Desain Model Sistem Konversi Minyak Goreng Sawit dari Curah ke Kemasan
View/Open
Date
2016Author
Utami, Teja Primawati
Maarif, Syamsul
Arkeman, Yandra
Liesbetini, Haditjaroko
Metadata
Show full item recordAbstract
Minyak goreng merupakan salah satu bahan kebutuhan pokok sesuai dengan
Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan
Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting. Minyak goreng sawit yang
dipasarkan di Indonesia sebanyak 64,3% dari total produk industri adalah dalam
bentuk minyak goreng curah (GIMNI, 2016). Kondisi minyak goreng curah yang
terdapat di pasar disimpan di tempat terbuka dan dicampur dari berbagai
produsen. Hal ini menyebabkan kekaburan siapa yang memproduksi, sehingga
menyulitkan untuk dilakukan penelusuran produk tersebut. Selain itu juga rawan
terhadap terjadinya pengoplosan misalnya dioplos dengan minyak jelantah
(Sulaksono, 2008). Oleh karenanya jika terjadi resiko kesehatan bagi konsumen
akan sulit untuk ditelusuri siapa yang bertanggung jawab, sehingga hak konsumen
tidak terlindungi, artinya tidak sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan
Konsumen No 8 tahun 1999. Jaminan akurasi mengenai pengukuran, takar dan
timbang juga dapat menjadi kendala, karena minyak curah yang dikemas sendiri
oleh pedagang tidak menggunakan alat ukur yang standar. Oleh karena itu perlu
adanya suatu model sistem kebijakan untuk mengkonversi minyak goreng sawit
dari curah ke kemasan.
Desain Sistem Kebijakan Konversi Minyak Goreng Curah ke Kemasan
dibuat dalam tiga subsistem yaitu subsistem produksi, subsistem distribusi dan
subsistem pengawasan. Pada subsistem produksi dilakukan identifikasi dan
penentuan kriteria dominan dari Keinginan Konsumen/Consumer Requirement
(CR) dan identifikasi penentuan kriteria dominan dari karakteristik
teknis/Technical Characteristic (TC) dari produsen yang selanjutnya
diintegrasikan di dalam rumah kualitas. Fuzzy-set digunakan dalam menilai CR
yang didapatkan dari pengisian kuesioner oleh konsumen langsung yang
mengkonsumsi minyak goreng curah. Hasil rekapitulasi CR didapatkan bahwa
bobot terbesar adalah (CR 1) harga minyak goreng curah ke kemasan tidak jauh
berbeda dengan harga minyak goreng curah dengan bobot 0,12, (CR 3) warna
minyak goreng kuning jernih dengan bobot 0,12 dan (CR 9) minyak goreng
kemasan tersedia dalam berbagai takar timbang dengan bobot 0,10. Hal ini
sejalan juga dengan hasil agregasi alternatif yang sudah dilakukan oleh pakar
dengan menggunakan metode ME-MCDM. Sebelum dilakukan agregasi pakar
dan kriteria terlebih dahulu dilakukan indentifikasi pendapat produsen mengenai
karakteristik teknik dalam bentuk QFD. Berdasarkan hasil agregasi CR dan TC
dengan menggunakan ME-MCDM maka didapatkan kriteria dominan yang perlu
diperhatikan dalam program kebijakan konversi minyak goreng sawit dari curah
ke kemasan antara lain dari sisi: (TC 11) pengetahuan SDM, (TC 21) teknologi
pengolahan, (TC 24) sarana dan prasarana yang mendukung produksi dan (TC 31)
Penerapan Standar Operating Procedure (SOP) yang menjamin keseragaman
proses.
Subsistem distribusi ditentukan dalam rangka penyaluran minyak goreng
kemasan dari tangan produsen ke tangan konsumen. Fokus penelitian ini
dilakukan pada objek pasar tradisional di Pulau Jawa. Subsistem distribusi dibuat
dengan penentuan klaster dan sentra distribusi. Sentra distribusi bertujuan menjadi
penghubung pertama antara produsen dengan titik-titik pasar tradisional lainnya
dalam menyalurkan minyak goreng kemasan, dan juga dapat dijadikan tempat
untuk perusahaan pengemas minyak goreng curah. Pemetaan klaster pasar
tradisional ini menggunakan metode fuzzy-clustering dibantu dengan aplikasi
Matlab sebagai alat pengolah data. Konvergensi iterasi pada pengolahan data ini
adalah iterasi ke-27. Pada iterasi tersebut didapatkan masing-masing sentra
distribusi yang optimum yang paling dekat jarak, paling besar kapasitas
perdagangannya dan paling baik aksesibilitasnya antara sentra distribusi dan titiktitik
pasar tradisional lainnya dalam setiap klaster. Proses operasi TSP-GA
digunakan alat komputasi lunak Android Studio dengan bahasa program JAVA.
Pada contoh klaster 1 yang mempunyai jumlah anggota klaster sebanyak 10 pasar
tradisional ditentukan bahwa jumlah kromosom adalah 10 buah atau sesuai
dengan jumlah anggota masing-masing klaster. Inisiasi kromosom adalah
menggunakan simbol string untuk masing-masing DNA. Jalur transportasi yang
mempunyai nilai fungsi fitness yang sudah konvergen didapatkan setelah iterasi
generasi ke 52 sampai 100 generasi. Penentuan jarak antar pasar langsung
dihubungkan dengan aplikasi Google Map, sehingga dapat secara otomatis
memperhitungkan faktor kemacetan dan jumlah lampu merah yang dilalui. Hal ini
karena jarak yang dihasilkan adalah jarak dengan waktu tempuh terpendek. Hasil
dapat dihubungkan dengan mobilephone yang sudah diinstal aplikasi android
studio. Dengan demikian jalur transpotasi yang optimum pada klaster 1, dimana
pusat klaster adalah Kramat Jati dengan total jarak paling pendek adalah urutan :
pasar Kramat Jati – pasar Cawang – pasar Kebon Pala – pasar pasar Batu Ampar –
pasar Dukuh – pasar Gedong – pasar Pinang Ranti – pasar Makasar – pasar
Cililitan dan pasar Rambutan.
Subsistem pengawasan adalah suatu sistem untuk mengawasi subsistem
produksi dan distribusi minyak goreng sawit dalam kemasan. Hal ini bertujuan
agar dapat memonitor kesesuaian antara perencanaan dan jalannya program sesuai
dengan aturan yang diberlakukan. Operasi penyelesaiannya adalah dengan
menggunakan metoda Technique Order Preference by Similarity to Ideal Solution
(TOPSIS). Alternatif subsistem pengawasan ada tiga yaitu pengawasan
perlindungan konsumen, pengawasan barang beredar dan jasa dan pengawasan di
bidang metrologi tentang ukur, takar dan timbang. Hal ini sesuai dengan tugas dan
fungsi Kementerian Perdagangan yang dituangkan di dalam Peraturan Presiden
Nomor 48 Tahun 2015. Berdasarkan operasionalisasi teknik TOPSIS dihasilkan
nilai perhitungan kedekatan relatif ke solusi ideal Posistif pada posisi rangking
satu yaitu: Pengawasan Barang Beredar dan Jasa dengan jumlah Ri = 0,61355,
pengawasan Metrologi legal (takar, ukur dan timbang) pada posisi rangking dua
dengan jumlah Ri = 0,53139 dan Pengawasan Perlindungan Konsumen pada pada
posisi rangking tiga dengan jumlah Ri =0,46861. Dengan demikian Pengawasan
Barang Beredar dan Jasa dipilih untuk subsistem pengawasan pada program
konversi minyak goreng sawit dari curah ke kemasan.