Perakitan Galur-galur Dihaploid Padi (Oryza sativa L.) Toleran dan Adaptif Cekaman Salinitas.
View/ Open
Date
2019Author
Anshori, Muhammad Fuad
Purwoko, Bambang Sapta
Dewi, Iswari Saraswati
Ardie, Sintho Wahyuning
Suwarno, Willy Bayuardi
Metadata
Show full item recordAbstract
Padi merupakan komoditas penting yang menjadi prioritas di Indonesia. Hal ini menjadikan produksi padi terus ditingkatkan setiap tahun. Namun, persaingan penggunaan lahan untuk pembangunan dan komoditas perkebunan menyebabkan luas persawahan di Indonesia semakin berkurang. Oleh sebab itu, alternatif lahan-lahan suboptimal menjadi suatu solusi untuk menjaga peningkatan produksi padi di Indonesia. Indonesia merupakan negara yang memiliki garis pantai terbesar di dunia dan sebagian besar di daerah tersebut banyak ditanam padi. Daerah pesisir pantai menyumbang 15% total produksi nasional. Hal ini menjadikan daerah ini cukup potensial sebagai penunjang produksi padi di Indonesia. Namun pemanfaatan daerah pesisir akan mendapat tantangan yang besar dengan adanya pemanasan global.
Daerah pantai sangat identik dengan tingkat salinitas yang tinggi. Pemanasan global dapat menyebabkan intrusi air laut yang berkorelasi dengan peningkatan salinitas di daerah pesisir. Selain itu, peningkatan curah hujan dan air rob dapat menginduksi cekaman rendaman sesaat pada daerah tersebut, walaupun intensitasnya tidak dapat diprediksi. Oleh sebab itu, pengembagan varietas padi yang adaptif dan toleran terhadap cekaman salinitas menjadi solusi yang efisien. Apalagi varietas tersebut juga memiliki potensi adaptif terhadap cekaman rendaman. Perakitan varietas dapat lebih cepat bila menggunakan teknologi dihaploid. Hal ini mampu meringkas waktu penggaluran menjadi 1-2 generasi, sehingga perakitan varietas menjadi lebih efisien.
Penapisan salinitas pada padi dilakukan berdasarkan titik kritis dari fase pertumbuhan padi. Secara umum, terdapat dua titik kritis fase pertumbuhan yang dinilai sensitif terhadap cekaman salinitas. Fase tersebut ialah fase bibit dan fase reproduktif. Walaupun pada penelitian lain fase kecambah juga menjadi salah satu fase kritis, fase ini dinilai kurang mewakili fase yang lebih kompleks. Hal ini dibuktikan pada penelitian ini yang menunjukkan kurangnya keterkaitan yang nyata antara fase kecambah dengan fase penapisan lainnya. Berdasarkan penelitian ini, penapisan fase bibit dapat dijadikan sebagai penapisan negatif terhadap galur galur yang peka salinitas. Hal ini menjadi pendekatan yang efektif dalam penapisan salinitas dengan jumlah genotipe yang banyak. Selain itu, fase ini juga dapat digunakan dalam penentuan genotipe yang adaptif dengan pendekatan tidak langsung.
Indeks adaptabilitas secara tidak langsung dibentuk melalui kombinasi sifat agronomi baik dan sifat toleransi salinitas. Sifat agronomi baik dihasilkan melalui pengembangan indeks seleksi yang dibentuk oleh produktivitas, anakan produktif dan jumlah gabah isi. Adapun, sifat toleransi salinitas didasarkan atas pengembangan indeks seleksi salinitas. Indeks ini
iv
dibentuk berdasarkan kombinasi pendekatan kuantitatif yang didasarkan karakter pertumbuhan dan pendekatan kualitatif yang didasarkan atas nilai skor. Validasi indeks adaptabilitas dengan pendekatan tidak langsung memiliki korelasi yang baik dengan produktivitas di Sukra (salin, musim hujan) dan indeks adaptabilitas langsung di Truntum (musim kemarau). Pendekatan ini dapat direkomendasikan untuk mempercepat pengembangan varietas padi dihaploid secara efektif pada lingkungan bercekaman, khususnya cekaman salinitas.
Penapisan fase reproduktif merupakan penapisan utama dalam menentukan sifat adaptabilitas suatu galur, termasuk galur dihaploid. Namun, kompleksitas penapisan ini menjadi suatu tantangan dalam penapisannya. Semakin tinggi kompleksitas penapisan akan mempengaruhi ragam interaksi antara genotipe dengan lingkungannya. Hal ini juga terjadi pada galur dihaploid yang memiliki homozigositas yang tinggi. Oleh sebab itu, seleksi galur dihaploid perlu menyertakan karakter sekunder yang berpengaruh terhadap produktivitas dan bersifat stabil terhadap perbedaan lingkungan. Berdasarkan penelitian ini, anakan produktif merupakan karakter sekunder yang terbaik dan stabil mempengaruhi produktivitas pada setiap lingkungan tanam, baik pada lingkungan non salin maupun pada lingkungan salin.
Anakan produktif dan produktivitas menjadi penciri galur padi dihaploid yang toleran terhadap cekaman salinitas. Namun seleksi galur padi dihaploid berdasarkan kedua karakter memerlukan pendekatan yang representatif, sehingga galur yang terseleksi dapat stabil pada berbagai lingkungan, khususnya lingkungan salin. Berdasarkan penelitian ini, pemanfaatan indeks seleksi yang dirancang menggunakan analisis multivariat dinilai efektif dalam melakukan seleksi adaptabilitas galur padi dihaploid terhadap cekaman salinitas. Pendekatan ini mampu menyeleksi 10 galur padi dihaploid yang adaptif terhadap cekaman salinitas. Seleksi ini dinilai relatif baik karena dapat dilakukan secara berjenjang dari populasi awal yaitu 56 galur padi dihaploid. Oleh sebab itu, pendekatan ini dapat menjadi referensi dalam seleksi adaptabilitas baik terhadap cekaman salinitas, maupun cekaman lainnya.
Potensi toleransi terhadap cekaman rendaman juga menjadi nilai tambah perakitan varietas yang adaptif pada lingkungan pesisir pantai ataupun rawa pasang surut. Walaupun cekaman ini terjadi secara fluktuatif dan kurang dapat diprediksi, namun apabila cekaman ini terjadi dapat menyebabkan kematian bagi tanaman padi. Oleh sebab itu, toleransi rendaman juga perlu dievaluasi pada galur yang toleran terhadap salinitas. Pada penelitian ini, penapisan toleransi rendaman masih difokuskan pada air non salin, baik dilakukan secara artifisial di kolam rumah kaca dengan air jernih maupun di kolam lapangan yang memiliki lingkungan menyerupai lingkungan aktual. Berdasarkan hasil penelitian ini, penapisan pada kolam air jernih dapat dijadikan sebagai penapisan negatif terhadap genotipe peka. Hal ini sangat bermanfaat untuk seleksi dengan jumlah genotipe yang banyak. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 10 galur yang toleran terhadap cekaman rendaman dan 3 diantaranya memiliki potensi multitoleran terhadap cekaman salinitas dan rendaman.
Collections
- DT - Agriculture [752]