres
kekeringan, yaitu 0% (optimum) dan 10% (cekaman kekeringan). Peubah yang
diamati adalah daya berkecambah, keserempakan tumbuh, kecepatan tumbuh,
panjang akar, tunas, dan kecambah, rasio panjang akar-tunas, bobot kering akar,
tunas, dan kecambah, serta indeks sensitivitas kekeringan (ISK).
Percobaan kedua adalah mendapatkan informasi respon pertumbuhan
tanaman dan produksi benih beragam genotipe kacang bambara terhadap
kekeringan, serta pendugaan tingkat toleransi kekeringan genotipe berdasarkan
produksi benih di rumah kaca. Percobaan disusun dalam rancangan kelompok
lengkap teracak (RKLT) dengan 2 faktor dan 3 ulangan. Faktor pertama adalah 10
genotipe kacang bambara seperti pada percobaan pertama, sedangkan faktor
kedua adalah perlakuan cekaman kekeringan media tanam berdasarkan kadar air
kapasitas lapang yaitu, 100%, 75%, dan 60% kapasitas lapang (KL). Peubah yang
diamati adalah daya tumbuh, tinggi tanaman, jumlah daun, indeks vegetasi
tanaman (normalized different vegetation index-NDVI), kandungan klorofil daun,
hari berbunga, densitas stomata, kandungan prolin daun, bobot basah dan kering
brangkasan, total biomassa tanaman, bobot basah dan kering polong, jumlah
polong total dan polong isi, indeks panen, produksi benih per tanaman, serta nilai
ISK berdasarkan produksi benih per tanaman.
Evaluasi toleransi kekeringan pada fase perkecambahan menunjukkan
bahwa simulasi kekeringan menggunakan PEG 6000 10% dapat membedakan
respon perkecambahan beragam genotipe kacang bambara terhadap kekeringan.
Evaluasi pada fase ini dapat mengelompokkan 10 genotipe kacang bambara ke
dalam 2 tingkat toleransi kekeringan, yaitu sensitif dan medium toleran terhadap
kekeringan berdasarkan peubah kecepatan tumbuh, panjang tunas, bobot kering
tunas, dan bobot kering kecambah sebagai peubah utama seleksi berdasarkan
analisis komponen utama. Pada percobaan ini, genotipe Sumedang coklat,
Sumedang hitam, Gresik hitam, Tasikmalaya hitam, dan Uniswa red tergolong
sensitif terhadap kekeringan, sedangkan genotipe Madura hitam, Sukabumi hitam,
IITA 686, S19-3, dan DODR tergolong medium toleran terhadap kekeringan.
Evaluasi respon pertumbuhan tanaman dan produksi benih terhadap
kekeringan di rumah kaca menunjukkan bahwa tanaman kacang bambara masih
dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada kadar air media tanam 75% KL,
dan mengalami cekaman kekeringan pada kadar air media tanam 60% KL.
Perlakuan kadar air media tanam 60% KL merupakan taraf cekaman kekeringan
yang tepat dalam membedakan respon pertumbuhan tanaman dan produksi benih
kacang bambara terhadap kekeringan. Tingkat toleransi kekeringan genotipe
ditentukan dengan menggunakan nilai ISK berdasarkan produksi benih per
tanaman pada perlakuan kadar air media 60% KL. Pada percobaan ini, 10
genotipe kacang bambara dapat dikelompokkan ke dalam 3 tingkat toleransi
kekeringan, yaitu sensitif, medium toleran, dan toleran terhadap kekeringan.
Genotipe Sumedang coklat, Sumedang hitam, Gresik hitam, Tasikmalaya hitam,
dan Sukabumi hitam tergolong sensitif terhadap kekeringan, genotipe Madura
hitam, IITA 686, dan Uniswa red tergolong medium toleran terhadap kekeringan,
sedangkan genotipe S19-3 dan DODR tergolong toleran terhadap kekeringan.
Genotipe S19-3 dan DODR teridentifikasi toleran kekeringan dengan produksi
benih yang stabil pada ketiga kadar air media tanam. Oleh karena itu, genotipe
S19-3 dan DODR dapat direkomendasikan sebagai calon tetua dalam kegiatan
pemuliaan tanaman seperti perakitan genotipe Indonesia yang toleran kekeringan.
Berdasarkan penelitian ini, evaluasi tingkat toleransi kekeringan pada fase
perkecambahan dengan PEG 6000 10% memiliki proporsi kesesuaian sebesar
60% dengan evaluasi pada fase pertanaman di rumah kaca (kadar air media tanam
60% KL). Evaluasi pada kedua fase tersebut dapat menduga genotipe Sumedang
coklat, Sumedang hitam, Gresik hitam, dan Tasikmalaya hitam sebagai genotipe
sensitif kekeringan, sedangkan genotipe Madura hitam dan IITA 686 sebagai
genotipe medium toleran terhadap kekeringan. Hal ini menunjukkan bahwa
penggunaan PEG 6000 10% pada fase perkecambahan potensial dijadikan sebagai
metode seleksi genotipe toleran terhadap kekeringan, terutama genotipe dalam
jumlah yang besar.
Collections
- MT - Agriculture [3683]