Profil Kontraktor Mitra Kerja Pemegang BPH dalam Pemanenan Hasil Hutan (Studi Kasus di PT. Inhutani II Unit Usaha Kalimantan Timur)
Abstract
Sentralisasi pengelolaan butan produksi teIjadi baik di tingkat makro oleh Pemerintah melalui Departemen Kebutanan dan Perkebunan (Depbutbun) kbususnya Direktorat Ienderal Pengusabaan Hutan Produksi (PHP), maupun di tingkat mikro oleb pemegang HPH. Pada tingkat makro kekuasaan yang tersentralisasi tersebut pada kenyataannya menjebak Departemen Kebutanan dan Perkebunan (Dephutbun) menjadi sebuah korporasi, daripada sebagai pengelola public asset yang penuh dengan amanah. Di tingkat mikro (pemegang HPH), kebijakan pemerintah untuk mengintegrasikan pengelolaan hutan dengan industri perkayuan (integrated forest industry), selain meniadakan partisipasi masyarakat, perilaku profit rational pemegang HPH banyak menimbulkan kecemburuan sosial.(Nugroho,2000). Dilihat dari proses produksinya, kegiatan kehutanan pada hutan produksi dapat dipecah menjadi tiga segmen kegiatan yaitu stumpage industry, logging industry, dan wood industry. Logging industry sebagai bagian dari sistem pengelolaan hutan merupakan suatu kegiatan yang menjadi major priority bagi pemegang HPH. Selama ini logging industry masih dikuasai secara menyeluruh oleh pemegang HPH, tetapi sebenamya tidak menutup kemungkinan bahwa para pemegang HPH yang ada dapat memperluas kesempatan berusaha dengan melakukan keIjasama yang saling menguntungkan dengan pihak lain misalnya dengan kontraktor. Saat ini keberadaan kontraktor masih bersifat sebagai rnitra keIja pemegang HPH dalam mengelola hutan produksi. Apabila kineIja dan profesionalisme kontraktor dapat ditingkatkan maka tidak menutup kemungkinan kontraktor dapat menjadi suatu logging industry yang mandiri.
Collections
- UT - Forest Products [2184]