Show simple item record

dc.contributor.advisorMuladno
dc.contributor.advisorDamayanti, Retno
dc.contributor.advisorAnggraeni, Anneke
dc.contributor.advisorSaid, Syahruddin
dc.contributor.authorYanthi, Nova Dilla
dc.date.accessioned2019-05-17T07:21:26Z
dc.date.available2019-05-17T07:21:26Z
dc.date.issued2019
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/97409
dc.description.abstractPeradangan kelenjar ambing berdampak pada penurunan kualitas dan kuantitas susu yang mengakibatkan kerugian ekonomi. Kondisi ini lazim disebut sebagai suatu penyakit mastitis. Mastitis dikelompokkan menjadi dua yaitu mastitis klinis dengan ciri ambing membengkak, terasa panas, susu memperlihatkan perubahan secara fisiologi menjadi lebih kental. Sementara mastitis subklinis, secara kasat mata ciri-ciri mastitis subklinis tidak dapat diketahui. Melalui pemeriksaan rutin kondisi mastitis subklinis dapat diketahui dengan cepat. Pemeriksaan yang dilakukan dengan mereaksikan susu sapi dengan reagen atau senyawa 3% Alkyl-Aryl-Sulfonate. Reaksi yang terbentuk merupakan reaksi ikatan kovalen antara reagen dengan sel somatik yang terdapat di dalam susu. Reaksi ini menghasilkan tingkat kekentalan susu yang menjadi tolak ukur pengamatan kualitatif kondisi mastitis subklinis. Secara kuantitatif mastitis subklinis dapat diketahui dengan cara menghitung keberadaan sel somatik yang terdapat di dalam susu. Peradangan ambing disebabkan karena adanya infeksi oleh mikroorganisme, umumnya bakteri. Jenis bakteri yang mengontami terbagi menjadi dua yaitu bakteri endogenus dan bakteri lingkungan. Bakteri endogenus umumnya bersifat Gram negatif dan bakteri yang di lingkungan memiliki sifat Gram positif. Bakteri masuk melalui lubang puting pada saat pemerahan baik pada proses manual ataupun dengan menggunakan mesin. Saat terjadi pemerahan pertahanan kelenjar ambing mengalami kondisi titik terendah. Hal ini disebabkan oleh karena sphincter masih terbuka beberapa saat setelah pemerahan, selain itu sel darah putih, antibodi serta enzim juga habis, ikut terperah. Kondisi ini dapat memperburuk kondisi ambing. Penelitian ini dibagi menjadi tiga kelompok dengan judul (i) Prevalensi dan jenis bakteri penyebab mastitis subklinis (ii) Pengaruh mastitis subklinis terhadap kualitas susu (iii) Respons kelenjar mammae (HC11) terhadap bakteri: proliferasi, dan ekspresi gen family Toll-like Receptor (TLRs) dan family chemokine Receptor CXCRs. Kegiatan pertama bertujuan menganalisis jumlah cemaran bakteri yang ada dalam susu yang dapat memengaruhi kualitas susu. Selain itu juga menganalisis kondisi infeksi mastitis serta mengidentifikasi jenis bakteri dominan penyebab mastitis di beberapa peternakan di wilayah Jawa Barat. Jumlah ternak yang dipergunakan 10 ekor pada masing-masing lokasi peternakan di Jawa Barat pada ketinggian tempat yang berbeda-beda yaitu di Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Subang, Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Bogor yang berasal dari beberapa peternakan kecil dan menengah, perusahan dan instansi. Pengambilan sampel dengan menggunakan metode survai secara purposive random sampling dengan kondisi sapi periode laktasi ke 2-3 serta bulan laktasi ke 2-4. Analisis bakteri susu dengan menggunakan metoda California Mastitis Test (CMT) dengan skala 1 sampai 4 (P1-P4) sebagai mastitis subklinis. Analisis jumlah cemaran bakteri dengan menggunakan metoda Total Plate Count (TPC) dengan pengenceran susu pada konsentrasi 10-1, 10-2, 10-3, 10-4, 10-5, dan 10-6 menggunakan 0.9% NaCl Fis, Analisis jenis morfologi bakteri dilakukan dengan menggunakan metoda pewarnaan Gram.dan analisis sekuensing dilakukan dengan mengisolasi DNA bakteri dengan primer universal 16S rRNA. Hasil yang didapat pada kegiatan pertama ini memperlihatkan bahwa lokasi yang memiliki kondisi ambing yang sehat terbanyak pada wilayah Pangalengan. Kondisi sapi perah yang dikelompokkan terinfeksi mastitis subklinis pada peternakan rakyat berada pada tingkat cemaran bakteri P1, sedangkan pada peternakan komersil dan instansi pemerintah pada tingkat P2. Susu sapi mastitis yang terinfeksi oleh bakteri didominasi dari jenis Gram positif dan memiliki morfologi basil (batang). Bakteri dominan tersebut terdeteksi sebagai Basillus sp berdasarkan hasil sekuensing. Kegiatan kedua bertujuan untuk menganalisis kualitas kandungan kimia susu yang terinfeksi mastitis subklinis pada beberapa lokasi pemeliharan dengan manajemen yang berbeda-beda. Parameter Pengamatan kegiatan uji kualitas susu dilakukan pada nilai kadar protein, lemak, bahan kering (BK), bahan kering tanpa lemak (BKTL), laktosa, berat jenis, titik beku, dan acidity (%). Selain itu juga dilakukan pengamatan terhadap nilai kadar electric conductivity (EC) dan pH sampel susu terinfeksi mastitis. Hasil perhitungan analisis uji kualitas susu kelompok sapi mastitis subklinis yang dipelihara di instansi pemerintah umumnya memiliki kualitas susu yang lebih baik. Selain itu kelompok sapi mastitis subklinis yang dipeliharan di datran tinggi umumnya memiliki kualitas susu yang lebih baik. Keseluruhan susu yang dianalisis memberikan hasil rataan yang masih berada pada nilai parameter kualitas nutrisi susu berdasarkan SNI. Komponen susu yang berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap nilai EC adalah BK, BKTL, laktosa, titik beku. Dan komponen yang berpengaruh nyata (p< 0,05) terhadap nilai EC adalah berat jenis. EC mempunyai korelasi yang erat dengan kualitas susu, dan EC dapat digunakan untuk memprediksi nilai kualitas susu. Kegiatan ketiga merupakan pengukuran ekspresi gen yang dihasilkan dari sel line epitel mammary HC11 yang diinfeksikan dengan bakteri yang dihasilkan dari sequencing kegiatan pertama. Tujuan kegiatan ini adalah untuk menganalisis ekspresi gen kekebalan dan mekanisme profil ekspresi gen pada respon kultur sel epitel mammae HC11 terhadap infeksi bakteri susu sapi yang terindikasi mastitis subklinis. Pengamatan dilakukan mulai 0, 6, 12, 24, 48, 72 jam setelah infeksi bakteri. Hasil analisis ekspresi gen pada sel HC11 memperlihatkan bahwa sistem model kultur sel ini memberikan bukti untuk peran penting sel epitel mammae dalam memulai respon bawaan terhadap infeksi. Gen-gen ketahanan proinflamasi yang terekspresi pada sel mammae HC11 memberikan respon yang berbeda pada kedua bakteri. Pertumbuhan gen TLRs dan CXCRs tumbuh normal pada kelenjar mammae (HC11). Gen IL1A lebih efektif dalam memperlambat laju infeksi bakteri mastitis dan dapat digunakan sebagai gen penanda ketahanan tubuh yang baik untuk melawan patogen penyebab mastitis.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcAnimal Productionid
dc.subject.ddcDairy Cattleid
dc.subject.ddc2016id
dc.subject.ddcBandung Barat, Jawa Baratid
dc.titleAktivitas gen TLRs dan CXCRs dalam Meningkatkan Ketahanan Sapi Perah terhadap Mastitis Subklinisid
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordbakteri patogenid
dc.subject.keywordekspresi genid
dc.subject.keywordkualitas susuid
dc.subject.keywordmastitis subklinisid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record