Iradiasi Sinar Gamma [60Co] terhadap Kutu Putih Dysmicoccus lepelleyi (Betrem) (Hemiptera: Pseudococcidae) pada Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai Perlakuan Karantina.
Abstract
Buah manggis (Garcina mangostana L.) merupakan komoditas unggulan
ekspor Indonesia ke mancanegara. Ekspor buah manggis pada tahun 2015
menempati posisi pertama, diikuti oleh produk pisang olahan dan buah mangga.
Persyaratan tambahan dari negara tujuan yang mengharuskan buah manggis
terbebas dari organisme pengganggu tumbuhan karantina menjadi kendala dalam
eksportasi buah manggis.
Dysmicoccus lepelleyi (Betrem) (Hemiptera: Pseudococcidae) merupakan
organisme pengganggu tumbuhan karantina yang terdapat pada buah manggis. D.
lepelleyi umumnya ditemukan tersembunyi di bawah kelopak buah sehingga tidak
teramati oleh petugas karantina tumbuhan. Iradiasi sinar gamma dapat menjadi
suatu alternatif dalam perlakuan karantina untuk membebaskan buah manggis dari
D. lepelleyi. Sifat sinar gamma yang memiliki daya tembus tinggi dinilai efektif
dalam perlakuan karantina. Tujuan penelitian adalah untuk menentukan dosis letal
dan dosis efektif iradiasi sinar gamma [60Co] dalam mengeradikasi kutu putih D.
lepelleyi pada buah manggis dan mengevaluasi pengaruhnya terhadap kualitas buah
manggis.
Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2018 hingga Mei 2019.
Pengambilan sampel kutu putih dilakukan dengan metode purposive sampling pada
tangkai dan helaian daun pohon mangga di Desa Sukawening, Garut, Jawa Barat.
Tangkai dan helaian daun yang terdapat kutu putih dipotong lalu dimasukkan ke
dalam kontainer plastik bervolume lima liter yang berisi tiga buah labu siam
(Sechium edule (Jacq.) Swart) kemudian diberi penutup kain kasa berwarna hitam.
Penangan sampel dilakukan di Laboratorium Phytosanitary, Pusat Aplikasi
Isotop dan Radiasi - Badan Tenaga Nuklir Nasional (PAIR-BATAN), Jakarta.
Seekor imago betina kutu putih yang siap bereproduksi dan memiliki ciri identik
dengan D. lepelleyi dipindahkan menggunakan kuas halus ke dalam satu buah labu
siam. Labu siam yang terinfestasi kutu putih diletakkan di dalam kontainer plastik
berukuran lima liter dan diberi penutup kain kasa berwarna hitam.
Pembuatan koleksi dan identifikasi dilakukan dengan membuat preparat
permanen keturunan pertama hasil perbanyakan yang telah mencapai imago muda
kemudian diidentifikasi menggunakan buku Mealybugs of Southern Asia karangan
Williams (2004).
Perbanyakan D. lepelleyi dilakukan menggunakan labu siam. Delapan imago
betina D. lepelleyi diinfestasikan menggunakan kuas halus ke labu siam yang
diisolasi dengan plastisin. D. lepelleyi dipelihara di laboratorium pada suhu dan
kelembapan berturut-turut 28 ± 1oC dan 70% ± 5%. Penyinaran dilakukan selama
12 jam terang dan 12 jam gelap menggunakan lampu TL. Setelah menghasilkan
keturunan, delapan imago betina dipindahkan ke labu siam yang lain untuk
menghasilkan keturunan berikutnya. Kegiatan tersebut terus dilakukan sampai
diperoleh keturunan yang seragam yang akan digunakan untuk perlakuan iradiasi.
Uji pendahuluan dilakukan untuk menentukan dosis letal dengan lima taraf
dosis dan satu kontrol. Dosis perlakuan untuk nimfa instar kesatu adalah 0, 75, 150,
300, 400, dan 600 Gy; instar kedua adalah 0, 200, 400, 600, 800, dan 1 000 Gy;
instar ketiga adalah 0, 300, 600, 900, 1 200, dan 1 500 Gy; dan imago betina adalah
0, 400, 800, 1 200, 1 600, dan 2 000 Gy. Uji lanjutan dilakukan terhadap imago
betina setelah mendapatkan hasil dari uji pendahuluan dengan dosis 1 000, 1 200,
1 400, 1 600, 1 800, dan 2 000 Gy. Uji dosis subletal dilakukan karena tingginya
dosis letal yang didapatkan. Uji dosis subletal dilakukan terhadap imago betina
yang memiliki nilai dosis letal tertinggi. Dosis subletal yang digunakan adalah 0,
200, 300, 400, dan 600 Gy. Uji pendahuluan, lanjutan, dan dosis subletal dilakukan
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat ulangan masingmasing
menggunakan 50 individu D. lepelleyi hasil perbanyakan di laboratorium.
Tingkat kematian, lama periode perkembangan, sebelum peneluran, peneluran,
sesudah peneluran, jumlah imago betina yang bertelur, dan keperidian D. lepelleyi
diamati setiap hari sampai 70 hari setelah iradiasi.
Uji pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap kualitas buah manggis dilakukan
dengan mengamati kualitas fisik dan kimia meliputi susut bobot, tingkat kekerasan
buah, warna kulit dan kelopak buah, kadar padatan terlarut total, asam tertitrasi total,
dan kandungan vitamin C. Sampel buah manggis didapatkan dari Desa Sukajaya,
Jonggol, Jawa Barat. Delapan buah manggis dengan tingkat kematangan tiga
diiradiasi dengan dosis subletal menggunakan RAL dengan empat ulangan.
Kualitas buah kemudian diamati pada indeks kematangan tiga hingga enam.
Data tingkat kematian dianalisis dengan analisis probit. Data efek dari dosis
subletal dan kualitas buah dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA). Jika
terdapat perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji Tukey pada selang
kepercayaan 95%.
Hasil penelitian mendapatkan nilai LD99 nimfa instar kesatu, kedua, ketiga
dan imago betina D. lepelleyi secara berurutan sebesar 683.07, 1 329.10, 1 942.60
dan 2 231.39 Gy. Imago betina memiliki radiotoleransi tertinggi dibandingkan
dengan fase lainnya. Seluruh dosis subletal yang diaplikasikan dapat menyebabkan
kematian, mencegah perkembangan pradewasa, menggagalkan perkembangan
imago dan menginduksi infertilitas pada serangga dewasa. Kualitas buah manggis
pada tingkat kematangan enam yang diiradiasi pada tingkat kematangan 3
menggunakan dosis subletal tidak menunjukkan adanya perbedaan dibandingkan
dengan kontrol kecuali pada nilai ‘a’ pada karakteristik warna kulit. Dosis efektif
yang dapat disarankan berdasarkan penelitian adalah 200 Gy dan dapat dijadikan
referensi dalam penyusunan prosedur operasi standar untuk perlakuan karantina.
Collections
- MT - Agriculture [3772]