Kebijakan Pengelolaan Ekosistem Hutan Mangrove Berkelanjutan Kota Langsa.
View/Open
Date
2019Author
Iswahyudi
Kusmana, Cecep
Hidayat, Aceng
Noorachmat, Bambang Pramoedya
Metadata
Show full item recordAbstract
Berdasarkan data One Map Mangrove, luas ekosistem mangrove di
Indonesia seluas 3.5 juta Ha yang terdiri dari 2.2 juta ha dalam kawasan hutan dan
1.3 juta ha di luar kawasan hutan. Ekosistem mangrove tersebut berada di 257
kabupaten/kota.Sebagian ekosistem mangrove tersebut telah mengalami
kerusakan. Fenomena kerusakan hutan mangrove juga sudah terlihat di Kota
Langsa. Apabila hal tersebut tidak diperbaiki maka dalam jangka panjang dapat
mengancam kelestarian ekosistem hutan mangrove dan kehidupan wilayah pesisir.
Penelitian ini bertujuan untuk: memetakan kondisi biofisik kawasan dan sosial
ekonomi masyarakat; menentukan status keberlanjutan pengelolaan ekosistem
hutan mangrove; merumuskan struktur dan klasifikasi dari prioritas kendala yang
harus ditangani, lembaga yang berperan dalam pengelolaan ekosistem hutan
mangrove di Kota Langsa; dan menyusun kebijakan pengelolaan ekosistem hutan
mangrove di Kota Langsa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggabungkan pendekatan deskriptif kualitatif dan kuantitatif dan
pendekatan sistem seperti analisis spasial, multi dimensional scalling (MDS) dan
analisis interpretative structural modelling (ISM).
Berdasarkan hasil analisis citra Satelit Landsat 7 ETM+, terlihat perubahan
luasan hutan mangrovedi Kota Langsa. Dibandingkan dengan tahun 2007, maka
pada tahun 2013 terjadi penambahan luas hutan mangrove sebesar 324.29 ha.
Hasil analisis vegetasi, dijumpai 14 famili dan 25 jenis mangrove dengan dua
kelompok, yaitu flora mangrove sejati dan flora mangrove ikutan. Hasil analisis
kekritisan hutan mangrove di Kota Langsa digolongkan rusak dan rusak berat. Untuk
kesesuaian lahan rehabilitasi mangrove di lokasi penelitian termasuk kelas sesuai.
Hal ini karena semua parameter yang nilai mempunyai kelas yang sesuai
berdasarkan kriteria yang dipakai. Masyarakat di lokasi penelitian memahami
tentang fungsi ekosistem mangrove bagi kehidupan mereka, namun karena
tuntutan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan tidak ada alternatif
pekerjaan yang lain mereka terpaksa merambah hutan mangrove dan
mengambilnya kayunya. Secara ekonomi, pendapatan masyarakat dilokasi
penelitian belum masuk kedalam kategori kehidupan yang layak (KHL).
Keberlanjutan pengelolaan ekosistem hutan mangrove Kota Langsa
berdasarkan aspek ekologi, ekonomi, sosial budaya dan
kelembagaanmenunjukkan bahwa hanya dimensi ekologi yang memiliki status
cukup berkelanjutan, sedangkan dimensi ekonomi, sosial budaya dan
kelembagaan statusnya kurang berkelanjutan. Hasil analisis leverage
multidimensi, diperoleh 10 atribut yang memiliki pengaruh sensitif yang dapat
menyebabkan perubahan dalam pengelolaan ekosistem hutan mangrove.
Keseluruhan faktor yang sensitif merupakan atribut dari dimensi kelembagaan dan
dimensi sosial, yaitu: jumlah kelompok kerja mangrove, aturan formal dan
informal dalam pengelolaan mangrove, penyuluhan hukum pengelolaan
mangrove, lembaga pengelola, penerapan aturan kelembagaan, adanya tokoh
panutan, fasilitasi dan pendampingan masyarakat dalam pengelolaan ekosistem
hutan mangrove, penguatan dan peningkatan peran serta masyarakat lokal dalam
kegiatan pengelolaan, konflik dengan pihak pemerintah dan penguatan kearifan
lokal dalam pengelolaan ekosistem mangrove.
Rendahnya pemahaman masyarakat tentang pengelolaan hutan mangrove,
kurang terintegrasi dan terimplementasinya kebijakan dan peraturan; dan
kurangnya dukungan pemerintah dalam program-program pengelolaan hutan
mangrovemerupakan kendala kunci dalam pengelolaan ekosistem hutan mangrove
berkelanjutan di Kota Langsa. Lembaga pengelola yang harus terlibat aktif dalam
mendukung keberhasilan kebijakan kunci tersebut adalah KLHK, DLHK Provinsi
Aceh dan KPH Wilayah III Aceh. Kebijakan yang tepat dalam pengelolaan
ekosistem hutan mangrove berkelanjutan di Kota Langsa adalah pengelolaan
hutan mangrove yang memadukan sinergisitas pentahelix elemen antara pihak
akademisi dari Universitas Samudra dan IAIN Zawiyah Cot Kala, PT Pekola,
KPH Wilayah III Aceh dan Pemerintah Kota Langsa; LSM Balee Jurong dan
media cetak/elektronik sebagai penyebar informasi, yang saling terkait satu sama
lain.