Strategi Kebijakan Pengembangan Pekarangan bagi Keberlanjutan Pangan Lokal di Distrik Arguni Bawah, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat.
View/Open
Date
2019Author
Antoh, Alfred Alfonso
Arifin, Hadi Susilo
Chozin, Muhammad Ahmad
Nurhayati
Metadata
Show full item recordAbstract
Pemanfaatan lahan untuk kebun dan kegiatan usaha pertanian
dikembangkan oleh berbagai suku di Indonesia dengan cara yang beragam.
Pemanfaatan produksi tumbuhan dan tanaman di Papua untuk dikonsumsi sebagai
bahan pangan cenderung masih bersifat subsisten. Di sisi lain, diketahui bahwa
keanekaragaman tumbuhan di Papua yang sangat berlimpah di alam belum
dimanfaatkan secara maksimal karena masih banyak yang belum sepenuhnya
diketahui kegunaan dan manfaatnya secara luas. Di samping itu, terjadi
peningkatan aktivitas masyarakat di Papua yang tinggi terhadap pemanfaatan
hutan dan lahan, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk berbagai
kebutuhan. Pengembangan pekarangan pada pemukiman yang menetap
(settlement) dapat menjadi solusi guna mengurangi kegiatan perladangan
berpindah di dalam kawasan hutan.
Pekarangan adalah lahan terbuka yang terdapat di sekitar rumah tempat
tinggal dan dikelola oleh masyarakat secara turun-temurun yang diwariskan
berdasarkan garis keturunan serta diakui di dalam lembaga adat. Pekarangan
mengandung perspektif kepemilikan lahan yang erat kaitannya dengan distribusi
tanaman yang memiliki nilai manfaat secara ekonomi serta dengan sengaja
ditanam dan dikembangkan oleh masyarakat lokal. Keanekaragaman hayati
tumbuhan dan potensinya yang digunakan selama ini oleh masyarakat tradisional
dengan kearifan lokal belum terlalu banyak dikaji secara mendalam pada
penelitian-penelitian terdahulu di tanah Papua. Sedangkan pangan dan masalah
ketahanan pangan merupakan isu pokok yang selalu menjadi masalah di Indonesia
ketika kemandirian pangan belum dikelola dengan baik. Pengelolaan lahan
pekarangan masyarakat di tanah Papua dengan keragaman suku dan budaya
masih banyak yang belum dikaji secara mendalam termasuk dengan tanamantanaman
yang dibudidayakan di lahan pekarangan oleh masyarakat setempat.
Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis nilai keberlanjutan
berdasarkan persepsi masyarakat terhadap aspek ekologi, sosial budaya dan
spiritual, (2) mengkaji komposisi tanaman pekarangan berdasarkan struktur,
fungsi dan manfaat bagi masyarakat, dan (3) merumuskan prioritas kebijakan
pengelolaan pekarangan di Distrik Arguni, Bawah Kabupaten Kaimana, Provinsi
Papua Barat.
Penelitian ini dilaksanakan di Distrik Arguni Bawah, Kabupaten Kaimana
Provinsi Papua Barat. Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah seluruh
masyarakat kampung di wilayah Distrik Arguni Bawah berjumlah 15 kampung.
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 45 pekarangan yang masing-masing
kampung terdiri atas 3 pekarangan/ kampung, dan secara geografis dibedakan
menjadi pekarangan kampung dekat pantai, di bagian tengah dan paling jauh dari
pesisir pantai. Pengolahan data untuk penilaian keberlanjutan dilakukan dengan
metode Community Sustainability Assessment (CSA). Metode pengolahan data
analisis vegetasi tanaman pekarangan dilakukan dengan teknik tabulasi analisis
statistik deskriptif dengan program microsoft excel 2007. Sedangkan untuk
menentukan strategi digunakan metode analytical hierarchy process (AHP)
dengan program Expert choise 11.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kampung Jawera mempunyai nilai
keberlanjutan tertinggi yaitu: 1035 hal ini berarti progres kampung Jawera sangat
baik menuju keberlanjutan sehingga dapat dijadikan kampung percontohan
sebagai indikator bagi penilaian keberlanjutan masyarakat. Secara umum, aspek
sosial dan spiritual menampilkan penilaian yang cukup baik dibandingkan dengan
aspek ekologis. Luas ukuran pekarangan yang dominan ditemukan dari 45 sampel
tersebut berukuran besar (400m2< pekarangan besar ≤1000m2) sebanyak 25
pekarangan (55.6%). Sedangkan ukuran pekarangan sedang (120m2< pekarangan
sedang ≤400m2) berjumlah 12 pekarangan (26.7%) dan pekarangan dengan
ukuran luas sangat besar (>1000m2) yaitu 8 pekarangan (17.8%). Selanjutnya
dihitung indeks nilai penting (INP) dan summed dominance ratio (SDR) untuk
melihat tanaman yang dominan ditemukan.
Jenis tanaman yang memiliki nilai kerapatan dan SDR tertinggi di 45
pekarangan masyarakat ada 7 jenis tanaman dari 5 fungsi tanaman yaitu: (1)
tanaman penghasil pati berupa keladi (strata I) dan pisang (strata IV), (2) tanaman
sayuran berupa sayur gedi (strata II) dan bayam (strata I), (3) tanaman penghasil
buah pisang (strata IV), (4) tanaman hias berupa keladi hias (strata I) dan (5)
tanaman kegunaan lainnya berupa kelapa dan pinang (strata V). Komoditi
tanaman keladi banyak ditemukan di 4 kampung yaitu: Waromi, Sumun, Serara
dan Ukiara. Tanaman penghasil sayuran ditemukan di 3 kampung Kufuriai, Ruara
dan Wermenu. Sedangkan untuk tanaman penghasil buah ditemukan di kampung
Tenusan, Jawera, dan Nagura. Tanaman penghasil minyak dan fungsi lainnya
ditemukan di kampung Urisa dan Inary yaitu kelapa dan pinang. Tanaman hias
hanya ditemukan terbanyak di kampung Wanoma.
Nilai keanekeragaman hayati dihitung berdasarkan indeks Shanon-winner
(H´) berkisar antar 1.8-2.5. Artinya, bahwa keanekaragaman hayati tanaman
spesies pekarangan pada sampel populasi tanaman pekarangan diinterpretasikan
bernilai sedang.
Alternatif kebijakan yang terpilih dengan cara memilih dan menetapkan
antar aktor, kriteria, faktor dan alternatif pilihan. Alternatif kebijakan yang
muncul dalam AHP yaitu: strategi pemasaran dengan bobot (0.359) dimana
pemerintah sebagai penentu pemangku kepentingan dapat memainkan peran
dalam mengelola pekarangan agar berkelanjutan. Kriteria sosial budaya dengan
bobot (0.413) menjadi penting dalam pengambil keputusan. Kegiatan utama untuk
mendorong pengembangan pekarangan agar berkelanjutan adalah membangun
kemandirian pangan dengan bobot (0.441).