Proses Pemurnian Fraksi Kaya Rhodinol Minyak Sereh Wangi Menggunakan Spinning Band Distillation
View/ Open
Date
2019Author
Fitrah, Arum Nur
Rusli, Meika Syahbana
Setyaningsih, Dwi
Metadata
Show full item recordAbstract
Indonesia merupakan penghasil minyak sereh wangi nomer tiga terbesar di
dunia setelah Cina dan Vietnam dengan perkiraan produksi 350 ton/tahun
(Sulaswatty et al. 2019). Minyak sereh wangi terdiri dari tiga komponen utama
yaitu sitronelal, sitronelol, dan geraniol. Sitronelol dan geraniol memiliki titik didih
yang berdekatan sehingga sulit dipisahkan, campuran keduanya disebut rhodinol.
Rhodinol banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pewangi, aromaterapi, perisa,
farmasi, kosmetik, komponen penyusun minyak mawar, pengusir nyamuk, dan bioaditif
bahan bakar minyak (Balitro 2010). Rhodinol dapat diperoleh dari Geranium
sp, namun tanaman ini tidak umum tumbuh di Indonesia. Rhodinol juga dapat
dihasilkan dari minyak bumi atau diekstraksi melalui reaksi kimia namun, produk
tergolong sintetis dan dapat menyisakan kontaminan yang dapat berdampak pada
kesehatan jangka panjang, serta membutuhkan biaya lebih pada pengolahan limbah
dan penyediaan bahan kimia. Dengan demikian, natural rhodinol sangat potensial
untuk dihasilkan di Indonesia.
Pada rangkaian penelitian ini dilakukan pemisahan secara fis ik, komponen
minyak sereh wangi pada penelitian sebelumnya difraksinasi dengan alat distilasi
molekular dan fraksinasi vakum namun, kadar dan perolehan (recovery) yang
dihasilkan belum tinggi. Spinning band distillation merupakan teknologi
pemisahan baru dengan pita berpilin di tengahnya yang menciptakan jumlah plat
teoritis yang tinggi sehingga tinggi kolom jauh lebih pendek dibandingkan kolom
fraksinasi biasa. Pita putar menghasilkan putaran ke bawah sehingga membuat
keadaan lebih homogen dan penguapan lebih bertahap dengan adanya transfer
panas dan massa antar molekul uap yang bertumbukan dengan molekul cairan pada
lapisan refluks (Song-lin et al. 2009). Komposisi fase gas dan fase cair mengalami
perubahan di sepanjang kolom. Mekanisme ini memperkaya molekul yang bertitik
didih lebih rendah terkumpul di kolom bagian atas (Savarkar et al. 2017). Tujuan
penelitian ini adalah mengetahui suhu potong, tekanan, laju panas, dan waktu
equilibration yang tepat untuk conditioning alat sebelum proses pemisahan
rhodinol berlangsung serta mengetahui pengaruh rasio refluks dan suhu potong
fraksi rhodinol terhadap kemurnian dan recovery rhodinol yang dihasilkan.
Analisis GC dan warna dilakukan pada bahan untuk menguji kemurnian dan
kadar komponen bahan, serta pada fraksi hasil untuk menghitung kadar dan
recovery. Berdasarkan hasil uji, bahan merupakan minyak murni tanpa pengotor
(adulterant). Berdasarkan letak peak sitronelol dan geraniol, fraksi dibagi menjadi
tiga bagian: F1 (mengandung sitronelal, linalool, isopulegol, dan komponen minor
lainnya), F2 (rhodinol), dan residu (mengandung sitronelil asetat, geranil asetat, dan
komponen minor lainnya); dan kadar tiap fraksi dihitung dengan menjumlahkan
seluruh peak yang ada di tiap fraksi, hasil berturut-turut pada F1, F2 dan R yaitu,
21,73%; 61,7%; dan 15,82%. Persentase ini menjadi rasio untuk menghitung
volume tiap fraksi. Feed yang digunakan pada penelitian adalah 500 ml, maka
v
volume F1 yang dihitung adalah sebesar 108,65 ml, F2 sebesar 308,5 ml, dan residu
sebesar 79,08 ml.
Pada tahap conditioning, suhu potong fraksi diuji pada 210 oC, 225 oC, 230
oC, dan 240 oC. Grafik pergerakan suhu menunjukkan suhu cepat mengalami
kenaikan sehingga suhu potong F1 diturunkan pada 160 oC, yaitu saat refluks mulai
terjadi. Kadar rhodinol yang cukup tinggi mulai diperoleh pada suhu 230 oC
sehingga varibel suhu penguapan rhodinol (suhu potong F2) dilakukan pada pada
suhu 230 oC dan 235 oC. Tekanan diuji pada 3 mmHg dan 4 mmHg. Laju panas
diuji secara trial error mulai dari 20%. Waktu equilibration diuji pada 5, 15, dan
30 menit. Metode terbaik yang menghasilkan pergerakan suhu stabil adalah laju
panas 18 – 17%, suhu potong awal 160 oC, tekanan 3 mmHg, dan kadar rhodinol
tertinggi pada waktu equilibration 30 menit dengan hasil yang berbeda nyata
dengan 5 menit namun tidak berbeda nyata dengan 15 menit. Semakin tinggi waktu
equilibration dan rasio refluks, semakin murni distilat yang dihasilkan karena
rektifikasi semakin lama, dimana terjadi perpindahan panas dari molekul yang
bertitik didih lebih tinggi ke molekul yang bertitik didih lebih rendah di sepanjang
kolom sehingga penguapan lebih selektif.
Pada tahap pemurnian, variabel yang digunakan adalah rasio refluks 3 : 1 dan
5 : 1, serta suhu potong F2 230 oC dan 235 oC. Variabel 5 : 1 pada 230 oC
menghasilkan kadar rhodinol tertinggi yaitu 81,29%, rendemen rhodinol tertinggi
yaitu 166,78 g dengan recovery 72,94%, dan volume fraksi cukup tinggi yaitu
166,00 ml (55,33% dari volume feed). Kadar rhodinol variabel lain sebesar 79,81%
(3 : 1 pada 230 oC), 80,53% (3 : 1 pada 235 oC), dan 80,21% (5 : 1 pada 235 oC)
dengan recovery rhodinol berturut-turut sebesar 71,82%, 70,31%, dan 68,23%.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa variabel rasio refluks dan suhu tidak
memberikan perbedaan yang nyata terhadap kadar dan rendemen fraksi rhodinol,
namun suhu memberikan pengaruh nyata terhadap recovery sedangkan rasio refluks
tidak.
Collections
- MT - Agriculture Technology [2272]