Bioekologi dan Konservasi Kuskus Beruang Talaud (Ailurops melanotis)
View/ Open
Date
2019Author
Repi, Terri
Burhanuddin, Masyud
Haris, Mustari Abdul
Budi, Prasetyo Lilik
Metadata
Show full item recordAbstract
Kepulauan Sangihe dan Talaud dianggap sebagai daerah terjauh pusat endemisitas di kawasan Wallacea yang memiliki tingkat endemisitas yang sangat tinggi. Salah satu satwa endemik pada dua gugusan kepulaun ini adalah kuskus beruang talaud (Ailurops melanotis), yang berdasarkan International Union for Conservation of Nature (IUCN) masuk dalam status Critically Endangered dengan kecenderungan populasi yang terus menurun. Zoological Society of London (ZSL) memasukan spesies ini sebagai salah satu Evolutionarily Distinct and Globally Endangered species (EDGE) berdasarkan evolusi, sejarah hidup dan status keterancamannya. Satwa ini termasuk spesies dilindungi di Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 106 Tahun 2018. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menganalisis beberapa aspek bioekologi kuskus beruang talaud (Ailurops melanotis) meliputi perilaku (penggunaan waktu dan ruang), morfologi, habitat dan pakan, 2) menganalisis sebaran dan populasi kuskus beruang talaud, 3) membandingkan dan menganalisis ukuran tubuh, alokasi penggunaan waktu, penggunaan ruang, populasi, dan habitat kuskus beruang talaud, 4) menganalisis pengaruh antropogenik terhadap kelestarian, 5) membuktikan teori island rule dalam bioekologi kuskus beruang talaud dan 6) merekomendasikan upaya konservasi kuskus beruang talaud.
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, pertama survei pendahuluan berupa wawancara dan pembuatan jalur pengamatan, dilaksanakan pada 6 lokasi yaitu: Pulau Karakelang, Pulau Salibabu, Pulau Kabaruan, Pulau Sangihe, Pulau Nusa, dan Pulau Bukide. Tahap kedua pengambilan data, dilaksanakan pada tiga lokasi yang ditemukan kuskus beruang talaud yaitu: Pulau Salibabu (Kabupaten Kepulauan Talaud), Pulau Nusa dan Pulau Bukide (Kabupaten Kepulauan Sangihe). Pengambilan data dilakukan selama kurang-lebih 1 tahun dari bulan Januari 2016 sampai bulan Februari 2017.
Pengamatan perilaku, pakan dan penggunaan ruang dilakukan dengan menggunakan metode focal animal sampling, sedangkan pengamatan populasi kuskus dilakukan dengan menggunakan metode garis (strip transect sampling method). Analisis vegetasi dilakukan dengan menggunakan metode petak contoh berbentuk jalur, dengan data yang dianalisis yaitu kerapatan, kerapatan relatif, frekuensi, frekuensi relatif, dominansi, dan dominansi relatif yang selanjutnya dihitung untuk menghasilkan indeks nilai penting (INP). Untuk mengukur keanekaragaman spesies vegetasi digunakan pendekatan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, dan untuk kemerataan spesies vegetasi pada seluruh petak contoh penelitian digunakan pendekatan indeks kemerataan (Index of Evenness). Kesamaan komposisi tiap plot vegetasi pada masing-masing pulau dianalisis menggunakan indeks Bray Curtis. Pengambilan data morfologi dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif pada kuskus beruang talaud yang dipelihara oleh masyarakat pada lokasi penelitian. Untuk mengetahui adanya perbedaan pada ukuran tubuh, alokasi waktu dan penggunaan ruang tiap kelompok umur dan jenis
kelamin pada masing-masing pulau digunakan uji Kruskall-Wallis, dan untuk mengetahui signifikasi perbedaan menggunakan uji Mann Whitney U. Untuk mendapatkan luasan wilayah jelajah digunakan metode analisis minimum convex polygon (MCP) dan analisis wilayah jelajah dilakukan dengan bantuan program komputer ArcGIS (ESRI) yang dilengkapi Projection Utility Wizard dan Xtools. Proses pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan Microsoft Excel, program Statistical Product and Service Solutions (SPSS) versi 21.0, dan program Past versi 3.24.
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa kuskus beruang talaud tersebar pada tiga pulau yaitu Pulau Salibabu (Kab. Kepulauan Talaud), Pulau Nusa dan Pulau Bukide (Kab. Kepulauan Sangihe). Kepadatan populasi tertinggi terdapat pada Pulau Salibabu (16,88±2,54 ekor/km2), selanjutnya Pulau Nusa (8,68±2,58 ekor/km2) dan Pulau Bukide (5,42±1,79 ekor/km2). Indeks keanekaragaman jenis pohon di Pulau Salibabu memiliki keanekaragaman yang tinggi (H’=3,32), sedangkan pada Pulau Nusa dan Pulau Bukide memiliki keanekaragaman jenis pohon yang sedang (Nusa: H’=2,02 dan Bukide: H’=2,22). Berdasarkan pengukuran indeks kesamaan komunitas Bray Curtis diketahui bahwa komunitas vegetasi yang berdekatan adalah Pulau Nusa dan Bukide dengan jarak similaritas sebesar 0,83, sedangkan komunitas vegetasi pada Pulau Salibabu sangat berbeda. Jarak similaritas antara Pulau Nusa dan Salibabu sebesar 0,34, dan jarak similaritas antara Pulau Bukide dan Pulau Salibabu sebesar 0,33. Secara umum rata-rata ukuran morfologi pada Pulau Salibabu lebih besar dari Pulau Nusa dan Pulau Bukide, namun perbedaan yang signifikan hanya terdapat pada lingkar dada dan berat badan; jantan dewasa pada Pulau Salibabu memiliki ukuran lingkar dada dan berat badan yang lebih tinggi dibandingkan dengan jantan dewasa pada pulau Nusa dan Pulau Bukide.
Kuskus beruang talaud menghabiskan waktu paling banyak untuk beristirahat (78,19% – 79,33%). Berdasarkan diet harian, kuskus beruang talaud adalah folivora yang mengkonsumsi lebih dari 90 % daun dalam total diet hariannya (daun muda, tua, pucuk dan tangkai daun) dan sisanya adalah bunga dan buah dengan persentase yang kecil. Secara umum, kuskus lebih menyukai mengkonsumsi daun muda dalam dietnya. Walapun kuskus mengkonsumsi berbagai jenis spesies tumbuhan namun terdapat preferensi terhadap pakan, beberapa pakan yang disukai adalah Merremia peltata, Canarium asperum, Cananga odorata, Palaquium obovatum, Aglaia silvestris, Palaquium obtusifolium, Macaranga hispida dan Trema orientalis.
Kuskus beruang talaud pada ketiga pulau hanya menggunakan tutupan hutan lahan kering sekunder. Hal ini berhubungan dengan spesialisasi kuskus sebagai satwa arboreal folivora. Secara umum ukuran wilayah jelajah kuskus beruang talaud di Pulau Salibabu lebih tinggi dari Pulau Nusa dan Bukide, namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan di antara ketiga pulau tersebut. Selain faktor ketersediaan sumber daya, spesialiasi pakan dan faktor fisiologis pencernaan, kecilnya luasan wilayah jelajah disebabkan oleh kecilnya luas hutan lahan kering sekunder yang tersedia, akibat tingginya aktivitas perkebunan dan pembukaan lahan hutan pada ketiga pulau tersebut.
Collections
- DT - Forestry [337]