Relasi dan Praktik Kekuasaan Pada Kaum Nelayan (Studi Kasus di Kelurahan Tegalsari dan Kelurahan Muarareja Kota Tegal)
View/ Open
Date
2019Author
Simanjuntak, Asnika Putri
Sumarti, Titik
Kinseng, Rilus
Metadata
Show full item recordAbstract
Hubungan antara manusia maupun antar kelompok sosial selalu melibatkan
kekuasaan. Kekuasaan terdapat di semua bidang kehidupan, kekuasaan mencakup
kemampuan untuk memerintah dan juga memberikan keputusan-keputusan yang
secara langsung mempengaruhi tindakan-tindakan pihak lain. Foucault (1980)
menyatakan bahwa kekuasaan selalu ada dalam hubungan relasi, kekuasaan selalu
terlihat dalam struktur dan kekuasaan itu tersebar di mana-mana baik pada
individu, organisasi atau institusi. Relasi kekuasaan dapat terjadi dalam bentuk
konflik atau kompetisi, kerjasama (negosiasi) dan perlawanan dalam memperoleh
manfaat dari sumber daya (Ribot dan Peluso 2003, Bryant dan Bailey 1997, Scott
1990).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis relasi dan praktik
kekuasaan di kapal besar dan di kapal kecil. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif dengan strategi studi kasus. Pendekatan kualitatif dipilih
karena penelitian ini berupaya memperoleh gambaran relasi dan praktik
kekuasaan nelayan di berbagai ranah yang dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Penelitian ini dilakukan di dua Kelurahan yaitu Kelurahan Tegalsari dan
Kelurahan Muarareja, Kota Tegal, Jawa Tengah.
Nelayan Kota Tegal di Kelurahan Tegalsari merupakan nelayan besar
dengan pembagian waktu melaut yaitu nelayan bulanan. Hasil penelitian
menemukan bahwa pemilik kapal dan ABK memiliki hubungan yang sangat
lemah bahkan antara pemilik kapal dan ABK tidak saling mengenal. Pemilik
kapal hanya mengenal tiga tokoh utama yaitu pengurus kapal, nakhoda dan kepala
kamar mesin (KKM). Dalam proses produksi kekuasaan tertinggi berada pada
nakhoda. Perekrutan ABK juga menjadi tanggung jawab nakhoda, oleh sebab itu
ABK harus mematuhi seluruh perintah dari nakhoda. Apabila ABK tidak
mematuhi perintah nakhoda, maka nakhoda akan langsung memberhentikan ABK
dan menggantinya dengan ABK yang lain.
Selanjutnya nelayan Kota Tegal di Kelurahan Muarareja merupakan nelayan
kecil dengan pembagian waktu melaut yaitu nelayan harian dan nelayan
mingguan. Hasil penelitian menemukan bahwa sebagian pemilik kapal di
Muarareja memiliki kapal dari hasil hutang kepada bakul dan juga hutang dari
Bank. Untuk memenuhi bayaran hutang perbulan ke Bank atau ke bakul, ABK
wajib melaut setiap hari meskipun sedang musim paceklik atau sedang musim
ombak. Mayoritas nelayan Muarareja yang mempunya satu kapal merupakan hasil
pinjaman dari Bank. Para nelayan tersebut berpendapat bahwa lebih baik
mempunyai kapal meskipun hasil dari hutang daripada terus selamanya menjadi
ABK.
Collections
- MT - Human Ecology [2190]