Inovasi Kebijakan Konservasi Tuntong Laut (Batagur borneoensis Schlegel and Muller 1845) di Kabupaten Aceh Tamiang
View/Open
Date
2019Author
Hernawan, Endang
Basuni, Sambas
Masyud, Burhanuddin
Kusrini, Mirza Dikari
Metadata
Show full item recordAbstract
Konservasi tuntong laut di Kabupaten Aceh Tamiang dimulai pada tahun
2014 semenjak dikeluarkannya Peraturan Bupati Aceh Tamiang Nomor 2 Tahun
2014 tentang Perlindungan dan Pelestarian Tuntong Laut, dan Keputusan Bupati
Aceh Tamiang No. 63 Tahun 2014 tentang Penetapan Spesies Tuntong Laut
sebagai satwa yang dilindungi di Kabupaten Aceh Tamiang. Saat ini, habitat
tuntong laut terancam oleh ekspansi perkebunan kelapa sawit, pembukaan tambak
dan pengambilan kayu arang. Sementara itu, masyarakat Aceh Tamiang
memanfaatkan telur tuntong laut sebagai sumber pangan sejak dahulu.
Peangkapan terhadap individu tuntong laut pun terjadi secara masif. Di sisi lain,
stakeholders (pemangku kepentingan) dalam implementasi kebijakan konservasi
tuntong laut yang ada saat ini masih mengutamakan kepentingannya masingmasing.
Hal ini mengakibatkan keterancaman keberlangsungan hidup tuntong laut.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mensintesis kondisi bioekologis
Tuntong Laut mencakup populasi dan habitatnya, meliputi sebaran dan
kelimpahan populasi, kondisi umum habitat, faktor gangguan dan ancaman serta
menentukan tingkat ancaman terhadap populasi dan habitat; menganalisis dan
mensintesis kondisi sosial ekonomi, persepsi, preferensi masyarakat serta
stakeholders lainnya terhadap populasi Tuntong Laut dan habitatnya, serta
kebijakan konservasi Tuntong Laut; menganalisis dan mensintesis rumusan
kebijakan konservasi Tuntong Laut yang sudah ada, meliputi isi (content)
kebijakan, pengaruh dan kepentingan stakeholders terhadap kebijakan konservasi
Tuntong Laut, dan keterkaitan dengan aturan dan kebijakan sektor lain yang
relevan dan berdampak luas terhadap kepentingan konservasi Tuntong Laut;
merumuskan alternatif kebijakan konservasi Tuntong Laut yang komprehensif,
tepat dan efektif yang akan digunakan sebagai acuan para pihak didalam upaya
konservasi Tuntong Laut dan habitatnya di wilayah Kabupaten Aceh Tamiang.
Penelitian dilakukan pada Oktober 2017- Januari 2018 di 2 desa yaitu Desa
Kuala Peunaga dan Desa Kuala Genting di Kecamatan Bendahara, dan 2 desa
yaitu Desa Sungai Kurok III dan Desa Pusong Kapal Kabupaten Aceh Tamiang.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Data primer
dikumpulkan melalui wawancara tertutup dan terbuka dengan informan dan/atau
responden dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian
Kelautan dan Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Aceh, KPH
Wilayah III Aceh, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh,
Pemerintah Daerah, masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan
Pertamina. Selain itu dilakukan pengumpulan data melalui survey untuk menduga
kelimpahan dan sebaran tuntong laut. Data sekunder dikumpulkan melalui studi
dokumen. Analisis deskriptif kualitatif dilakukan untuk mengeksplorasi dan
memahami makna masalah yang menghambat implementasi konservasi tuntong
laut di Kabupaten Aceh Tamiang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah daerah Kabupaten Aceh
Tamiang saat ini sudah mengimplementasikan kebijakan konservasi tuntong
lautmeskipun masih mengalami kelemahan, yaitu zonasi, koordinasi dan
komunikasi antar stakeholders, kemitraan multi stakholders, dan penguatan
kapasitas pengelola dan ilmu pengetahuan. Badan koordinasi konservasituntong
laut belum dibentuk untuk menyelenggarakan koordinasi dan komunikasi antar
stakeholders, sehingga belum ada sinergi program dan kegiatan pada masingmasing
instansi. Kemitraan antara DPKP, BKSDA Aceh, YSCL dan Pertamina
sudah berjalan, tetapi kemitraan dengan DKP Propinsi Aceh dan KPH Wilayah III
belum terwujud. Tuntong laut dan habitatnya telah berfungsi untuk mendukung
pengembangan ilmu pengetahuan dengan menyediakan objek penelitian tetapi
jumlah penelitian terapan untuk mendukung konservasi tuntong laut masihsangat
terbatas. Sementara di sisi lain, kapasitas DPKPAceh Tamiang untuk mengelola
tuntong laut dan habitatnya tidak menguat. Aktor yang dominan dalam konservasi
tuntong laut adalah DPKP Kabupaten Aceh Tamiang, YSCL, BKSDA dan
Pertamina. Lahan hutan lindung dan hutan produksi yang belum terbebani izin,
merupakan Common Pool Resources (CPRs) sehingga sulit mengatasi hadirnya
penunggang bebas (free riders), yakni para pemungut kayu arang, petambak dan
pemilik kebun sawit sehingga konflik antara masyarakat dengan DPKP dan
BKSDA Aceh terus meningkat dan ancaman degradasi habitat tuntong laut
semakin tinggi. Akibatnya, luas tutupan hutan di wilayah sebaran tuntong laut
terus menurun sedangkan lahan perkebunan rakyat dan areal pengambilan kayu
arang semakin luas. Nelayan yang memanfaatkan ikan di dalam perairan sungai di
Simpang Kanan yang masih menggunakan alat tangkap bubu sering menangkap
indukan individu tuntong laut secara tidak sengaja sehingga menyebabkan
kematian. Stakeholders konservasi tuntong laut teridentifikasi sebanyak 27,
meliputi 7key players, 13subjects, 3context setters, dan 4crowds. Key players dan
paling berpengaruh adalah BKSDA Aceh, KPH Wilayah III, DKP Propinsi Aceh,
DPKP Kabupaten Aceh Tamiang, Pertamina Field Rantau, YSLI dan STIK.
Implementasi kebijakan konservasi tuntong laut berada pada posisi lemah
secara internal tetapi mempunyai peluang cukup besar. Hasil penelitian ini
menemukan 4 kebijakan prioritas untuk konservasi tuntong laut, yaitu: 1)
Pembentukan Badan Koordinasi untuk meningkatkan koordinasi dan komunikasi
antar stakeholders; 2) Melakukan penggalangan dana untuk mendukung program
konservasi Tuntong Laut; 3) Membentuk RPKH Konservasi untuk meningkatkan
intensitas pengelolaan Tuntong Laut dan habitatnya di tingkat tapak; 4)
Memperkuat kapasitas Dinas Pangan, Kelautan, dan Perikanan Kabupaten Aceh
Tamiang untuk meningkatkan upaya konservasi tuntong laut.
Collections
- DT - Forestry [348]