Kerusakan Pohon Peneduh di Wilayah Jakarta Selatan
View/ Open
Date
2012Author
Batubara, Harisfan Nopiansyah
Nandika, Dodi
Karlinasari, Lina
Metadata
Show full item recordAbstract
Keberadaan pohon peneduh (shade trees) di wilayah perkotaan sangat penting. Hal ini terkait dengan besarnya nilai dan manfaat pohon tersebut, baik secara estetika, sosial, dan ekologis. Sehubungan dengan hal tersebut, pemantauan kesehatan pohon di wilayah perkotaan sangat penting. Namun demikian saat ini perhatian terhadap kesehatan pohon peneduh di kota-kota di Indonesia masih relatif rendah. Hal ini tercermin antara lain dari kurangnya informasi tentang kesehatan pohon peneduh dan kurangnya antisipasi sebagian besar pemerintah kota terhadap kemungkinan tumbangnya pohon peneduh di wilayah masingmasing. Salah satu cara yang paling sederhana untuk mengetahui kesehatan pohon adalah dengan pengamatan secara visual terhadap fisik pohon. Selain itu, dapat digunakan teknologi pemantauan kesehatan pohon secara Nondestructive Evaluation/Testing (NDE/T) berbasis gelombang ultrasonik. Teknologi ini sangat sesuai untuk mengetahui kondisi bagian dalam batang pohon berdiri, seperti keberadaan gerowong yang sering tidak terdeteksi dari luar. Suatu penelitian telah dilakukan untuk mengetahui kesehatan pohon peneduh di wilayah Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta, baik secara visual maupun dengan memanfaatkan rambatan gelombang ultrasonik yang dihasilkan dari alat Sylvatest Duo® (frekuensi 22 KHz). Pengamatan secara visual dilakukan terhadap ada tidaknya gejala deteriorasi pada pohon sasaran, dari pangkal batang hingga tajuk pohon. Sementara itu penilaian kesehatan pohon dengan alat Sylvatest Duo® didasarkan atas kecepatan rambatan gelombang di dalam batang pohon sasaran pada ketinggian setinggi dada (DBH). Pohon peneduh yang berdiameter ≥ 45 cm dipilih sebagai pohon sasaran. Pohon sasaran tersebar di 11 ruas jalan contoh di seluruh kecamatan (10 kecamatan) di wilayah Jakarta Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 13,85% pohon peneduh di wilayah Jakarta Selatan yang secara visual tidak menunjukkan gejala deteriorasi, sedangkan sisanya (86,15%) menunjukkan adanya gejala deteriorasi berupa kanker (16,45%); luka terbuka (16,02%); gerowong (9,52%); perubahan warna daun (9,10); mata kayu (6,49%); keropos akibat serangan rayap (5,20%); kerusakan kuncup, daun atau tunas (4,33%); kematian ranting atau cabang (dieback) (3,46%); lapuk (3,46%); lapuk hati (konk) (3,03%); tumbuhan pengganggu (2,60%); resinosis (0,43%); dan lain-lain (6,06%). Hal ini sejalan dengan hasil evaluasi berbasis gelombang ultrasonik, dimana sebanyak 11,26% pohon sasaran termasuk ke dalam kategori kecepatan I (kondisi pohon sehat), sisanya (88,74%) mengalami deteriorasi yang terdiri dari kategori II (14,71%); III (23,81%); dan IV (17,75%), sementara itu untuk pohon yang masuk kategori V 4 (sakit) mencapai 32,47%. Pada pohon sakit, rambatan gelombang ultrasonik mengalami hambatan internal dalam batang pohon akibat adanya gerowong, lapuk atau bentuk deteriorasi lainnya. Adanya deteriorasi dalam batang pohon sasaran tersebut mempengaruhi sifat fisis kayu, khususnya kadar air. Upaya pemeliharaan dan perawatan pohon peneduh di Jakarta Selatan perlu diintensifkan sebagai bagian dari sistem pengelolaan pohon peneduh. Perhatian khusus perlu diberikan terhadap kondisi kesehatan pohon glodogan dan pohon angsana, bahkan perlu dipertimbangkan kembali kebijakan penggunaan kedua jenis pohon tersebut sebagai pohon peneduh.
Collections
- UT - Forest Products [2128]