Ketimpangan Akses Energi Listrik dan Kemiskinan di Indonesia
View/ Open
Date
2020Author
Zuhri, Khalid
Anggraeni, Lukytawati
Irawan, Tony
Metadata
Show full item recordAbstract
Kemiskinan tidak hanya sekedar kondisi kesejahteraan seseorang yang
memiliki pendapatan rendah, tetapi juga merupakan suatu kondisi deprivasi
kapabilitas dasar seseorang untuk memiliki kebebasan dalam mencapai nilai-nilai
yang diinginkan dalam kehidupan (Sen 2000). Pemenuhan hak-hak mendasar
seperti layanan pendidikan, kesehatan, dan kualitas hidup layak memang dapat
memengaruhi tingkat kesejahteraan seseorang dimasa yang akan datang.
Pengukuran terkait kemiskinan tersebut dikenal dengan Indeks Kemiskinan Multi
Dimensi (IKM). Secara umum, dua dari empat indikator kemiskinan di Indonesia
yang masih relatif tinggi berkaitan dengan energi. Berdasarkan pada nilai indikator
IKM, rumah tangga miskin memiliki persoalan tertinggi terkait elektrifikasi yang
berasal dari listrik Perusahaan Listrik Negara (PLN)/non-PLN.
Elektrifikasi yang meningkat memiliki manfaat langsung dari peningkatan
jam belajar anak-anak (Barkat et al. 2002; World Bank 2002; Unnayan Shamannay
1996); peningkatan aktivitas masyarakat atau penerangan jalan, disisi lain,
menanamkan rasa aman, yang merupakan manfaat tidak langsung. Disisi kegiatan
produktif, memungkinkan kegiatan produksi dilakukan dimalam hari, yang
berkaitan dengan pekerjaan yang memerlukan cahaya. Penelitian tentang peranan
energi listrik di Indonesia relatif terbatas. Penelitian yang ada diantaranya
melakukan pemetaan kemiskinan energi, dengan metode Multidimensional Energy
Poverty Index (MEPI) untuk wilayah kabupaten/kota dengan menggunakan data
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2016. Penelitian lainnya tentang
dampak infrastruktur listrik terhadap perekonomian Indonesia dengan
menggunakan analisis panel simultan. Penelitian yang telah dilakukan tidak secara
spesifik membahas dampak energi listrik terhadap kemiskinan di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan mengkaji distribusi konsumsi elektrifikasi antar
kelompok rumah tangga dan tingkat kemiskinan rumah tangga; determinan akses
listrik berdasarkan karakteristik wilayah (desa/kota) dan karakteristik rumah tangga
dengan model probit; determinan kemiskinan berdasarkan karakteristik wilayah
dan karakteristik rumah tangga dengan model probit di Indonesia. Data yang
digunakan merupakan data Susenas Maret 2018, dengan observasi yang digunakan
sebanyak 282 227 rumah tangga.
Nilai koefisien Gini konsumsi listrik menunjukkan perdesaan di Indonesia
memiliki ketimpangan konsumsi antarkelompok rumah tangga relatif lebih timpang
dibandingkan di perkotaan. Koefisien Gini konsumsi listrik terendah berada di
Sulawesi Utara, berdasarkan status wilayah perkotaan koefisien Gini tertinggi
berada di Kepulauan Bangka Belitung dan perdesaan berada di Kalimantan Tengah.
Berdasarkan pengelompokkan pulau, ketimpangan konsumsi listrik antarkelompok
rumah tangga di Pulau Jawa, lebih rendah dibandingkan pulau-pulau lainnya,
terutama Sumatera.
Berdasarkan model yang digunakan terlihat bahwa variabel yang
meningkatkan peluang rumah tangga untuk mendapatkan akses listrik PLN adalah
umur kepala rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, lama pendidikan kepala
rumah tangga dan jenis kelamin kepala rumah tangga. Variabel yang menyebabkan
rendahnya peluang rumah tangga untuk mendapatkan akses listrik PLN adalah
status kepemilikan rumah milik sendiri dan status wilayah rumah tangga di
perdesaan.
Variabel yang memengaruhi rendahnya peluang kemiskinan bagi rumah
tangga, berdasarkan model, adalah jumlah anggota rumah tangga, lama pendidikan
kepala rumah tangga, status kepemilikan rumah milik sendiri, dan adanya akses
listrik. Variabel yang meningkatkan peluang kemiskinan rumah tangga adalah umur
kepala rumah tangga, kepala rumah tangga yang berjenis kelamin perempuan, dan
rumah tangga yang berada di perdesaan.
Elektrifikasi sangat penting untuk percepatan penurunan kemiskinan di
Indonesia. Rumah tangga yang memiliki akses listrik peluangnya lebih rendah
0.0854 persen poin untuk menjadi rumah tangga miskin. Keterkaitan antara
elektrifikasi dan kemiskinan terlihat di Kalimantan Barat, Maluku, Nusa Tenggara
Timur, Papua, dan Papua Barat, sebagian besar berada di Kawasan Timur
Indonesia. Rendahnya akses listrik di wilayah tersebut diduga memengaruhi
tingginya persentase rumah tangga miskin.
Kebijakan terkait elektrifikasi perlu penajaman agar minat investor untuk
penyediaan infrastruktur listrik meningkat. Peran serta swasta dan pemerintah juga
harus terus didorong lewat program corporate social responsibility (CSR) yang
menyentuh wilayah dengan rasio elektrifikasi masih rendah dan tingkat kemiskinan
relatif tinggi. Pengentasan kemiskinan di perdesaan dengan elektrifikasi perlu
diintensifkan agar kemiskinan yang selama ini tinggi di perdesaan dapat lebih cepat
berkurang.
Collections
- MT - Economic and Management [2878]