Model Tumpangsari pada Peremajaan Kebun Kelapa Sawit Rakyat Berkelanjutan di Provinsi Riau
View/Open
Date
2019Author
Kusumawati, Sri Ambar
Yahya, Sudirman
Hariyadi
Mulatnsih, Sri
Metadata
Show full item recordAbstract
Permasalahan peremajaan kebun kelapa sawit rakyat di Indonesia
dikelompokkan ke dalam 5 aspek yaitu: aspek ekonomi, lingkungan, sosial
budaya, teknologi dan kelembagaan. Permasalahan ekonomi yang paling
utama adalah petani kehilangan pendapatan selama tanaman belum
menghasilkan, paling tidak 3 tahun, dan masalah lingkungan adalah
terjadinya emisi CO2 pada proses peremajaan.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menganalisis pertumbuhan dan
produktivitas tanaman sela dan pertumbuhan tanaman pokok pada
peremajaan kebun kelapa sawit rakyat; 2) menganalisis pendapatan dan
kelayakan uasaha tani model tumpangsari; 3) menganalisis dinamika emisi
CO2 dan cadangan karbon yang terjadi; 4) menganalisis status keberlanjutan
model tumpangsari pada peremajaan kebun kelapa sawit rakyat.
Penelitian dilaksanakan di Desa Bukit Jaya Kecamatan Ukui Kabupaten
Pelalawan Provinsi Riau, pada kebun kelapa sawit rakyat umur 28 tahun yang
diremajakan. Penelitian ini adalah percobaan lapangan menggunakan
rancangan Petak-terbagi, petak utama kapling petani (3 kapling), anak
petaknya 4 perlakuan tanaman sela yaitu: jagung, kedelai, kacangan dan
vegetasi alami, dan diulang sebanyak 3 kali. Data agronomis dianalisis ragam
menggunakan SAS versi 9.4. Kelayakan usaha tani dihitung dengan analisis
R/C rasio. Pengukuran emisi CO2 menggunakan alat IRGA dan
penghitungannya menggunakan persamaan allometrik, pengukuran
cadangan karbon pohon kelapa sawit tua dengan metode non destructive,
sedangkan pengukuran biomassa tumbuhan bawah dan tanaman sela dengan
metode destructive. Status keberlanjutan usaha tani tumpangsari dianalisis
dengan menggunakan metode Multidimensional Scaling (MDS).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penampilan tanaman sela
menunjukkan pertumbuhan yang membaik dari musim tanam 1 sampai 3, dan
tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman pokok. Produktivitas jagung
musim tanam 1 sampai 3 berturut-turut sebesar 5.01 t ha-1, 7.51 t ha-1 dan 6.57
t ha-1, atau rata-rata 6.36 t ha-1. Produktivitas kedelai berturut-turut 1.60 t ha-
1, 1.28 t ha-1 dan 2.19 t ha-1 atau rata-rata 1.69 t ha-1. Pendapatan petani ratarata
sebesar Rp11.482.180- untuk jagung dan Rp1.782.200,untuk kedelai per
kapling (2 ha) per musim tanam, atau sebesar Rp3.280.623 untuk jagung dan
Rp636.518, untuk kedelai per kapling per bulan. Dari setiap kapling, bagian
areal lahan yang tertanam tanaman sela pada gawangan hidup dan ruang antar
tanaman pokok dalam baris, kecuali gawangan mati dan areal bawah tajuk
kelapa sawit, yang meliputi pada musim tanam 1 hingga 3 berturut-turut
seluas 53, 30 dan 27% dari luasan dua hektar (satu kapling). Rata-rata nilai
R/C jagung 2.66 dan kedelai 1.33, sehingga keduanya layak diusahakan.
Besaran emisi CO2 pada tahapan proses peremajaan, yaitu emisi CO2
dari lahan di bawah tegakan kelapa sawit tua umur 28 tahun sebelum land
clearing sebesar 28.5 t CO2 ha-1 tahun-1, pada lahan kosong setelah land
clearing sebesar 59.0 t CO2 ha-1 tahun-1. Emisi pada tanaman sela sebesar
49.3 t CO2 ha-1 tahun-1 dan pada tanaman kelapa sawit berumur 1 tahun
sebesar 42.9 t CO2 ha-1 tahun-1. Penurunan emisi CO2 terjadi selain karena
sebagian CO2 yang dihasilkan terserap kembali oleh tanaman untuk
fotosintesis, juga karena tersimpan dalam biomassa tanaman sebagai
cadangan karbon berturut-turut 10.2 t C ha-1 pada tanaman jagung, 7.6 t C
ha-1 pada kacangan, 3.5 t C ha-1 pada kedelai, 2.8 t C ha-1 pada vegetasi alami,
dan 42.9 t C ha-1 pada kelapa sawit tua umur 28 tahun.
Status keberlanjutan model tumpangsari pada peremajaan kebun kelapa
sawit rakyat di Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau ditinjau dari 5 dimensi
yaitu dimensi ekonomi dengan indeks 60.02, sosial budaya 65.22, teknologi
59.45 dan kelembagaan 56.23 termasuk kategori cukup berkelanjutan,
sedangkan dimensi lingkungan 85.31 termasuk kategori berkelanjutan.
Penilaian dari 63 atribut menghasilkan 12 atribut sensitif sebagai faktor
pengungkit yang perlu dibenahi agar usaha tani tumpangsari pada peremajaan
kebun kelapa sawit rakyat berjalan optimal. Hasil validasi Monte Carlo
menunjukkan seluruh atribut dapat dipertanggungjawabkan, didasarkan pada
hasil selisih antara hasil MDS dan Monte Carlo kurang dari 5%.