Rasionalitas Pembangunan Kehutanan Berbasis Kesatuan Pengelolaan Hutan(Studi Kasus di KPH Yogyakarta dan KPH Wilayah IX Panyabungan).
View/ Open
Date
2019Author
Santoso, Secunda Selamet
Nurrochmat, Dodik Ridho
Nugroho, Bramasto
Santoso, Iman
Metadata
Show full item recordAbstract
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pembangunan kehutanan yang dimulai dengan pengelolaan hutan di tingkat tapak dengan dibentuknya organisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Tujuan utama penelitian ini adalah bagaimana rasionalitas pembangunan kehutanan yang menggunakan dasar kebijakan pengelolaan hutan di tingkat tapak melalui KPH. Adapun tujuan antara adalah:(1) membangun kerangka teoritis rasionalitas pembangunan kehutanan berbasis KPH; (2) mengetahui hasil penilaian rasionalitas KPH yang terdiri dari: (a) rasionalitas teknis; (b) rasionalitas ekonomi; (c) rasionalitas hukum; (d) rasionalitas sosial; dan (e) rasionalitas substantif; dan (3) membuat sintesis rasionalitas atas pembangunan kehutanan berbasis KPH. Penelitian rasionalitas pembangunan KPH di Indonesia dilakukan di KPH Wilayah IX Panyabungan, Provinsi Sumatera Utara dan KPH Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta dari bulan Juni 2017 sampai bulan Maret 2018. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi teknik observasi, wawancara semi terstruktur, wawancara terstruktur, wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Salah satu penelitian terkait rasionalitas sosial adalah mengetahui keberterimaan masyarakat sekitar hutan terhadap eksistensi dan kegiatan KPH dilakukan di kedua KPH difokuskan pada Kelompok Tani Hutan (KTH)di masing-masing KPH secara purposive. Analisis data menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian adalah rasionalitas kebijakan publik dalam penelitian ini menggunakan lima kriteria dan sepuluh indikator dengan tujuan adalah mempertahankan luas hutan.Penilaian rasionalitas pembangunan kehutanan berbasis KPH, menunjukkan KPH Yogyakarta berada dalam kategori rasional; sedangkan KPH Wilayah IX Panyabungan masuk dalam kategori cukup rasional.Keberterimaan masyarakat menunjukkan KPH yang rasional tidak selalu dipersepsi baik eksistensinya oleh masyarakat, namun persepsi atas manfaat yang telah diberikan KPH cukup tinggi. Tingkat partisipasi KTH di KPH Wilayah IX Panyabungan walaupun dalam persentase yang tinggi pada tingkat perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan evaluasi dapat diduga masuk pada tingkatan partisipasi adalah derajat token yaitu tingkat placation, consultation dan informing, namun di KPH Yogyakarta walaupun secara persentase lebih sedikit, namun tingkat partisipasi KTH sudah sampai pada derajat citizen power, dengan tingkatan delegated power dan partnership.
Sintesis dari disain kritis rasionalitas kebijakan publik pembangunan kehutanan berbasis KPH adalah kinerja kelembagaan pengelolaan hutan. Kinerja kelembagaan yang menjadi fokus perhatian adalah pembangunan kelembagaan yang efektif dan upaya penegakan klaim negara atas sumber daya hutan.Pengelolaan hutan berdasarkan delapan prinsip disain kelembagaan menunjukkan semua aturan yang ada di KPH Wilayah IX Panyabungan dalam kategori rendah. Sebaliknya KPH Yogyakarta dalam kategori tinggi. Ketika
rasionalitas tidak tercapai maka kemungkinan besar kelembagaan pengelolaan hutan berada pada kondisi tidak berkelanjutan. Penegakan klaim atas sumber daya hutan di KPH Yogyakarta telah mampu menunjukkan kinerja yang baik dalam hal penetapan tata batas pengelolaan KPH dan pemungutan hak-hak negara atas PNBP dan PAD. Walaupun secara legal dan legitimasi KPH Wilayah IX Panyabungan sudah baik namun belum sepenuhnya mampu untuk melakukan pengelolaan KPH. Kebaruan dalam penelitian dari aspek kebaruan focus dari penelitian ini adalah membuat kriteria dan indikator untuk rasionalitas pembangunan kehutanan berdasarkan rasionalitas kebijakan publik.Aspek kebaruan advance dari penelitian ini adalah bahwa faktor penentu yang keberhasilan pembangunan kehutanan berbasis KPH adalah rasionalitas hukum. Kebaruan dari aspek advance lainnya adalah memperkaya informasi tentang KPH Wilayah IX Panyabungan yang selama ini masih kurang.Aspek kebaruan scholar dari penelitian ini adalah pembuatan desain kritis rasionalitas dengan menggunakan rasionalitas kebijakan publik Dunn. Implikasi teoritik sebagai konsekuensi KPH yang merupakan organisasi pelayanan publik dan digolongkan dalam quasi public adalah memiliki kekhasan dalam karakteristik sumber daya yang dikelola. Sehingga penentuan kriteria dan indikator rasionalitasnya tidak bisa disetarakan dengan organisasi privat atau organisasi publik seutuhnya. Terdapat banyaknya batasan dan hambatan dari sisi peraturan perundang-undangan. Implikasinya adalah kriteria dan indikator rasionalitas kebijakan untuk organisasi quasi public tidak dapat serta merta disamakan dengan bentuk organisasi publik atau organisasi privat seutuhnya. Implikasi praktis tingkat operasional yaitu: (1) melakukan pelatihan dan penempatan sumber daya manusia; (2) melakukan penyusunan rencana pengelolaan yang dapat diimplementasikan; (3) melaksanakan program sesuai rencana pengelolaan; (4) penggunaan dana operasional yang optimal; (5) membuka peluang investasi yang dapat dilakukan dengan swakelola dan atau kerjasama dalam pemanfaatan hutan; (6) pencegahan dan penindakan terhadap pelanggaran dan kejahatan tindak pidana kehutanan dan lingkungan hidup; dan (7) pengumpulan dan penggunaan data dan informasi pengelolaan sumber daya hutan dalam wilayah kelola KPH sebagai basis putusan manajemen KPH. Implikasi untuk tingkat pilihan kolektif dan pilihan konstitusional diupayakan konvergen pada dukungan kegiatan untuk tingkat operasional KPH.
Collections
- DT - Forestry [347]