Komposisi Kimia dan Keamanan Pemberian Propolis pada Kondisi Bunting di Hewan Coba.
View/ Open
Date
2019Author
Fikri, Al Mukhlas
Sulaeman, Ahmad
Marliyati, Sri Anna
Fahrudin, Mokhamad
Handharyani, Ekowati
Bankova, Vasya
Metadata
Show full item recordAbstract
Propolis merupakan salah satu produk lebah dengan berbagai manfaat
kesehatan. Hal ini karena aktivitas antibakteri, antivirus, antifungi, antikanker,
antiinflamasi, imunomodulator dan aktivitas antioksidan yang dimiliki oleh
propolis. Hasil penelitian toksisitas menunjukkan bahwa propolis relatif aman
untuk dikonsumsi. Akan tetapi, belum terdapat penelitian yang menilai keamanan
konsumsi propolis pada kondisi hamil atau bunting di hewan coba. Selain itu,
kandungan kimia propolis cenderung beragam dan bergantung pada asal, sumber
resin, musim, dan metode ekstraksi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis komposisi kimia propolis Indonesia dan pengaruhnya
terhadap fungsi hati dan ginjal induk serta pertumbuhan fetus.
Penelitian ini terdiri atas dua tahapan utama. Tahapan pertama yaitu
analisis komposisi kimia propolis dari Banten, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi
Selatan. Analisis dilakukan dengan menggunakan gas chromatography-mass
spectrometry (GC/MS). Sementara itu, analisis lanjutan dilakukan pada propolis
dari Sulawesi Selatan dengan menggunakan beberapa teknik kromatografi,
diantaranya: kromatografi lapis tipis (KLT), vacuum liquid chromatography
(VLC), dan kromatografi kolom. Identifikasi struktur kimia dilakukan dengan 1HNMR
dan 13C, DEPT, HSQC, HMBC, NOESY.
Tahapan kedua penelitian ini berupa analisis pengaruh pemberian propolis
terhadap fungsi hati dan ginjal induk serta pertumbuhan fetus. Propolis yang diuji
merupakan propolis dengan aktivitas antiemesis tertinggi berdasarkan hasil
penelitian sebelumnya, yaitu propolis ekstrak air dari Banten dan propolis ekstrak
etanol dari Sulawesi Selatan. Propolis diberikan dalam dua dosis yaitu dosis
rendah atau dosis aktif sebagai antiemesis (380 mg/kg) dan dosis tinggi atau dosis
non observed adverse effect level pada kondisi fisiologis normal (1400 mg/kg).
Propolis diberikan selama 18 hari kebuntingan. Setelah itu, mencit bunting
dinekropsi. Darah induk diambil untuk analisis alanine aminotransferase (ALT),
aspartate aminotransferase (AST), urea, kreatinin serum. Organ hati, ginjal, dan
limpa induk dianalisis untuk mengamati perubahan histopatologi. Pertumbuhan
fetus dinilai dengan mengamati berat fetus, panjang fetus, jumlah fetus hidup,
mati, resorpsi, tingkat kematian embrio, dan osifikasi tulang. Pengamatan
histopatologi juga dilakukan pada plasenta.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa triterpen merupakan komponen
utama penyusun propolis dari tiga provinsi di Indonesia. Propolis dari Banten dan
Kalimantan Selatan merupakan tipikal propolis dengan sumber resin berasal dari
tanaman mangga. Hal ini ditandai dengan beberapa senyawa khas resin mangga,
seperti alk(en)yl phenols, alk(en)yl resorcinols, anacardic acids dan cycloartanetype
triterpenes (cycloartenol, mangiferolic acid, isomangiferolic acid). Hasil
analisis lanjutan terhadap propolis dari Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa
tanaman jenis Calophyllum sebagai sumber resin karena ditemukan isorecedensic
acid, calopolyanic acid, papuanic acid, dan isopapuanic acid.
iii
Hasil studi toksisitas menemukan bahwa pemberian propolis hingga 1400
mg/kg tidak menunjukkan adanya gangguan pada fungsi hati dan ginjal induk.
Tidak ditemukan adanya perbedaan pada kadar ALT, AST, ureum dan kreatinin
serum antar kelompok. Hasil pengamatan histopatologi terhadap organ hati dan
ginjal juga tidak menunjukkan adanya perubahan spesifik. Selain itu, peningkatan
jumlah pulpa putih pada limpa mencit ditemukan pada kedua kelompok dosis
rendah dan ditemukan pula kecenderungan peningkatan diameter pulpa pada
semua kelompok yang diberikan propolis. Akan tetapi, dosis tinggi propolis
ekstrak etanol dari Sulawesi Selatan dan dosis tinggi propolis ekstrak air dari
Banten secara signifikan menurunkan berat fetus (p<0.05). Selain itu, propolis
ekstrak etanol dari Sulawesi Selatan menyebabkan peningkatan resorpsi,
perlambatan osifikasi dan penurunan panjang fetus (p<0.05). Hasil penelitian ini
menunjukkan tidak adanya hambatan pertumbuhan fetus pada kelompok yang
diberikan kedua jenis propolis pada dosis rendah. Hasil pengamatan histopatologi
plasenta menunjukkan terjadinya pengecilan labirin plasenta pada kedua
kelompok dosis tinggi.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa komposisi kimia propolis dari Banten
dan Kalimantan Selatan memiliki tipe komposisi kimia propolis dengan sumber
resin berasal dari tanaman mangga. Propolis dari Sulawesi Selatan memiliki tipe
komposisi kimia propolis dengan sumber resin berasal dari tanaman Calophyllum.
Konsumsi propolis pada dosis rendah (380 mg/kg) relatif aman untuk kehamilan.
Collections
- DT - Human Ecology [567]