Ekologi, Etnobotani, dan Konservasi Rotan di Taman Nasional Lore Lindu Provinsi Sulawesi Tengah
View/ Open
Date
2020Author
Yulianto
Soekmadi, Rinekso
Hikmat, Agus
Kusmana, Cecep
Metadata
Show full item recordAbstract
Rotan merupakan salah satu komponen ekosistem hutan yang penting dalam menyediakan sumber makanan bagi beberapa satwa, habitat serangga, dan berpengaruh dalam siklus hara pada ekosistem hutan. Rotan mempunyai nilai ekonomi tinggi dibandingkan dengan hasil hutan bukan kayu (HHBK) lainnya. Rotan di kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) merupakan sumber daya bersama (common-pool resources) yang dicirikan sifatnya substractable dan non-excludable. Pemanfaatan rotan dalam kawasan TNLL cenderung open access yang ditandai dengan sulitnya mengendalikan permintaan dalam mengambil manfaat dari sumber daya. Open access menyebabkan over-harvesting dan konflik pemanfaatan. Penegakan hukum yang ketat untuk mengendalikan pemanfaatan rotan oleh otoritas TNLL ini tidak berhasil mengendalikan penurunan populasi rotan dan kerusakan habitatnya. Kemudian, pada tahun 2000-an diinisiasi kelembagaan lokal KKM-1 di 26 desa penyangga TNLL. Pelaksanaan KKM-1 mengalami beberapa kendala antara lain tidak liniernya aturan (nested enterprise problems) pada level aturan operasional (operational-choice rules) dengan level konstitusi (constitutional-choice rules), tidak tepatnya alokasi KKM-1 pada zona rehabilitasi dan zona pemanfaatan, dan tidak adanya pengalihan sekumpulan hak (bundle of rights) ke masyarakat. Selanjutnya pada tahun 2017, kelembagaan lokal tersebut diinisiasi kembali dengan nama Kemitraan Konservasi Masyarakat (KKM-2) dengan harapan mampu melestarikan rotan dan kawasan, mengurangi konflik, dan mendukung ekonomi masyarakat sekitar.
Penelitian ini bertujuan mengembangkan strategi konservasi rotan dalam mendukung pengelolaan taman nasional mandiri. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan (1) Kajian aspek ekologi rotan dan interaksinya degan faktor abiotik dan biotik; (2) Kajian bentuk-bentuk etnobotani rotan di masyarakat; (3) Kajian nilai ekonomi dan peranan rotan bagi masyarakat di wilayah penyangga TNLL; (4) Membangun model pemanenan rotan lestari dengan menggunakan pendekatan dinamika sistem (system dynamic approach); (5) Analisis hubungan antara stakeholder yang terkait pemanfaatan rotan di kawasan TNLL; (6) Pengembangan kelembagaan lokal pengelolaan rotan lestari di TNLL dengan menggunakan Social-Ecological System framework.
Penelitian ini dilaksanakan di kawasan TNLL dan beberapa desa penyangga seperti Desa Toro, Tuva, Tomado, Sedoa dan Kamarora A. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober 2017 sampai dengan Maret 2018. Pengumpulan data ekologi rotan melalui inventarisasi rotan dengan 39 strip sampling dan 195 petak contoh. Data sosial dikumpulkan melalui focus group discussion, wawancara, kuesioner, dan data sekunder. Analisis ekologi rotan meliputi keanekaragaman spesies, kelimpahan dan interaksi dengan komponen biotik dan abiotik. Kajian ekonomi berupa analisis pendapatan dan kelayakan, sedangkan etnobotani rotan berupa kajian nilai guna (use values) dan retensi pengetahuan. Pengembangan kelembagaan KKM-2 menggunakan Social-Ecological System (SES) framework. System dinamics digunakan untuk menghitung kuota pemanenan, nilai ekonomi,
harga yang layak dan jumlah perotan. Strategi untuk mewujudkan taman nasional madiri dikembangkan dari hasil kajian kelembagaan dan pengelolaan pendapatan.
Hasil kajian ekologi menunjukkan rotan di TNLL tersebar di enam tipe habitat dengan jumlah spesies sebanyak 19 spesies dengan 4 spesies merupakan rotan komersial. Tipe habitat lower montane forest merupakan tipe habitat paling penting bagi rotan dengan nilai keanekaragaman (H=2.52), kemerataan (E=0.87) dan kekayaan spesies (R=2.52) tertinggi. Togisi (Calamus inops) merupakan spesies rotan yang paling banyak dimanfaatkan masyarakat dengan nilai manfaat (use values) sebesar 2.27. Masyarakat hukum adat Ngata Toro dan Tomado (To Lindu) mempunyai hukum adat yang mengatur pembagian wilayah tradisional dan juga pemanfaatan rotan secara lestari. Rotan dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk tujuan komersial, subsisten, dan jaring pengaman ekonomi (economic safety nets). Pada kondisi sekarang, pendapatan dari mencari rotan untuk cash income tidak mampu mensejahterakan perotan karena rantai pemasaran sangat panjang, ketergantungan modal dengan middlemen, dan harga di tingkat perotan sangat rendah. Berdasarkan analisis menggunakan system dynamics, pola pemanenan rotan saat ini tidak mampu menjamin kelestarian. Untuk sebab itu, keseimbangan ekologi dan ekonomi dapat tercapai dengan menetapkan kuota pemanenan, jumlah perotan, dan menetapkan harga yang layak (reasonable price). Peningkatan nilai ekonomi dapat dilakukan dengan penanaman dan meningkatkan nilai tambah (added value) produk rotan. Model system dynamics menunjukan bahwa penanaman dan peningkatan nilai tambah rotan mampu meningkatkan pendapatan dan jumlah peluang kerja di bidang pemanfaatan rotan.
Pengelolaan rotan di kawasan TNLL perlu melibatkan stakeholder lain. Analisis stakeholder menunjukkan Balai Besar TNLL dan Lembaga Adat Ngata Toro merupakan key players. Strategi yang perlu dibangun adalah melakukan manjemen kolaboratif dengan mengembangkan kelembagaan Kemitraan Konservasi Masyarakat (KKM-2). Pengembangan KKM-2 menggunakan SES framework menunjukkan adanya perbaikan dari kelembagaan sebelumnya (KKM-1) dengan (1) diterbitkannya aturan pilihan konstitusional (constitutional-choice rules) yang menjadi payung untuk aturan pilihan operasional (operational-choice rules) dan aturan pilihan kolektif (collective-choice rules) dalam konsep nested enterprises, (2) adopsi hukum adat, pengetahuan ekologi rotan, dan peraturan pemerintah dalam mengembangkan aturan pilihan operasional kelembagaan, (3) penetapan zona tradisional akan memperjelas batas-batas sistem sumber daya (resource system), dan (4) adanya pengalihan sekumpulan hak-hak dari Balai Besar TNLL kepada lembaga adat. KKM-2 melalui manajemen kolaboratif akan meningkatkan legitimasi pemanfaatan, efektifitas pengelolaan, mengurangi potensi konflik, dan mengurangi exclusion costs. Berkurangnya exclusion cost akan berdampak terhadap pengurangan beban operasional cost dan meningkatkan kemandirian pengelolaan kawasan TNLL. Alternatif lain untuk mewujudkan taman nasional mandiri dengan mengelola pendapatan dan mengubah bentuk pola pengelolaan keuangan menjadi badan layanan umum.
Collections
- DT - Forestry [347]