dc.description.abstract | Perubahan iklim ditandai dengan perubahan pola curah hujan dengan
hujan sepanjang tahun ataupun musim kemarau yang berkepanjangan. Selain itu
menyebabkan tingkat serangan hama dan penyakit semakin meningkat sehingga
diperlukan upaya pengendalian hama dan penyakit. Kondisi ini menyebabkan
penurunan produksi sebesar 10-50 persen dalam tiga tahun terakhir (Sakiroh et al.
2015; Kementerian Pertanian 2017). Permasalahan ini terjadi di Kabupaten Luwu
dan Luwu Utara, Sulawesi Selatan sebagai salah satu sentra pertanaman kakao
yang mencapai 61.4 persen dari luas areal kakao nasional dan mengalami
penurunan produksi seiring dengan penurunan curah hujan (BPS 2016; 2017 dan
Kementerian Pertanian 2017).
Dampak perubahan iklim ini menyebabkan petani semakin kesulitan dalam
menentukan pola usaha taninya dengan pendapatan yang diterima semakin
berkurang sehingga diperlukan upaya adaptif dalam mengatasi permasalahan
tersebut (Dewi dan Noponen 2016; Swisscontact 2017). Suatu upaya adaptif yang
diperlukan dalam peningkatan kemampuan petani berupa kapasitas adaptif dalam
bentuk ketahanan dan kemampuan individu petani dengan meminimalkan
kerentanan dalam mengatur usaha taninya dan menemukan cara baru berdasarkan
kondisi perubahan iklim yang tidak menentu secara teknis, manajerial dan sosial
budaya menuju usaha tani yang berkelanjutan (Nicholls et al. 1999; Gallopin
2006; Fatchiya 2010; UNISDR 2012; FAO, 2014). Penelitian ini bertujuan untuk:
(1) mendeskripsikan kapasitas adaptif petani kakao dalam menghadapi fenomena
perubahan iklim dari dua kabupaten; (2) menganalisis faktor-faktor yang
memengaruhi kapasitas adaptif petani kakao dalam menghadapi fenomena
perubahan iklim; dan (3) merumuskan strategi kapasitas adaptif petani dalam
menghadapi fenomena perubahan iklim untuk usaha tani kakao yang
berkelanjutan.
Penelitian ini menggunakan metode survei dengan jumlah populasi 960
petani. Jumlah sampel penelitian ditentukan dengan menggunakan rumus slovin
sebanyak 282 petani yang tersebar di delapan desa, empat kecamatan dan dua
kabupaten. Penentuan sampel pada setiap desa menggunakan proportional
sampling dan pengambilan sampel dari delapan desa dengan cara stratified
sampling pada kelompok tani terpilih. Pengambilan sampel pada kelompok tani
terpilih tersebut secara simple random sampling. Pengumpulan data dilakukan
pada bulan Juni sampai Agustus 2018. Selain survei, dilakukan pula wawancara
mendalam (indepth interview) terhadap lima informan terkait seperti penyuluh,
koordinator kemitraan swasta (Mars Symbiocience Indonesia), petugas iklim
(BMKG), tokoh masyarakat dan pejabat terkait di instansi Dinas Pertanian dan
instansi lainnya sebagai pendukung analisis kualitatif. Kuesioner yang digunakan
telah diujicobakan validitas dan realibilitasnya pada 30 orang anggota kelompok
tani kakao Siwata di Kelurahan Noling. Data yang terkumpul ditabulasi dan
dianalisis mencakup: (1) analisis deskriptif berupa distribusi frekuensi, nilai rerata
ii
skor Skala Likert menggunakan program excel dan uji beda Mann-Whitney
dengan bantuan program SPSS versi 24; (2) analisis inferensial dengan Structural
Equation Models (SEM) menggunakan PLS 2; dan (3) penentuan model strategi
dengan menggunakan Logic Model.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) kapasitas adaptif petani kakao
dari dua kabupaten adalah kemampuan teknis yang terdiri atas: (a) penerapan
teknik GAP kakao, (b) penerapan teknologi hemat air, pengelolaan dan
pemanfaatannya, (c) pelaksanaan Sekolah Lapang Iklim (SLI), Sekolah Lapang -
Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT), dan Sekolah Lapang - Pengendalia
Hama Terpadu (SL-PHT), (d) penerapan demplot/kebun percontohan dan (e)
peremajaan tanaman dengan melakukan diversifikasi tanaman (tumpang sari), (f)
penerapan kalender budi daya kakao adaptasi iklim; dan kemampuan manajerial
terdiri atas: (a) perencanaan modal usaha tani, (b) pelatihan pengolahan hasil
(kewirausahaan), dan (c) akses pelayanan informasi iklim yang masih rendah,
sedangkan kemampuan sosial budaya dalam meningkatkan kerjasama bagi petani
kakao dengan pihak stakeholder terkait (peneliti, Perguruan Tinggi (PT),
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), perusahaan dan lain-lain) masih pelu
ditingkatkan lagi; (2) kapasitas adaptif petani kakao dipengaruhi oleh; (a)
karakteristik petani dalam pendidikan non formal yang terdiri atas: pelatihan,
sekolah lapang (SLI, SL-PTT dan SL-PHT), dan lama berusaha tani yang
berpengaruh pada pengambilan keputusan yang dilakukan oleh petani kakao, (b)
dukungan penyuluhan (pemerintah, swasta dan swadaya) dalam meningkatkan
kemampuan dan penguasaan materi adaptif iklim bagi penyuluh, dan (c)
dukungan pemerintah dalam pelayanan informasi iklim dan ketersediaan modal
usaha tani bagi petani kakao untuk mewujudkan usaha tani kakao yang
berkelanjutan; dan (3) Strategi kapasitas adaptif petani kakao terdiri atas: (a)
memastikan terselenggaranya penyuluhan berbasis kebutuhan petani kakao; (b)
keaktifan kelembagaan kelompok tani kakao sebagai wahana pembelajaran; dan
(c) dukungan pemerintah dalam aspek sarana dan prasarana usaha tani kakao. | id |