Kajian Produksi, Mutu dan Minyak Atsiri Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix DC.) dengan Perbedaan Teknik Budidaya dan Pasca Panen
View/Open
Date
2019Author
Budiarto, Rahmat
Poerwanto, Roedhy
Santosa, Edi
Efendi, Darda
Agusta, Andria
Metadata
Show full item recordAbstract
Tanaman jeruk purut (Citrus hystrix DC.) merupakan salah satu anggota
keluarga Rutaceae yang kalah populer dengan jenis-jenis jeruk penghasil buah
seperti keprok, siam dan pamelo. Jeruk purut belum banyak dibudidayakan
meskipun potensi pemanfaatannya cukup beragam, terutama bagian daunnya yang
digunakan sebagai bumbu dapur dan bahan baku minyak atsiri. Kebutuhan jeruk
purut diduga terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan
perubahan gaya hidup milenial yang lebih sehat. Produksi jeruk purut Indonesia
masih kalah dengan Thailand yang dikenal sebagai eksportir terbesar jeruk purut di
dunia. Hal ini diduga terkait dengan masih sempitnya luas panen jeruk purut dan
rendahnya produksi aktual pada pertanaman yang ada. Oleh karena itu disusun
beberapa percobaan paralel dengan tujuan umum untuk meningkatkan produksi,
baik secara kuantitas maupun kualitas, pada produk daun segar dan minyak atsiri
daun jeruk purut.
Satu-satunya daerah yang dilaporkan sebelumya sebagai daerah sentra
budidaya jeruk purut adalah Tulungagung, Jawa Timur. Petani setempat
menerapkan praktik budidaya semi intersif berupa perpaduan antara teknik
budidaya tradisional dan konvensional. Daun segar merupakan produk utama,
sedangkan produk turunannya berupa tepung daun dan minyak atsiri, serta produk
sampingan berupa buah dan batang pasca panen. Produksi daun petani
Tulungagung diperkirakan sebesar 0.1 kg per tahun per tanaman, dengan siklus
panen setiap 6 bulan sekali. Penanganan pasca panen cukup sederhana meliputi
pemisahan daun dari batang (mitil), penimbangan dan pengemasan dengan karung,
tanpa ada perlakuan pendinginan. Harga daun jeruk purut per kg di tingkat petani
adalah Rp 6 000 – 7 000, di tingkat pengepul Rp 9 000 – 10 000, di tingkat pedagang
besar Rp 11 000 – 12 000 dan di tingkat pedagang kecil Rp 14 000 – 16 000. Daun
jeruk purut petani Tulungagung sebagian besar dijual ke pasar tradisional, dengan
jangkauan lokal Tulungagung hingga ibu kota Jakarta.
Daun adalah komponen utama yang dipanen dari tanaman jeruk purut
sehingga ukurannya begitu menjadi perhatian. Pengukuran luas dan bobot daun
dapat dilakukan dengan mudah, murah dan tanpa harus merusak tanaman (non
destruktif). Model terpilih untuk pendugaan luas dan bobot daun jeruk purut yang
mudah, murah dan non destruktif pada penelitian ini menggunakan peubah penduga
sederhana yakni panjang total (PT) daun dengan jenis regresi berupa zero intercept
polynomial. Persamaan matematika dari model terpilih yakni (i) luas daun (cm2) =
0.1997 (PT)2 + 0.4571 (PT); (ii) bobot daun (g) = 0.0067 (PT)2 + 0.0065 (PT).
Rendahnya produksi daun jeruk purut di fase awal pertanaman disebabkan
oleh lambatnya pertumbuhan tanaman, terlebih pada kondisi terpapar cahaya
matahari penuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh faktor naungan
terhadap produksi daun dan fisiologi tanaman jeruk purut lebih dominan
dibandingkan pemangkasan. Pemangkasan dapat meningkatkan jumlah tunas baru
dan mereduksi tinggi tanaman. Penggunaan naungan dapat meningkatkan laju
v
pertumbuhan, jumlah daun dan produksi daun per pohon. Perbaikan respon tersebut
disebabkan oleh peningkatan laju fotosintesis, konduktansi stomata dan efisiensi
penggunaan air pada tanaman ternaungi. Naungan 24% lebih direkomendasikan
dari pada naungan 43% karena lebih efektif dan efisien untuk peningkatan
pertumbuhan dan produksi daun jeruk purut.
Optimasi dosis pupuk nitrogen pada budidaya jeruk purut di bawah naungan
pasca pemangkasan taraf berat pada saat panen dirasa perlu untuk dilakukan untuk
menjamin produksi daun jeruk purut di musim selanjutnya. Pemangkasan panen
dengan menyisakan batang pokok setinggi 30 cm mendukung respon pertumbuhan
dan bobot basah daun yang lebih baik dibandingkan tinggi pangkas panen 10 cm.
Terdapat peningkatan laju pertumbuhan relatif dan keragaan tanaman akibat
pemupukan N. Namun pengaruh dari dosis 20 g N tidak berbeda nyata dengan dosis
40 g N per tanaman. Dosis optimum untuk produksi daun purut di bawah naungan
24% adalah 35 g N per tanaman dengan hasil maksimum 58.33 g per tanaman.
Minyak atsiri merupakan produk turunan daun jeruk purut yang cukup
potensial dikembangkan di Indonesia. Kualitas minyak dapat dipengaruhi oleh
karakteristik lokasi tumbuh tanaman jeruk purut. Rendemen minyak atsiri tertinggi
yakni 1.5% didapatkan dari Bogor, sedangkan yang terendah yakni 0.78%
didapatkan dari Tulungagung. Rendemen berkorelasi positif dan signifikan
terhadap curah hujan, status C-org dan pH tanah serta kadar hara N, P dan Mg.
Kecukupan air, kesesuaian sifat media tanam (pH), ketersediaan hara makro
mendukung produksi minyak atsiri daun purut. Kadar citronellal berkorelasi positif
dan signifikan terhadap pH aktual tanah dan kadar hara Ca daun dan berkorelasi
negatif terhadap hara mikro Fe dan Mn.
Aroma merupakan atribut mutu yang paling menentukan tingkat kesukaan
terhadap produk daun purut. Dari ketujuh produk yang diuji, daun bagus menjadi
produk terfavorit. Daun bagus dihasilkan pasca sortasi dengan ciri berbentuk
normal, tampak segar, bersih dari kotoran dan tidak mengalami kerusakan.
Penyimpanan suhu beku (-20 oC) dapat mempertahankan kualitas warna dan tekstur
daun purut lebih baik dibandingkan penyimpanan suhu rendah (5 oC). Bubuk daun
purut sebaiknya dibuat dari daun berwarna hijau, bukan dari daun coklat, karena
daun coklat tidak disukai panelis. Perlakuan pasca panen (pengovenan, pengeringanginan
dan pembubukan) pada bubuk daun hijau, bubuk daun coklat dan daun
kering coklat menyebabkan penurunan rendemen, peningkatan bobot jenis dan
indek bias serta membuat warna minyak menjadi lebih gelap.
Minyak atsiri daun jeruk purut dilaporkan memiliki banyak kegunaan selain
sebagai wewangian. Hasil bioautografi antioksidan menunjukkan beberapa noda
dibawah sinar tampak pada pelat bewarna latar ungu pasca penyemprotan DPPH
0.2%. Perbedaan persentase relatif caryophyllene antar sampel diduga menentukan
variasi aktifitas antioksidannya. Hasil bioautografi antibakteri menunjukkan bahwa
semua sampel minyak atsiri memiliki aktifitas antibakteri namun senyawa
citronellal murni tidak. Perbedaan pengaruh antibakteri tersebut diduga
berhubungan dengan persentase relatif senyawa citronellol, caryophyllene, eugenol
dan myristicin pada minyak atsiri daun jeruk purut.