View Item 
      •   IPB Repository
      • Dissertations and Theses
      • Dissertations
      • DT - Economic and Management
      • View Item
      •   IPB Repository
      • Dissertations and Theses
      • Dissertations
      • DT - Economic and Management
      • View Item
      JavaScript is disabled for your browser. Some features of this site may not work without it.

      Peran Lisensi Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT) dalam Peningkatan Daya Saing Ekspor Furnitur Kayu Indonesia di Pasar Uni Eropa (UE).

      No Thumbnail [100%x80]
      View/Open
      Fulltext (80.29Mb)
      Date
      2019
      Author
      Lubis, Mariana
      Suharjo, Budi
      Nurmalina, Rita
      Purnomo, Herry
      Metadata
      Show full item record
      Abstract
      Perdagangan internasional produk perkayuan termasuk furnitur kayu dalam beberapa dekade terakhir selalu dikaitkan dengan isu pembalakan liar (illegal logging-IL), dimana industri ini menjadi penyebab terjadinya kerusakan hutan dan lingkungan secara global. Berkaitan dengan hal tersebut, untuk mempertahankan kelestarian hutan dan lingkungan, negara-negara konsumen berupaya melakukan pemberantasan IL melalui pengaturan perdagangan. UE adalah kumpulan negara konsumen utama furnitur kayu dunia yang pada tahun 2003 menetapkan rencana aksi Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT) yaitu rencana multidimensi UE untuk mengatasi IL, melalui pelaksanaan peraturan No. 2173/2005 tentang pembentukan skema lisensi FLEGT untuk mengimpor kayu ke komunitas Eropa. Langkah-langkah kebijakan yang menjadi inti dari rencana aksi FLEGT adalah: (1) Perjanjian Kemitraan Sukarela dalam konteks FLEGT (Voluntary Partnership Agreement on FLEGT – FLEGT VPA) dan (2) Peraturan Kayu UE (European Union Timber Regulation-EUTR). FLEGT VPA adalah perjanjian perdagangan bilateral yang mengikat secara hukum antara negara penghasil kayu (produsen) dan UE untuk bekerjasama menghentikan IL. Sedangkan EUTR adalah larangan melakukan perdagangan kayu yang dipanen secara ilegal di pasar UE, sehingga setiap importir UE harus melakukan due diligence terhadap produk yang mereka impor. Perjanjian FLEGT VPA diarahkan untuk pelaksanaan skema lisensi FLEGT. Untuk itu negara produsen yang melakukan perjanjian dengan UE harus mendapatkan pengakuan dari UE bahwa negara tersebut telah melaksanakan pemberantasan IL, sehingga mendapatkan hak penerbitan lisensi FLEGT. Dengan lisensi, produk perkayuan dari negara produsen dapat memasuki pasar UE tanpa perlu di due diligence. Hal ini merupakan daya saing bagi negara pemilik lisensi. Indonesia adalah salah satu dari 15 negara FLEGT-VPA. Perjanjian FLEGT VPA antara Indonesia dan UE dimulai tahun 2007 dimana Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang merupakan sistem sertifikasi hutan dan penjaminan legalitas kayu Indonesia menjadi landasan dari perjanjian untuk mendapatkan lisensi FLEGT. Setelah melalui berbagai tahapan negosiasi dan penilaian terhadap SVLK, UE memberikan pengakuan terhadap SVLK dan Indonesia mendapatkan hak penerbitan lisensi 15 Nopember 2016. Dengan demikian, sejak 15 Nopember 2016 setiap ekspor furnitur kayu Indonesia ke UE disertai dengan lisensi FLEGT sehingga importir UE tidak perlu lagi melakukan due diligence, sebagaimana yang mereka harus lakukan jika mengimpor furnitur kayu dari negara lain. Sampai saat ini, Indonesia merupakan satu-satunya negara FLEGT-VPA yang telah mendapatkan lisensi dari UE. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis sejauh mana kesiapan pelaku usaha dan peran lisensi FLEGT dalam peningkatan daya saing ekspor furnitur kayu Indonesia di pasar UE. Penelitian ini merupakan gabungan dari metode kualitatif dan kuantitatif menggunakan Model Diamond Porter, Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Model Gravity. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari survei online terhadap 459 eksportir furnitur kayu Indonesia, yang hasilnya dikonfirmasikan kepada para pihak melalui pelaksanaan Diskusi Kelompok Terarah (Focus Group Discussion, FGD). Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai sumber seperti dari UN Comtrade dan World Bank. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaku usaha furnitur kayu Indonesia telah siap menggunakan lisensi FLEGT, dilihat dari tiga hal: (1) Pengetahuan pelaku usaha tentang perjanjian FLEGT-VPA dan lisensi FLEGT, dimana hampir semua pelaku usaha telah mengetahui tentang FLEGT-VPA dan lisensi FLEGT sehingga memudahkan mereka melaksanakan skema lisensi (2) Jumlah pelaku usaha bersertifikat legalitas kayu (S-LK). S-LK merupakan syarat untuk dapat mengekspor menggunakan lisensi FLEGT. Dengan demikian semakin banyak pelaku usaha yang memiliki S-LK berarti semakin banyak yang dapat mengekspor ke UE menggunakan lisensi FLEGT. Sebagaimana Tabel 16, jumlah pelaku usaha yang sudah bersertifikat legalitas kayu cukup banyak, yaitu 1.513 pelaku usaha (81.60%) dari total 1.854 pelaku usaha (3) Kemahiran pelaku usaha menggunakan lisensi FLEGT. Mayoritas pelaku usaha telah mahir menggunakan lisensi FLEGT, yang dibuktikan dengan lancarnya ekspor mereka ke UE menggunakan lisensi FLEGT. Namun demikian, masih ada pelaku usaha yang belum mahir menggunakan lisensi sehingga ekspornya ke UE terhambat. Hal ini terjadi antara lain karena kesalahan dalam mengisi dokumen lisensi sehingga terjadi perbedaan dengan isi dokumen ekspor lainnya. Perbedaan ini membuat pihak berwenang di UE meminta klarifikasi ke otoritas di Indonesia. Penyelesaiannya membutuhkan waktu sehingga barang terlambat sampai di tujuan. Memang dalam penggunaan lisensi FLEGT sejak 15 Nopember 2016, Indonesia dan UE tidak menyediakan masa transisi; yang seharusnya dapat digunakan oleh pelaku usaha sebagai masa adaptasi (pembelajaran) terhadap penggunaan lisensi FLEGT. Berkaitan dengan hal tersebut, untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam penggunaan lisensi FLEGT, saat ini Indonesia dan UE melaksanakan ‘mini action plan’. Lisensi FLEGT meningkatkan daya saing ekspor furnitur kayu Indonesia di pasar UE karena dengan lisensi produk yang diekspor ke UE tidak perlu di due diligence lagi oleh importir. Dengan demikian, lisensi berperan dalam memberikan kemudahan dan kecepatan dalam mengimpor bagi importir. Yang tidak kalah pentingnya, lisensi juga memberikan jaminan kepastian legalitas bagi importir UE, sehingga tidak ada lagi kekhawatiran produk yang diimpor berasal dari sumber ilegal, yang dapat melanggar ketentuan yang dipersyaratkan oleh UE. Hasil analisis pengaruh lisensi terhadap nilai ekspor furnitur kayu Indonesia dengan Kode HS 4 digit (9401 dan 9403) yang merupakan agregasi dari HS Code 6 digit, signifikan secara positif. Namun, terhadap Kode HS 6 digit (940161, 940169, 940350 dan 940360) pengaruh lisensi tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa nilai ekspor, terkait dengan permintaan dimana banyak faktor yang mempengaruhinya; sehingga disamping keberadaan lisensi yang memberikan kemudahan dan jaminan legalitas bagi bagi importir UE, permintaan juga dipengaruhi oleh faktor lainnya seperti sejauh mana strategi dan aktivitas pemasaran yang dilakukan mencakup 4P (Product, Price, Place and Promotion).
      URI
      http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/97327
      Collections
      • DT - Economic and Management [474]

      Copyright © 2020 Library of IPB University
      All rights reserved
      Contact Us | Send Feedback
      Indonesia DSpace Group 
      IPB University Scientific Repository
      UIN Syarif Hidayatullah Institutional Repository
      Universitas Jember Digital Repository
        

       

      Browse

      All of IPB RepositoryCollectionsBy Issue DateAuthorsTitlesSubjectsThis CollectionBy Issue DateAuthorsTitlesSubjects

      My Account

      Login

      Application

      google store

      Copyright © 2020 Library of IPB University
      All rights reserved
      Contact Us | Send Feedback
      Indonesia DSpace Group 
      IPB University Scientific Repository
      UIN Syarif Hidayatullah Institutional Repository
      Universitas Jember Digital Repository
        

       

      NoThumbnail