Aktivitas Antimalaria secara in Vitro, Toksisitas Akut, dan Profil Fitokimia Ekstrak Kayu Bidara Laut
View/ Open
Date
2019Author
Manurung, Harisyah
Sari, Rita Kartika
Syafii, Wasrin
Cahyaningsih, Umi
Metadata
Show full item recordAbstract
Indonesia merupakan negara yang kaya akan tanaman obat yang sangat
potensial untuk dikembangkan. Kekayaan alam tumbuhan di Indonesia meliputi 30
000 jenis tumbuhan dari total 40 000 jenis tumbuhan di dunia, dimana 940 jenis
diantaranya merupakan tumbuhan berkhasiat obat (jumlah ini merupakan 90% dari
jumlah tumbuhan obat di kawasan Asia) (Dephut 2010). Salah satu tumbuhan yang
dapat dikembangkan sebagai tanaman obat yaitu bidara laut (Strychnos ligustrina
Bl). Kayu bidara laut merupakan tumbuhan obat antimalaria bagi masyarakat Nusa
Tenggara Barat (NTB) (Setiawan et al. 2014). Kasus malaria di Indonesia terdapat
di Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, dan Maluku Utara
sebanyak 82% dengan Annual Parasite Incidence (API) per 1 000 penduduk
tertinggi yaitu Papua (31.93), Papua Barat (31.29), NTT (7.04), Maluku (5.81), dan
Maluku Utara (2.77) (Kemenkes 2017). Untuk pengobatan malaria dengan
menggunakan obat ACT (Artemisinin based Combination Therapy) dapat
menggunakan senyawa antimalaria berupa zat ekstraktif. Pengembangan obat
antimalaria berbahan aktif alami dari ekstrak kayu bidara laut potensial dilakukan.
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap. Pertama adalah menentukan
rendemen dari ekstrak kayu bidara laut dengan menggunakan pelarut etanol 100%
(E100), etanol 75% (E75), etanol 50% (E50), etanol 25% (E25), dan pelarut air
suling (E0). Kedua adalah pengujian toksisitas akut untuk menentukan dosis aman
penggunaan ekstrak berdasarkan OECD (2008). Ketiga adalah menganalisis profil
fitokimia secara kualitatif dan kuantitatif yang terdapat dalam ekstrak
menggunakan LCMS/MS dan karakteristik senyawa dilakukan menggunakan FTIR.
Rendemen hasil ekstraksi kayu bidara laut tertinggi diperoleh pada ekstrak terlarut
E50 (5.30%), diikuti E75 (5.19%), E25 (4.70%), E100 (4.32%), dan E0 (3.62%).
Ekstrak kayu bidara laut terlarut E50, E25, E0, dan E75 memiliki aktivitas
antimalaria yang tergolong aktif dengan IC50 berturut-turut 22.878 μg mL-1, 23.078
μg mL-1, 25.878 μg mL-1, dan 40.372 μg mL-1. Namun, ekstrak terlarut E100
tergolong tidak aktif dengan IC50 613.333 μg mL-1. Hasil uji toksisitas akut pada
mencit menunjukkkan bahwa semua ekstrak uji torgolong tidak toksik karena
hingga dosis 5 120 mg kg-1 BB tidak ada mencit yang mati dan tidak menunjukkan
gejala klinis pada mata, kulit, bulu, tremor, dan diare hingga hari ke 14 pengujian
(LD50 lebih dari 5 120 mg kg-1 BB). Hasil analisis fitokimia kualitatif menunjukkan
semua ekstrak terdeteksi mengandung alkaloid dan senyawa fenolik dengan
intensitas yang berbeda. Hasil analisis LCMS/MS menunjukkan bahwa senyawa
utama semua ekstrak adalah brusin dengan konsentrasi relatif berturut-turut untuk
ekstrak terlarut E100, E75, E50, E25, dan E0 adalah 11.62%,11.79%, 21.33%,
24.55%, dan 24.96%.
Collections
- MT - Forestry [1419]