Komunikasi Konflik dalam Konflik Antarkelompok di Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat
View/ Open
Date
2020Author
Isnaini, Muhamad
Sarwoprasodjo, Sarwititi
Kinseng, Rilus A
Kholil
Metadata
Show full item recordAbstract
Ruang yang semakin sesak akibat tekanan populasi membuat wilayah perkotaan menjadi rentan terhadap konflik. Konflik tersebut umumnya berbentuk perebutan sumber daya ekonomi, misalnya konflik hubungan industrial dan konflik ruang kota. Meskipun demikian, kekerasan rutin, dengan manifestasi berupa tawuran, penghakiman massa, dan pengeroyokan juga kerap terjadi. Kepadatan penduduk serta dominasi usia remaja pada distribusi penduduk memainkan peran sentral dalam kekerasan rutin itu.
Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan bisnis juga tak luput dari masalah kekerasan rutin, utamanya adalah konflik antarkelompok yang berbentuk tawuran. Konflik tersebut, meskipun sifatnya lokal, dapat mengakibatkan hilangnya rasa aman, timbulnya rasa takut, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, korban jiwa dan trauma psikologis masyarakat (dendam, benci, anti pati, dan sebagainya). Pada gilirannya, konflik tersebut menghambat pembangunan secara keseluruhan. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Johar Baru, daerah di Jakarta yang sangat rentan konflik karena kehadiran kelompok-kelompok nongkrong/delinkuen yang selalu berseteru.
Penelitian ini bertujuan: 1) menganalisis basis pembentukan kelompok; 2) menganalisis jaringan permusuhan dan aliansi antar kelompok; 3) menganalisis praktik komunikasi konfliktual dalam konflik antarkelompok; 4) menganalisis narasi konflik antarkelompok; 5) menganalisis strategi komunikasi dalam penyelesaian konflik antarkelompok. Untuk menjawab tujuan penelitian tersebut, maka penelitian ini menggunakan perspektif komunikasi. Analisis konflik menggunakan pendekatan komunikasi menjadi penting, karena sejauh ini penelitian tentang konflikberada di ranah psikologi, sosiologi, dan bahkan ilmu politik.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma konstruktivis, yakni paradigma yang mencurahkan perhatian pada interaksi peneliti-tineliti. Untuk memperkuat data kualitatif, digunakan pendekatan kuantitatif yang bertujuan: 1) pemetaan; 2) mengetahui jaringan komunikasi yang terbentuk antar kelompok. Pada penelitian ini, pendekatan kuantitatif bersifat deskriptif dan tidak bermaksud untuk menguji hipotesis. Pengumpulan data kuantitatif menggunakan sensus, sementara pada pengumpulan data kualitatif, teknik pengumpulan datanya adalah wawancara mendalam, observasi, analisis isi kualitatif, dan penelusuran dokumen. Adapun jumlah informan, baik informan kunci maupun pendukung dalam penelitian ini sebanyak 34 orang.
Hasil penelitian menunjukkan, basis pembentukan kelompok sebagian besar adalah teritorial. Meski ada sejumlah kelompok yang basis pembentukannya adalah etnisitas dan hobi, namun pada akhirnya menjadikan teritorial sebagai basis aktivitas. Teritorial selain berfungsi sebagai alat pengendali, juga menjadi alat jadi diri, alat pertaruhan, sekaligus menjadi alat sumber daya yang penting, baik sumber daya kapital (ekonomi) maupun sumber daya sosial.
Hasil analisis jaringan menunjukkan rivalitas antar kelompok tidak saling mengunci. Hal ini karena kepadatan dan ketertutupan jaringan yang rendah. Dengan demikian, tidak ada musuh yang abadi bagi kelompok-kelompok di Kecamatan Johar Baru. Hal yang sama juga ditemui pada jaringan aliansi. Meskipun demikian, penggunaan analisis jaringan mampu memperbaiki analisis spasial dalam memetakan kelompok rivalitas dan kelompok pertemanan/aliansi.
Arena praktik komunikasi konfliktual berlangsung daring dan luring. Manifestasi praktik daring adalah vigilantisme digital, yakni praktik pengamanan, pengawasan, penghukuman, pengendalian, dan pendisiplinan melalui media sosial. Praktik komunikasi konfliktual luring berlangsung dengan menekankan gaya komunikasi, pesan verbal, terutama pilihan kata (diksi), dan pesan non-verbal.
Integrasi teori infrastruktur komunikasi dan teori konvergensi simbolik serta teori identitas sosial menghasilkan gambaran yang lebih utuh mengenai konflik antarkelompok yang terjadi di Kecamatan Johar Baru. Tema fantasi yang diproduksi oleh masing-masing agen dalam infrastruktur komunikasi terjalin satu dengan lain dan berperan sebagai narasi/cerita di setiap level. Retorika dibentuk oleh visi retorik setiap agen dan dibagikan kepada anggota kelompok serta komunitas sekitar/masyarakat.
Sejumlah aktor hadir untuk memediasi dan menyelesaikan konflik. Aktor-aktor tersebut adalah polisi, ketua RW, dan pemuka opini. Faktanya, aktor-aktor tersebut gagal menyelesaikan konflik. Kehadiran Jakmania sebagai organisasi pendukung kesebelasan justru menjadi angin segar. Berperan sebagai mediator vested interest, Jakmania mampu membawa warna baru bagi kelompok-kelompok yang selama ini tawuran. Tawaran yang diberikan Jakmania adalah merestorasi nama Kecamatan Johar Baru, dan diterima oleh kelompok yang berseteru sehingga perdamaian lebih terjaga.
Collections
- DT - Human Ecology [537]