Pola Pertumbuhan Tanaman dan Deteriorasi Benih serta Pola Spasial Kesesuaian Lahan dalam Produksi Benih Kacang Bambara (Vigna subterranea (L) Verdc).
View/Open
Date
2019Author
Suryati, Happy
Ilyas, Satriyas
Qadir, Abdul
Budhianto, Bambang
Metadata
Show full item recordAbstract
Kacang bambara merupakan tanaman yang potensial untuk dikembangkan di
Indonesia, karena merupakan tanaman yang toleran pada daerah marjinal, tidak
memerlukan input budidaya yang banyak, serta mempunyai kandungan gizi yang
lengkap sebagai pangan alternatif. Produktivitas kacang bambara yang masih
rendah antara lain disebabkan belum digunakan benih yang bermutu, dan sampai
saat ini belum ada varietas hasil pemuliaan yang dilepas. Belum ada pemisahan
budidaya kacang bambara untuk konsumsi dengan budidaya produksi benih,
sehingga mutu benih yang digunakan tidak terjamin.
Upaya yang dilakukan untuk mendapatkan benih kacang bambara yang
bermutu, dapat dimulai dengan mempelajari masing masing lanras kacang bambara
melalui pola pertumbuhan, menerapkan perlakuan invigorasi dan jarak tanam
optimum, pola deteriorasi benih, dan pola spasial kesesuaian lahan. Lanras yang
digunakan merupakan lanras yang sudah berkembang di daerah asalnya yaitu lanras
Sumedang, Sukabumi, Gresik dan lanras Tasikmalaya.
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) menyusun pola pertumbuhan empat lanras
kacang bambara pada tiga jarak tanam yang berbeda, (2) mendapatkan informasi
pengaruh invigorasi dan jarak tanam terhadap produksi benih empat lanras kacang
bambara di Indonesia, (3) menyusun pola deteriorasi benih empat lanras kacang
bambara pada tiga jenis permeabilitas kemasan yang berbeda selama enam bulan
penyimpanan terbuka dan (4) membuat model spasial berupa peta dan informasi
tentang wilayah yang potensial sesuai dengan syarat tumbuh untuk pengembangan
tanaman kacang bambara di Pulau Jawa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pertumbuhan tanaman kacang
bambara mempunyai pola umum eksponensial berbentuk sigmoid dengan
persamaan umum, y = a / (1 +exp (b*ln(x/c)) dengan a, b dan c merupakan konstanta
yang berbeda pada masing masing lanras. Pola pertumbuhan tanaman berbasis
bobot kering yang dilakukan menunjukkan jarak tanam 60 cm x 25 cm
menghasilkan bobot kering akar, batang, daun dan polong yang paling tinggi.
Lanras Sumedang memiliki pola pertumbuhan akar, batang dan daun yang paling
tinggi dibandingkan ketiga lanras lainnya, namun menunjukkan pola pertumbuhan
polong yang paling rendah. Hal ini menunjukkan lanras Sumedang mentranslokasi
sebagian besar hasil fotosintesisnya ke pertumbuhan vegetatif dibandingkan
pertumbuhan generatif, sehingga menghasilkan polong yang rendah. Lanras Gresik
memanfaatkan asimilat untuk pembentukan akar, batang, dan daun (bagian
vegetatif tanaman) pada stadia vegetatif yang seimbang dengan pertumbuhan
generatif terbukti lanras Gresik menghasilkan bobot kering polong tertinggi
dibandingkan ketiga lanras lainnya. Lanras Gresik mempunyai indeks panen
tertinggi. Indeks panen yang tinggi menunjukkan tanaman efektif membagi asimilat
menjadi hasil panen ekonomis berupa polong dibandingkan panen biologis berupa
hasil seluruh bagian tanaman.
v
Perlakuan invigorasi (matriconditioning + Rhizobium sp dan hydropriming)
mampu meningkatkan daya tumbuh benih kacang bambara dibandingkan benih
yang tidak diinvigorasi. Jarak tanam 40 cm x 10 cm meningkatkan tinggi tanaman
lanras Sumedang, Sukabumi dan Tasikmalaya, sebaliknya jarak tanam 60 cm x 25
cm yang merupakan jarak tanam yang lebar meningkatkan diameter kanopi empat
lanras yang digunakan. Invigorasi meningkatkan daya tumbuh empat lanras kacang
bambara, namun tidak meningkatkan tinggi tanaman pada semua lanras. Benih
tanpa invigorasi pada jarak tanam 50 cm x 20 cm menghasilkan bobot kering per
petak tertinggi pada lanras Sumedang. Hydropriming pada jarak tanam 60 cm x 25
cm menghasilkan bobot kering polong per tanaman tertinggi pada lanras Sukabumi
dan Gresik. Benih tanpa invigorasi pada jarak tanam 60 cm x 25 cm menghasil
bobot kering polong per petak tertinggi pada lanras Gresik.
Pola deteriorasi benih kacang bambara yang didapat dari penelitian ini
berbentuk sigmoid dengan persamaan umum y = a / (1 +exp ((x + b)/c)) dengan a, b
dan c merupakan konstanta yang berbeda pada masing-masing lanras. Lanras
Sumedang yang disimpan dalam kemasan dengan permeabilitas tinggi (karung
plastik) menunjukkan pola deteriorasi dengan laju penurunan yang cepat pada
peubah daya berkecambah (DB) dan laju peningkatan yang cepat untuk peubah
daya hantar listrik (DHL), hal ini menunjukkan lanras Sumedang memiliki daya
simpan yang pendek. Lanras Gresik yang disimpan dalam kemasan dengan
permeabilitas yang rendah menunjukkan pola deteriorasi dengan laju penurunan
DB dan laju kenaikan DHL yang lambat, yang menunjukkan lanras Gresik
mempunyai daya simpan yang lebih lama. Lanras Sukabumi dan Tasikmalaya yang
disimpan dalam kemasan dengan permeabilitas yang rendah mempunyai daya
simpan yang cukup panjang. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk
menetapkan daya simpan benih kacang bambara dan membangun model pendugaan
daya simpan benih.
Peta kesesuaian lahan produksi benih disusun berdasarkan syarat tumbuh
kacang bambara, dengan input berasal dari data citra lansat 8 ETM+, peta jenis
tanah, data curah hujan tahunan rata rata, peta rupa bumi dan peta penutupan lahan
di Pulau Jawa, yang dianalisis dan di tumpangsusun menggunakan software
ArcMap 10.5. Hasil survei menunjukkan bahwa budidaya kacang bambara hanya
dilakukan di Pulau Jawa, sehingga peta kesesuaian lahan dan daerah potensial untuk
produksi benih dan pengembangan kacang bambara yang dihasilkan adalah peta
Pulau Jawa. Peta kesesuaian lahan menunjukkan sebagian besar daerah di Pulau
Jawa mempunyai kategori sesuai untuk produksi benih kacang bambara. Daerah
potensial produksi benih dan pengembangan kacang bambara di Pulau Jawa adalah
propinsi Banten seluas 324 636.68 ha, DKI Jakarta seluas 4 322.01 ha, Jawa Barat
seluas 1 136 791.99 ha, Jawa Tengah seluas 1 019 082.57 ha, Jawa Timur seluas
1 414 205.72 ha dan DI Yogyakarta seluas 157 132.22 ha.
Collections
- DT - Agriculture [754]