Show simple item record

dc.contributor.advisorSudrajat, Agus Oman
dc.contributor.advisorJunior, Muhammad Zairin
dc.contributor.advisorSuprayudi, Muhammad Agus
dc.contributor.authorArfah, Harton
dc.date.accessioned2018-07-19T10:10:29Z
dc.date.available2018-07-19T10:10:29Z
dc.date.issued2018
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/92493
dc.description.abstractIkan patin, Pangasianodon hypopthalmus merupakan salah satu komoditas ikan air tawar yang banyak digemari di Indonesia terutama di Sumatra, Kalimantan, dan Jawa. Budidaya ikan patin menjadi salah satu komoditas prioritas untuk dikembangkan di Indonesia. Namun, produksi ikan patin di Indonesia sering mengalami banyak kesulitan dalam penyediaan benih, karena periode rematurasi induk yang membutuhkan waktu panjang dan ketiadaan induk matang gonad pada musim kemarau (adanya off season). Solusi yang dapat dilakukan adalah dengan merekayasa reproduksi induk ikan secara hormonal dan asupan nutrien untuk merangsang terjadinya pematangan gonad di luar musim pemijahan. Penelitian tahap satu mengevaluasi pemberian hormon PMSG + Antidopamin, vitamin E, dan kunyit melalui pakan untuk memicu terjadinya proses pematangan gonad ikan patin betina. Penelitian ini terdiri dari delapan perlakuan kombinasi hormon dan suplemen (vitamin E dan kunyit) melalui pakan, masing-masing dengan 25 individu sebagai ulangan. Adapun perlakuannnya adalah K (kontrol), HEKu (hormon, vitamin E dan kunyit), HE (hormon dan vitamin E), HKu (hormon dan kunyit), EKu (vitamin E dan kunyit), E (vitamin E), Ku (kunyit) dan H (hormon). Hormon yang digunakan adalah PMSG + Antidopamin; dengan dosis 0,25 mL dan 0,1 mg/kg bobot induk. Vitamin E diberikan dengan dosis 200 mg/kg pakan, dan kunyit 480 mg/100 gram pakan. Pakan berupa pelet dengan kandungan protein 30% yang sama untuk semua perlakuan dan ditambahkan binder berupa putih telur sebanyak 5%. Ikan yang digunakan adalah induk ikan patin betina yang belum pernah matang gonad berumur 1,5–2 tahun, bobot tubuh 1,8–2 kg. Ikan dipelihara dalam delapan jaring tancap berukuran 3 x 2 x 1,5 m dengan tinggi air 70 cm di dalam kolam berdasar tanah berukuran 10 x 20 x 1 m. Pakan diberikan 3% bobot tubuh sebanyak dua kali sehari selama 12 minggu. Parameter uji dalam dalam penelitian ini adalah konsentrasi hormon testosteron, estradiol, HSI (Hepatosomatic Index), GSI (Gonadosomatic Index), dan histologi ovarium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan terbaik adalah HKu yang mampu mempercepat pertumbuhan gonad ikan patin. Profil hormon testosteron dan estradiol pada HKu mengalami tiga titik puncak pada minggu kedua, keenam, dan kesepuluh yang menunjukkan kematangan gonad. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kombinasi HKu melalui pakan mampu mematangkan gonad ikan patin betina tiga kali lipat dibanding kontrol yang hanya sekali matang gonad dalam waktu 12 minggu. Penelitian tahap kedua dilakukan untuk mengkaji perubahan proses fisiologis yang terjadi pada induk ikan patin betina yang diberi perlakuan HKu. Penelitian ini hanya memiliki dua perlakuan yaitu HKu dan K, dilakukan di kolam dengan menggunakan dua kotak jaring tancap berukuran seperti pada tahap satu. Ikan uji yang digunakan sebanyak 30 ekor, dengan kepadatan untuk setiap vi perlakuan 15 ekor/kotak. Ikan dipelihara selama delapan minggu dan diberi pakan berhormon sesuai perlakuan. Pakan berupa pelet dengan kandungan protein 30% dan ditambahkan binder berupa putih telur sebanyak 5%. Parameter uji yang utama adalah persentase kebuntingan, dan fekunditas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan HKu memberikan persentase kebuntingan 100%, dan fekunditas yang lebih lebih tinggi (182.344 butir/kg) dibanding K (106.216 butir/kg). Nilai GSI, HSI, FR (Derajat Pembuahan), HR (Derajat Penetasan) dan Kelangsungan Hidup (SR) pada perlakuan HKu berturut-turut sebesar 12,94%, 1,16%, 66,3%, 63,19%, dan 63,34%. Penelitian tahap ketiga dilakukan untuk mengkaji perubahan biokimia darah yang terjadi pada induk ikan patin betina yang diberi perlakuan K dan HKu. Penelitian ini dilakukan di kolam dengan menggunakan dua kotak jaring tancap berukuran seperti pada tahap dua. Ikan uji yang digunakan sebanyak 30 ekor, dengan kepadatan untuk setiap perlakuan 15 ekor/kotak. Ikan dipelihara selama delapan minggu dan diberi pakan berhormon sesuai perlakuan. Pakan berupa pelet dengan kandungan protein 30% dan ditambahkan binder berupa putih telur sebanyak 5% dari bobot pakan. Parameter uji yang digunakan perubahan konsentrasi kolesterol, trigliserida (TG), HDL, LDL, glukosa, dan total protein darah. Selain itu juga diukur konsentrasi glikogen hati, daging dan gonad. Penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan biokimia darah dan glikogen berbeda antara perlakuan HKu dan K. Konsentrasi glikogen di jaringan hati, otot, dan gonad pada induk yang diberi perlakuan HKu lebih tinggi dibanding K. Pada perlakuan HKu, kadar glikogen hati, daging dan gonad berturut-turut sebesar 0,181 mg/100 mL, 1,19 mg/100 mL dan 0,7 mg/100 mL. Selama ini pemijahan induk patin dilakukan secara buatan dengan metode pengalinan. Namun dikhawatirkan metode pengalinan dapat menimbulkan cedera pada induk sehingga perlu dicari metode lain. Penelitian tahap keempat dilakukan untuk mengetahui performa reproduksi ikan patin yang diberi perlakuan HKu melalui pakan ketika dipijahkan semi alami tanpa pengalinan. Induk yang digunakan merupakan hasil rematurasi dari induk yang pernah dipijahkan sebelumnya dan mendapatkan perlakuan HKu. Untuk pemijahan semi alami digunakan hormon Spawnprim. Sebagai kontrol, induk dipijahkan secara buatan dengan menggunakan hormon Ovaprim. Wadah yang digunakan untuk pemijahan secara semi alami adalah bak fiber 1.500 liter yang diisi ikan patin dengan perbandingan jantan dan betina yaitu 1:1. Penyuntikan Spawnprim pada betina dilakukan dua kali, masing-masing dengan dosis 0,5 mL/kg bobot induk dengan selang waktu 12 jam. Selanjutnya untuk jantan digunakan suntikan Ovaprim sekali dengan dosis 0,25 mL/kg bobot induk bersamaan dengan suntikan kedua pada betina. Setelah penyuntikan, induk dimasukkan ke wadah pemijahan dan diamati ovulasinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadinya ovulasi pada pemijahan semi alami yang memakan waktu lebih lama dibandingkan kontrol. Waktu telur dapat dipijahkan pada kontrol adalah 15,59±1,58 jam sedangkan pada pemijahan semi alami selama 21,50±0,57 jam. Nilai derajat penetasan yang terlihat tidak berbeda nyata, namun nilai kelangsungan hidup larva pada pemijahan semi alami lebih tinggi (92,59%) dibandingkan kontrol (91,64%).id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcAquacultureid
dc.subject.ddcFreshwater Fishid
dc.subject.ddc2016id
dc.subject.ddcBogor, Jawa Baratid
dc.titlePerbaikan Kinerja Reproduksi Ikan Patin (Pangasianodon hypophthalmus) dengan Pemberian Kombinasi Hormon PMSG + Antidopamin, Vitamin E, dan Kunyit (Curcuma longa) Melalui Pakanid
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordhormonid
dc.subject.keywordkunyitid
dc.subject.keywordpakanid
dc.subject.keywordPangasianodon hypophthalmusid
dc.subject.keywordvitamin Eid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record