Perubahan Bioaksesibilitas Zat Besi (Fe) Bekatul Akibat Fermentasi dan Pengolahan Panas

Abstract

Bekatul merupakan produk samping dari penggilingan beras pecah kulit yang berpotensi sebagai pangan tinggi zat besi. Namun, terdapat senyawa anti gizi seperti asam fitat, serat pangan, dan polifenol yang menyebabkan bioaksesibilitas besi berkurang. Fermentasi merupakan salah satu metode yang dapat meningkatkan bioaksesibilitas besi. Pengolahan panas mampu menjadikan pangan yang lebih aman serta berpengaruh pada bioaksesibilitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bioaksesibilitas besi pada bekatul yang difermentasi yang kemudian mengalami pengolahan panas menggunakan oven, alat pengukus, dan oven microwave. Bekatul difermentasikan dengan menggunakan kapang Rhizopus oligosporus, yang kemudian mengalami proses pengolahan panas. Kadar Fe bekatul diukur menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS), yang kemudian bioaksesibilitasnya diukur dengan simulasi pencernaan secara in vitro. Karakteristik bekatul menunjukkan bekatul fermentasi memiliki kadar air sebesar 48,72% dan kisaran kadar air bekatul fermentasi dengan pemanasan sebesar 31,90%-47,50%. Kadar Fe bekatul setelah fermentasi meningkat 3 kali lipat (17,21 mg/100g basis kering), namun setelah proses pemanasan kenaikan lebih rendah yaitu 1,5-2 kali lipat dibandingkan dengan kontrol (5,91 mg/100 g basis kering). Bekatul fermentasi oven memiliki bioaksesibilitas paling tinggi dengan nilai bioaksesibilitas total Fe terlarut 32,33 % dan nilai bioaksesibilitas ferro terlarut sebesar 15,33 %. Jumlah ferro terlarut bekatul fermentasi oven sebesar 47,42% yang tersedia dalam bentuk ferro.

Rice bran is by-product of milling brown rice which has the potential as high-iron food. However, there are anti-nutritional compounds such as phytic acid, dietary fiber, and polyphenols that cause reduced iron bioaccessibility. Fermentation is one method that can increase the iron bioaccessibility. Heat processing can make food safer and affect iron bioaccessibility. This study aims to determine the bioaccessibility of iron in fermented rice bran which is then subjected to heat treatment using an oven, steamer, and microwave oven. Rice bran is fermented using the Rhizopus oligosporus, which then undergoes heat treatment process. The iron content of the bran was measured using an Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS), and then measured bioaccessibility by in vitro simulating digestion. The characteristics of the rice bran showed that fermented rice bran had water content of 48,72% and water content of the fermented rice bran with heat processing was 31,90%-47,50%. The iron content of bran after fermentation increased 3 times (17,21 mg/100g dry basis), but after the heating process the increase was lower, namely 1.5-2 times compared to the control (5,91 mg/100 g dry basis). Oven fermented bran has the highest bioaccessibility with total bioaccessibility value 32,33% and dissolved ferrous bioaccessibility value 15,33%. The amount of dissolved ferrous bran from oven fermentation was 47,42% available in ferrous form.