Kajian Karakter Fenotipe dan Genetika Molekuler (Gen COI dan Cyt b) pada Abalon Haliotis squamata Reeve 1846 Asal Perairan Selatan Jawa dan Bali sebagai Dasar untuk Pengembangan Budidaya
View/Open
Date
2019Author
Bachry H., Syamsul
Solihin, Dedy Duryadi
Gustiano, Rudhy
Soewardi, Kadarwan
Butet, Nurlisa A
Metadata
Show full item recordAbstract
Abalon termasuk kelas Gastropoda dari famili Haliotidae dan hanya terdiri
dari satu genus yaitu Haliotis. Karakteristik abalon seperti siput pada umumnya
yang memiliki tubuh lunak yang dibungkus oleh satu cangkang. Jenis Gastropoda
laut ini mempunyai nilai eksotis dan ekonomis tinggi untuk negara-negara seperti
Jepang, China, Taiwan, Korea, HongKong dan juga Indonesia. Produksi abalon di
Indonesia umumnya berasal dari perairan Jawa dan Bali yang diperoleh dari hasil
tangkapan di alam, dan sebagian dari hasil budidaya. Salah satu jenis abalon yang
ditemukan di perairan laut selatan Jawa dan Bali adalah Haliotis squamata. Perairan
selatan Jawa dan Bali merupakan perairan yang memiliki energi gelombang kuat
karena swell yang datang dari Samudera Hindia. Kondisi ini menyebabkan H.
squamata harus beradaptasi, sehingga diduga menyebabkan terjadinya perubahanperubahan
morfologi, fisiologi dan genetik. Karakter morfologi seperti bentuk dan
ukuran cangkang diduga kuat merespon kondisi perairan selatan Jawa dan Bali.
Selain itu, pola warna dan tekstur cangkang dipengaruhi oleh makroalga yang di
komsumsi.
Karakter cangkang abalon memiliki daya respon yang baik terhadap
lingkungan. Hal ini jika pengamatan hanya berdasarkan morfologi saja maka akan
sulit untuk membedakan spesies yang mirip. Sejauh ini identifikasi abalon di
Indonesia masih melalui pendekatan karakter morfologi dalam membedakan
spesies. Oleh karena itu, dibutuhkan standar pengukuran dalam identifikasi abalon
melalui pengukuran morfologi cangkang.
Metode truss morfometrik merupakan salah satu metode yang dapat
membantu menggambarkan karakter (pola) secara tepat dengan membandingkan
ukuran bagian morfologi antara spesies/populasi. Analisis genetika molekuler juga
dilakukan untuk mendukung identifikasi spesies dan populasi H. squamata di
perairan selatan Jawa dan Bali. Beberapa penelitian sebelumnya mengungkapkan
bahwa spesies H. squamata asal Indonesia secara morfologi mirip dengan spesies
H. diversicolor asal China, bahkan pada situs online World Register of Marine
Species (WoRMS) spesies asal Indonesia ini masih dituliskan H. diversicolor
squamata Reeve, 1846. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan: (1)
menganalisis karakter morfologis spesies H. squamata asal sebaran geografik
berbeda di Indonesia (2) mendesain serta menentukan karakter truss morfometrik
untuk dijadikan sebagai acuan standar pengukuran abalon sesama H. squamata di
Indonesia (3) mengkaji keragaman genetik abalon H. squamata yang ada di
Indonesia berdasarkan DNA Mitokondria dengan penanda Cytochrome Oxidase I
(COI) dan Cytochrome b (Cyt b) sebagai “DNA Barcoding” dan (4) menganalisis
tingkat kematangan gonad berdasarkan histologi dan ukuran cangkang H. squamata.
Tahapan metode truss morfometrik dilakukan dengan mengsketsa
(mendesain) cangkang dalam bentuk pola karakter garis yang saling berhubungan.
Selanjutnya karakter morfometrik tersebut dianalisis untuk menghasilkan suatu
karakter penciri yang dapat membedakan interpopulasi dari empat lokasi.
Kemudian dilakukan isolasi DNA total dari epipodium abalon menggunakan kit
Dneasy® Blood and Tissue dan diamplifikasi menggunakan primer spesifik gen
parsial COI dan Cyt b yang didesain secara khusus. Jarak genetik ditentukan
berdasarkan Kimura 2-parameter, pohon filogenetik dibentuk berdasarkan
Neighbor-Joining dengan menggunakan program MEGA 7. Spesies diverifikasi
menggunakan BLAST-n di NCBI.
Analisis PCA pada 16 karakter morfometrik menghasilkan kombinasi PCIII
dan PCIV yang mampu memisahkan populasi H. squamata asal Jawa dan Bali
berdasarkan nilai koefisien faktor. Karakter penciri yang memisahkan populasi H.
squamata asal Jawa dan Bali adalah kombinasi karakter BF (0.535) dan karakter
CH (0.522). Hasil ini juga didukung dengan nilai persentase sharing component
yang terendah adalah 0% dari populasi Bali dengan populasi lainnya. Hal ini
menunjukan bahwa tidak ada percampuran yang terukur antara populasi Bali
dengan populasi lainnya. Persentase similaritas tertinggi adalah populasi H.
squamata asal Banten dan Pangandaran, hal ini diduga karena kedua populasi ini
masih memiliki faktor kondisi lingkungan yang sama dibandingkan dengan
populasi Banyuwangi dan Bali. Deskripsi morfologi di beberapa lokasi
menunjukkan ciri spesifik hanya pada ketebalan cangkang dan pola warna.
BLAST-n pada situs NCBI menunjukkan bahwa data genetik spesies H.
squamata belum terdaftar di dalam NCBI. Jarak genetik interspesies asal Jawa dan
asal China adalah 16.3% berdasarkan gen COI dan 11.4% berdasarkan gen Cyt b.
Jarak genetik interspesies asal Bali dan China sebesar 16.62% berdasarkan gen COI
dan 11.8% berdasarkan gen Cyt b. Penelitian ini juga menemukan empat situs
spesifik lokasi (original geografik) berdasarkan gen COI dan tujuh situs spesifik
lokasi berdasarkan gen Cyt b pada populasi asal Jawa dan Bali. Analisis filogenetik
mengungkapkan bahwa H. squamata dapat dipisahkan dengan H. diversicolor spp.
asal China berdasarkan gen COI dan Cyt b. Selain itu, klaster pertama menunjukkan
dua sub klaster berbeda yang memisahkan antara populasi asal Jawa dan Bali. Sub
klaster Jawa dan Bali masing-masing terdiri dari tiga haplotipe yang berbeda
berdasarkan gen COI. Hasil ini diperkuat dengan hasil analisis program DNAsp dan
Network ver.5 yang menemukan enam haplotipe berbeda.
Haplotipe 3 dari gen COI adalah haplotipe umum yang ditemukan pada tiga
populasi yaitu Banten, Pangandaran dan Banyuwangi dengan nilai persentase
sebesar 64%. Haplotipe 1 dari gen Cyt b adalah haplotipe umum yang ditemukan
pada populasi Banten dan Pangandaran dengan nilai persentase 48.7%. Beberapa
haplotipe yang berdekatan dengan haplotipe utama menunjukkan variasi nukleotida
yang spesifik. Oleh karena itu diduga bahwa populasi asal Jawa merupakan pusat
asal usul (center of origin) terbentuknya populasi H. squamata di perairan
Indonesia.
Ukuran panjang cangkang abalon H. squamata yang ditemukan berkisar 4
hingga 7 cm. Persentase perkembangan gonad pada stadia III untuk jantan berkisar
50% dan gonad betina adalah 75%. Fase perkembangan awal (Pre-proliferative)
merupakan fase yang mendominasi pada pengamatan morfologi gonad jantan dan
betina abalone H. squamata pada bulan Februari 2017.