Infrastruktur Komunikasi dalam Pengambilan Keputusan Keluarga terhadap Praktik Pernikahan Anak
Date
2022Author
Roberto, Irvan
Hubeis, Aida Vitayala S.
Sarwoprasodjo, Sarwititi
Herawati, Tin
Metadata
Show full item recordAbstract
Pernikahan anak merupakan salah satu permasalahan sosial yang masih banyak terjadi di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia. Di Indonesia, upaya untuk meminimalisir praktik pernikahan anak telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Akan tetapi, angka-angka statistik masih menunjukkan bahwa praktik pernikahan anak masih cukup tinggi dan merupakan salah satu masalah krusial yang membutuhkan perhatian serius dari berbagai pihak. Tingginya praktik pernikahan anak pada dasarnya disebabkan oleh orang tua dari anak itu sendiri. Orang tua memiliki peran yang sangat besar dalam keputusan pernikahan pada anaknya, termasuk pernikahan yang dilakukan pada usia anak. Keputusan menikahkan anak yang diambil orang tua sangat dipengaruhi oleh narasi/carita terkait praktik pernikahan anak yang didapatkan melalui infrastruktur komunikasi yang dimilikinya. Ball-Rokeach et al. (2001) menyatakan bahwa infrastruktur komunikasi merupakan jaringan penceritaan lingkungan yang beroperasi melalui tiga tingkatan level komunikasi yaitu mikro, meso, dan makro dengan memproduksi dan menyebarkan narasi/cerita kepada individu/masyarakat.
Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk 1). Mengeksplorasi aksi/tindakan komunikasi keluarga status sosial ekonomi rendah (KSSER) maupun keluarga status sosial ekonomi tinggi (KSSET) pada jaringan penceritaan lingkungan; 2). Mengeksplorasi narasi/cerita praktik pernikahan anak dari jaringan penceritaan lingkungan pada keluarga status sosial ekonomi rendah (KSSER) maupun keluarga status sosial ekonomi tinggi (KSSET); 3). Mengeksplorasi komunikasi keluarga dalam pengambilan keputusan pada praktik pernikahan anak pada keluarga status sosial ekonomi rendah (KSSER) maupun keluarga status sosial ekonomi tinggi (KSSET); dan 4). Merumuskan model strategi komunikasi dalam pencegahan praktik pernikahan anak.
Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme dengan desain studi kasus. Lokasi penelitian dilakukan di Kota Makassar pada bulan Juli sampai November 2020. Unit analisis dalam penelitian ini adalah keluarga yang anggota keluarganya (anak) pernah melangsungkan pernikahan di bawah usia 18 tahun maupun keluarga yang memiliki anak usia remaja (usia 15 - 18 tahun) namun memutuskan tidak menikahkan anak. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara mendalam, fokus grup diskusi (FGD), dan dokumentasi. Analisis data dilakukan melalui model interaktif yang dikemukan Miles, Huberman, dan Sadana yaitu: (1) kondensasi data; (2) penyajian data; dan (3) penarikan kesimpulan/verifikasi. Analisis data juga dilakukan dengan menggunakan Nvivo 12 untuk proses coding dan kategorisasi data atas.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Keluarga status sosial ekonomi rendah (KSSER) memiliki aksi/tindakan komunikasi yang cukup terbuka pada jaringan penceritaan lingkungan yang dimiliki. Penggunaan media digital (level makro) pada KSSER menunjukkan aksi/tindakan komunikasi yang tertutup karena keterbatasan kepemilikan dan penggunaan media digital (smartphone maupun personal computer). Pada KSSET, aksi/tindakan komunikasi mereka menunjukkan kendala pada keterlibatan dalam kelompok komunitas (level meso) serta
penyuluhan dan sosialisasi dari pemerintah (level makro) karena keterbatasan waktu dan sibuk bekerja di ruang publik. (2) Narasi pernikahan anak pada KSSER dan KSSET yang diperoleh dari infrastruktur komunikasi (mikro, meso, dan makro) menunjukkan narasi yang beragam, baik yang menolak atau mendukung praktik pernikahan anak. Pada level mikro, narasi praktik pernikahan anak difokuskan pada risiko yang akan diterima orang tua dan pada KSSET difokuskan pada risiko bagi anak. Narasi praktik pernikahan anak di level komunikasi meso pada KSSER menunjukkan ketidaktegasan dalam menolak praktik pernikahan anak, sedangkan pada KSSET secara tegas menolak praktik pernikahan anak. Pada level makro, KSSER mendapat narasi yang menolak praktik pernikahan anak dari media mainstream serta penyuluhan dan sosialisasi dari pemerintah, sedangkan pada KSSET didapatkan melalui media digital (smartphone maupun internet). (3) KSSER memiliki bentuk komunikasi konsensus. Komunikasi keluarga dalam banyak hal dilakukan secara bersama-sama. Akan tetapi pengambilan keputusan dalam hal pernikahan dilakukan oleh orang tua. Suami selaku kepala keluarga menjadi pengambil keputusan dominan dalam keluarga. Anak sama sekali tidak memiliki kuasa untuk menentukan kapan dan dengan siapa mereka ingin melangsungkan pernikahan. Agensi anak dalam pengambilan keputusan lemah. Sedangkan pada KSSET, memiliki bentuk komunikasi pluralisitik. Komunikasi keluarga dalam pengambilan keputusan dilakukan secara bersama-sama. Akan tetapi pengambilan keputusan perihal pernikahan dilakukan oleh anak itu sendiri. Anak memiliki kuasa untuk menentukan kapan dan dengan siapa mereka ingin melangsungkan pernikahan. Agensi anak dalam pegambilan keputusan kuat. (4) Strategi komunikasi pencegahan praktik pernikahan anak dilakukan dengan pendekatan tactic quadran berdasarkan tipologi keluarga (konsensus tradisonal, konsensus rasional, pluralistik tradisional, dan pluralistik rasional) serta melalui pendekatan sosioekologis dengan menyasar level interpersonal, kelompok komunitas, dan lingkungan/kebijakan.
Collections
- DT - Human Ecology [537]