Show simple item record

dc.contributor.advisorChikmawati, Tatik
dc.contributor.advisorWaluyo, Eko Baroto
dc.contributor.authorRamdhan, Billyardi
dc.date.accessioned2015-11-19T01:13:24Z
dc.date.available2015-11-19T01:13:24Z
dc.date.issued2015
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/76719
dc.description.abstractKampung Adat Cikondang terletak di Selatan Kota Bandung merupakan satu dari delapan kampung adat yang ada di Jawa Barat. Pengetahuan dan interaksi masyarakat Sunda pada Kampung Adat Cikondang dengan alam sekitar terutama hutan Gunung Tilu diperlihatkan dengan adanya tata aturan pengelolaan lanskap. Kearifan masyarakat Cikondang dalam mengelola lingkungan beserta sumber daya tumbuhannya melahirkan unit-unit lanskap seperti: pertanian, kebun, dan pekarangan. Beberapa lanskap dijadikan wilayah adat yang mengikat masyarakat untuk selalu patuh pada wasiat leluhur agar tetap terjaga. Upaya melindungi dan melestarikan daerah adat tersebut ada kaitan dengan kebutuhaan akan sumber daya yang ada pada wilayah tersebut. Tulisan ini mengulas tentang keanekaragaman dan nilai tumbuhan pada setiap lanskap di wilayah adat di Kampung Adat Cikondang Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan di Kampung Adat Cikondang, yang secara administratif termasuk dalam Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Kampung Adat Cikondang berada di kaki Gunung Tilu dengan ketinggian tempat sekitar 700 m dpl berada pada koordinat 6 43’ 0” S, 107 13’ 33” E. Metode penelitian yang dilakukan adalah eksplorasi yang didasarkan atas pendekatan emik dan etik. Pengetahuan masyarakat dalam memanfaatkan tumbuhan dalam kehidupannya diperoleh melalui wawancara kepada responden sebanyak 30% dari 290 Kepala Keluarga (KK) yaitu 87 KK, tokoh adat, dan informan kunci melalui wawancara tidak terencana (unstandardized interview), dan wawancara sambil lalu (casual interview) menggunakan lembar wawancara Semistructured Interview dan Structured Interview. Data primer tentang konsepsi dan keanekaragaman lanskap yang dipahami masyarakat lokal, spesies tumbuhan yang dimanfaatkan pada setiap lanskap, dan spesies tumbuhan yang bernilai dikumpulkan menggunakan lembar wawancara. Selain itu juga dilakukan pengambilan sampel tumbuhan. Data lanskap dibuat deskripsi dan pemetaan wilayahnya. Data tumbuhan selanjutnya dianalisis secara deskripsi. Valuasi tumbuhan untuk menentukan nilai atau manfaat dari satu spesies tumbuhan dianalisis dengan ICS yang menggunakan kategorisasi nilai kegunaan etnobotani dan LUVI. Identifikasi spesies tumbuhan dilakukan berdasarkan buku Flora of Java dan divalidasi dengan spesimen acuan koleksi di Herbarium Bogoriense. Hasil penelitian mengungkap bahwa Masyarakat Kampung Adat Cikondang mengenal sembilan lanskap yaitu: Hutan Gunung Tilu, Hutan Bukaan- Tutupan, Parabon, Kebon, Lamping, Hutan Adat, Sawah Adat, Perkampungan, dan Pesawahan. Setiap lanskap merupakan transformasi dari lanskap hutan Gunung Tilu yang dipengaruhi oleh dinamika masyarakatnya. Hasil inventarisasi yang dilakukan pada seluruh lanskap mengidetifikasi sebanyak 144 spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh Masyarakat Adat Cikondang. Tumbuhan tersebut oleh masyarakat Adat Cikondang dimanfaatkan untuk banyak keperluan antara lain 5 untuk makanan pokok, makanan tambahan dan bumbu (camilan, lauk pauk, bumbu, penyedap), material utama (kayu untuk bangunan), material sekunder (untuk bahan perkakas), obat-obatan, dan ritual. Dari ke sembilan lanskap, tumbuhan bermanfaat paling banyak ditemukan pada lanskap Kebon (104 spesies), sedangkan yang paling sedikit ditemukan tumbuhan bermanfaat adalah lanskap Sawah adat dan pesawahan (23 spesies). Hasil valuasi terhadap tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat adat, menempatkan pare (Oryza sativa) sebagai tumbuhan yang memiliki nilai yang paling tinggi berdasarkan ICS dan LUVI. Beberapa tumbuhan lain, yang termasuk sembilan besar dari penilaian ICS adalah bawang beureum (Alium cepa), cabe (Capsicum annuum), tomat (Solanum lycopersicum), cau (Musa paradisiaca), kalapa (Cocos nucifera), Honje (Etlingera elatior), jagong (Zea mays), kopi (Coffea sp. ), dan suuk (Arachis hypogaea). Penilaian ICS yang didasarkan atas gender, menunjukkan adanya perbedaan persepsi antara laki-laki dengan perempuan. Lakilaki lebih menempatkan tumbuhan yang memiliki komoditas ekonomi (Oryza sativa, Alium cepa, Capsicum annuum) pada jajaran tumbuhan yang paling penting, sedangkan perempuan menempatkan tumbuhan pada jajaran ICS tinggi untuk tumbuhan yang paling sering dimanfaatkan khususnya untuk memasak (Oryza sativa, Solanum lycopersicum, Etlingera elatior). Sebaran tumbuhan yang memiliki nilai ICS dan LUVI yang tinggi lebih dominan ditemukan pada lanskap-lanskap yang sudah dikelola secara intensif oleh masyarakatnya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat sudah mampu mengoptimalkan pemanfaatan lahan yang ada dan tidak banyak bergantung pada sumber daya tumbuhan di Hutan Gunung Tilu, sehingga kearifan lokal masyarakat dalam menjaga kelestarian alam masih dipertahankan dengan baik.id
dc.language.isoidid
dc.subject.ddcBiological sciencesid
dc.subject.ddcBiodeversityid
dc.subject.ddcPangalengan Bandung-Jawa Baratid
dc.titleValuasi Keanekaragaman Hayati Tumbuhan Dalam Heterogenitas Spasial: Studi Kasus Kampung Adat Cikondang Jawa Baratid
dc.subject.keywordEtnobotaniid
dc.subject.keywordValuasiid
dc.subject.keywordKampung Adat Cikondangid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record