Pengaruh Intervensi Suplementasi Vitamin A, Minyak Goreng Fortifikasi dan Edukasi Gizi terhadap Retinol Air Susu Ibu serta Morbiditas Ibu dan Bayi
View/ Open
Date
2019Author
Salam, Abdul
Briawan, Dodik
Martianto, Drajat
Thaha, Abdul Razak
Metadata
Show full item recordAbstract
Tahun 2011 badan kesehatan dunia (WHO) telah mengeluarkan rekomendasi
bahwa pemberian suplementasi vitamin A kepada ibu nifas sesaat setelah
melahirkan tidak diperlukan lagi karena tidak memberikan efek yang signifikan
baik pada morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi usia 0-6 bulan. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak pemberian vitamin A dosis 2x200
000 SI sesaat setelah ibu melahirkan (kelompok A), vitamin A dosis 1x200 000 SI
pada minggu ke 6 setelah ibu melahirkan (kelompok B), minyak goreng yang
difortifikasi 62 SI retinil palmitat selama 3 bulan (kelompok C), dan edukasi gizi
saat hamil dan menyusui (kelompok D) terhadap kadar retinol air susu ibu (ASI)
serta morbiditas ibu maupun bayi.
Penelitian ini menggunakan desain quasi experiment yang dilaksanakan di 7
(tujuh) wilayah puskesmas Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan pada bulan
Juni 2017 sampai Maret 2018. Subjek dalam penelitian ini adalah ibu nifas yang
dipilih berdasarkan kriteria inklusi seperti melahirkan bayi tunggal dan cukup bulan,
melahirkan secara normal, dan maksimal paritas ketiga. Besar subjek untuk
wawancara morbiditas pada awal penelitian adalah 297 orang dan diakhir penelitian
2 orang drop out karena pindah tempat tinggal. Selanjutnya dari 160 ibu nifas untuk
sampel retinol ASI pada awal penelitian, 31 orang drop out karena tidak memiliki
ASI saat pengambilan sampel ASI tahap 2 maupun tahap 3.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa proporsi subjek berumur 20–25 tahun
lebih banyak (41.7%) dibandingkan dengan kelompok umur lain. Sekitar 42%
subjek telah menamatkan pendidikan sampai tingkat sekolah menengah atas (SMA).
Hampir semua (94%) ibu nifas tidak bekerja (ibu rumah tangga). Dalam hal tingkat
paritas, proporsi subjek yang masuk kategori multipara (paritas ≥2) adalah sebesar
76%. Berdasarkan perhitungan indeks massa tubuh, sekitar 60.5% subjek memiliki
status gizi normal. Proporsi berat lahir bayi pada kategori ukuran 2500g – 3000g
paling banyak (40.7%) dibandingkan kelompok lain. Sekitar 86.4% anak yang
dilahirkan telah mendapatkan imunisasi lengkap sampai berusia 3 bulan.
Rata-rata kadar retinol ASI kolostrum subjek adalah 58.2 μg/dl dan sekitar
81.3% subjek memiliki kadar retinol ASI kolostrum dengan kategori normal. Hasil
uji bivariat menunjukkan tidak terdapat hubungan antara sosial ekonomi, riwayat
kehamilan maupun tingkat kecukupan gizi (protein, lemak, vitamin A,besi dan
seng) dengan kadar retinol ASI kolostrum (p>0.05).
Jenis sayuran yang paling sering dikonsumsi sesaat setelah ibu melahirkan
adalah sayur tomat (85.1%), kangkung (84.0%), dan bayam (81.7%). Setelah tiga
bulan melahirkan terjadi penurunan proporsi frekuensi konsumsi sayur kangkung
(74.9%) dan bayam (66.8%), akan tetapi tidak pada tomat (86.4%). Frekuensi
konsumsi buah sumber vitamin A masih rendah dan tidak termasuk dalam pola
konsumsi buah masyarakat setempat karena masih kurang dari 50% subjek yang
mengonsumsi buah baik sesaat maupun tiga bulan setelah melahirkan. Selanjutnya
pangan sumber hewani yang paling sering dikonsumsi sesaat setelah melahirkan
adalah telur ayam (91.5%) dan susu (61.2%), setelah tiga bulan melahirkan terjadi
peningkatan proporsi frekuensi konsumsi telur ayam (93.3%) akan tetapi tidak
untuk proporsi frekuensi konsumsi susu (50.2%).
Hasil uji Anova menunjukkan terdapat perbedaan signifikan dalam hal ratarata
tingkat kecukupan asupan (protein, lemak, vitamin A, zat besi) antara
kelompok sebelum dilakukan intervensi (p<0.05). Sebelum intervensi terlihat
bahwa rata-rata tingkat kecukupan asupan semua zat gizi paling tinggi ditemukan
pada kelompok B dibandingkan kelompok lain. Begitupun setelah intervensi, ratarata
tingkat kecukupan asupan zat gizi lebih tinggi pada kelompok B kecuali zat
besi.
Sebelum intervensi, rata-rata kadar retinol ASI untuk masing-masing
kelompok A, B, C dan D adalah 52.7μg/dl, 46.2μg/dl, 47.9μg/dl, dan 61.25μg/dl.
Selama intervensi mengalami penurunan menjadi 44.1μg/dl, 42.1μg/dl, 41.0μg/dl
dan 33.7μg/dl. Selanjutnya setelah intervensi kembali menurun menjadi 34.3 μg/dl,
32.2μg/dl, 38.0μg/dl dan 33.9μg/dl. Hasil uji Anova menunjukkan tidak terdapat
perbedaan signifikan rata-rata kadar retinol ASI pada saat sebelum, selama dan
setelah intervensi antar kelompok perlakuan (p>0.05). Jika dianalisis berdasarkan
kelompok (intragroup) terlihat bahwa terdapat penurunan yang signifikan kadar
retinol sebelum, selama dan setelah intervensi pada kelompok A dan D (p<0.05),
akan tetapi tidak demikian untuk kelompok B dan C (p>0.05).
Rata-rata frekuensi kejadian sakit ISPA maupun diare pada ibu lebih rendah
ditemukan pada kelompok C dibandingkan dengan kelompok A, B dan D. Begitu
pula halnya dengan rata-rata frekuensi sakit ISPA dan diare pada anak, kelompok
C lebih rendah dibandingkan 3 kelompok lainnya. Hasil uji statistik menunjukkan
terdapat perbedaan rata-rata frekuensi sakit ISPA dan diare pada ibu maupun anak
antar kelompok intervensi (p<0.05). Dalam hal durasi (lama) sakit, hasil uji statistik
menunjukkan tidak terdapat perbedaan lama sakit antara kelompok intervensi baik
pada ibu maupun pada bayi (p>0.05). Meskipun demikian, terdapat kecenderungan
lama sakit yang lebih rendah pada kelompok C dibandingkan dengan 3 kelompok
lainnya. Proporsi kejadian ISPA pada ibu dan bayi kategori tinggi paling banyak
ditemukan pada kelompok B dan paling sedikit pada kelompok C, begitupun
dengan proporsi sakit diare pada ibu dan bayi.
Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa intervensi yang diberikan
kepada subjek baik berupa suplementasi vitamin A (1 kapsul dan 2 kapsul), minyak
goreng fortifikasi, maupun edukasi gizi memberikan efek yang sama terhadap kadar
retinol ASI. Akan tetapi, untuk efek intervensi terhadap frekuensi kejadian ISPA
dan diare terlihat ada perbedaan antara kelompok perlakuan. Pemberian minyak
goreng yang telah difortifikasi dengan vitamin A lebih efektif dalam mengurangi
frekuensi ISPA dan diare baik pada ibu maupun bayi dibandingkan dengan
pemberian suplementasi vitamin A dan edukasi gizi. Penelitian ini hanya melihat
status vitamin A dalam ASI sampai bayi berusia 3 bulan, sehingga perlu adanya
penelitian yang melihat status vitamin A pada bayi khususnya sampai berusia 6
bulan mengingat asupan vitamin A bayi hanya bersumber dari ASI. Selain itu, perlu
adanya penelitian lanjutan yang melihat bagaimana kapsul vitamin A
didistribusikan dalam tubuh, apakah disimpan dalam tubuh ataukah disekresikan
langsung dalam ASI dan bagaimana bila disekresikan.
Collections
- DT - Human Ecology [567]