dc.description.abstract | Teori kutub pertumbuhan (Growth Poles Theory) menyatakan bahwa pembangunan dimulai dari suatu wilayah sebagai pusat pertumbuhan. Pada tahap awal, pusat pertumbuhan membutuhkan input sumber daya dari wilayah sekitarnya yang dikenal dengan efek pengurasan (backwash effect). Selanjutnya, pusat pertumbuhan memberikan efek penyebaran manfaat ekonomi pada daerah penyokongnya/hinterland (spread effect). Kebijakan pusat pertumbuhan dikatakan berhasil jika efek penyebarannya lebih tinggi dibanding efek pengurasannya (net spillover effect).
Pencapaian pertumbuhan ekonomi yang inklusif merupakan hal penting dalam mewujudkan pertumbuhan berkelanjutan sebagaimana tertuang dalam kesepakatan dunia mengenai Sustainable Development Goals (SDGs). Pertumbuhan inklusif berhubungan dengan bagaimana pertumbuhan ekonomi yang dicapai dapat mengurangi kemiskinan, ketimpangan, dan pengangguran. Banyak penelitian umumnya menganalisis bagaimana mencapai pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan, mengurangi ketimpangan, dan mengurangi pengangguran secara terpisah, padahal kenyataannya keempat indikator tersebut memiliki hubungan simultan dalam perekonomian dan berkaitan secara spasial dengan wilayah lainnya (Bourguignon 2004, Sameti dan Farahmand 2009, Jaya 2017, Gebremariam et al. 2009).
Penelitian ini menguraikan hubungan simultan antara 4 indikator pertumbuhan inklusif dan hubungan spasial antarwilayah di Indonesia. Penelitian ini juga memasukkan variabel kebijakan fiskal seperti alokasi dana desa, belanja pemerintah daerah, dan penerimaan pajak daerah untuk melihat sejauh mana kebijakan fiskal mampu mendorong tercapainya pertumbuhan inklusif. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model simultan spatial autoregressive (SAR) yang parameternya diestimasi dengan menggunakan Generalized Method of Moment (GMM). Data yang digunakan merupakan data tahunan yang mencakup 34 provinsi di Indonesia dengan periode penelitian dari tahun 2015 sampai 2017.
Hasil estimasi membuktikan adanya hubungan simultan antara keempat indikator pertumbuhan inklusif serta terdapat keterkaitan spasial antarprovinsi di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi provinsi di Indonesia tidak inklusif. Pertumbuhan ekonomi hanya mampu menurunkan kemiskinan tetapi tidak dapat mengurangi ketimpangan dan pengangguran. Hubungan antarwilayah bersifat positif artinya pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, ketimpangan, dan pengangguran dapat menyebar ke wilayah lain yang berkaitan melalui proses migrasi penduduk.
Kebijakan fiskal seperti peningkatan alokasi dana desa dapat mendorong pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Pengeluaran pemerintah daerah dapat mendorong pertumbuhan ekonomi denganmengurangi kontribusinya terhadap PDRB. Pengeluaran pemerintah daerah diarahkan sebagai stimulus untuk
v
meningkatkan komponen PDRB lain seperti konsumsi dan investasi sehingga lebih efektif mendorong pertumbuhan ekonomi. Peran pajak daerah sebagai alat pemerataan pendapatan belum berfungsi dengan baik. Kontribusi pajak daerah yang semakin besar terhadap PDRB justru meningkatkan ketimpangan. Hal tersebut disebabkan pajak daerah masih ditanggung baik yang kaya maupun yang miskin.
Pertumbuhan ekonomi harus dipertahankan tetap positif untuk dapat mengurangi kemiskinan. Ketimpangan dan pengangguran dapat teratasi melalui alokasi manfaat pertumbuhan ekonomi pada peningkatan produktivitas penduduk miskin. Pengeluaran pemerintah untuk subsidi atau bantuan produktif perlu ditingkatkan.
Secara spasial, pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, ketimpangan, dan pengangguran dapat menyebar ke wilayah lain yang berkaitan melalui proses migrasi. Provinsi dengan tingkat penyebaran terbesar adalah Jawa Timur, pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur dapat merangsang pertumbuhan ekonomi di Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku, Kalimantan Tengah, dan provinsi lain yang berkaitan. Selain mendistribusikan pertumbuhan ekonomi, Jawa Timur juga dapat menularkan kemiskinan, ketimpangan, dan pengangguran ke wilayah tersebut. oleh karena itu, kebijakan peningkatan pertumbuhan ekonomi menjadi prioritas bagi wilayah pusat pertumbuhan seperti Jawa Timur. Kebijakan pengentasan kemiskinan dan penyediaan lapangan kerja bagi penduduk miskin menjadi prioritas bagi wilayah hinterland seperti: Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku, dan Kalimantan Tengah. | id |