dc.description.abstract | Bawang merah merupakan salah satu tanaman sayuran komersial yang
paling penting di Indonesia. Salah satu permasalahan dalam sistem budidaya
bawang merah yang dapat berpengaruh terhadap penurunan produktivitas adalah
penggunaan sumber bibit. Petani bawang merah di Indonesia umumnya
menggunakan umbi bibit dari hasil panen sebelumnya sebagai sumber bahan
tanam, padahal umbi bawang merah memiliki potensi dalam membawa patogen
tular umbi seperti virus dan cendawan. Beberapa kelompok virus yang dilaporkan
dapat menginfeksi bawang merah yaitu Potyvirus (OYDV/Onion yellow dwarf
virus, dan SYSV/Shallot yellow stripe), Carlavirus (SLV/Shallot latent virus dan
GCLV/Garlic common latent virus) dan Allexivirus (SMbLV/Shallot mite borne
latent virus dan GMV/Garlic mosaic virus); sedangkan beberapa kelompok
cendawan yang dapat menginfeksi bawang merah yaitu Alternaria porri penyebab
penyakit bercak ungu, Colletotrichum gloeosporioides penyebab penyakit
antraknosa, Peronospora destructor penyebab penyakit embun bulu, dan
Fusarium oxysporum penyebab penyakit busuk pangkal batang.
Sistem budidaya alternatif menggunakan true shallot seed (TSS) sebagai
bahan tanam telah direkomendasikan untuk meningkatkan produktivitas bawang
merah di Indonesia, karena TSS lebih sedikit membawa penyakit tular benih.
Tetapi, pada kenyataannya hingga saat ini petani bawang merah di Indonesia
masih tetap memilih menggunakan umbi bibit sebagai bahan tanam, karena TSS
memiliki waktu panen yang lebih lama dibandingkan umbi bibit dan petani juga
belum meyakini kelayakan ekonomis dari teknologi TSS terhadap hasil produksi
bawang merah. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mendeteksi virus dan
cendawan pada bahan tanam awal (TSS dan umbi bibit) dan umbi yang dipanen;
dan untuk membandingkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman hasil TSS
dan umbi bibit.
Penelitian dilaksanakan mulai Januari 2017 hingga Januari 2018, bertempat
di Desa Kersana, Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes, Laboratorium Virologi
Tumbuhan dan Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bahan tanam yang
digunakan yaitu umbi bibit bawang merah dan TSS kultivar Bima, Bauji,
Thailand, dan Tuk-Tuk yang diperoleh dari petani di Brebes, Nganjuk, dan toko
pertanian di Bogor.
Penelitian diawali dengan deteksi virus dan cendawan dari beberapa jenis
sumber benih bawang merah. Deteksi virus dilakukan dengan metode DIBA (Dot
immunobinding assay) menggunakan antibodi OYDV, SLV, SYSV, dan GCLV.
Deteksi dan identifikasi cendawan dilakukan berdasarkan karakter morfologi
(metode blotter test) dan molekuler (polymerase chain reaction/PCR). Jumlah
sampel yang digunakan yaitu 50 sampel/kultivar untuk umbi bibit, dan 400
benih/kultivar untuk TSS. Hasil pengujian kesehatan benih untuk virus pada
empat kultivar TSS menujukkan hasil negatif. Hasil negatif pada pengujian ini
mengindikasikan bahwa bahan tanam yang berasal dari TSS bebas dari infestasi
virus. Sebaliknya, deteksi virus pada umbi bibit bawang merah menunjukkan
bahwa keempat varietas yang diuji positif terinfeksi OYDV, GCLV, SYSV, dan
SLV dengan persentase infeksi berkisar antara 66% - 100%. Empat jenis
cendawan yang terdeteksi pada TSS dan umbi bibit, yaitu Aspergillus niger,
A.flavus, F. solani, dan Rhizopus sp.; sedangkan F.oxysporum hanya ditemukan
pada umbi bibit. F. oxysporum yang berhasil dikoleksi berjumlah 4 isolat dan
keempat isolat menunjukkan sifat patogenik yang ditandai dengan adanya gejala
nekrosis pada bagian basal plate umbi dengan persentase infeksi penyakit
mencapai 55%.
Sumber benih yang sama digunakan untuk percobaan lapangan untuk
mengetahui insidensi penyakit di lapangan dan membandingkan pertumbuhan
vegetatif dan produktivitas dari masing-masing bahan tanam. Percobaan lapangan
disusun menggunakan rancangan acak kelompok, dengan 4 perlakuan (kultivar
bawang merah) untuk penanaman umbi bibit yaitu umbi Bima Brebes (UBM),
umbi Bauji (UBA), umbi Thailand (UTH), umbi Tuk-Tuk (UTK), serta 4
perlakuan (kultivar bawang merah) untuk penanaman TSS yaitu biji Bima Brebes
(BBM), biji Bauji (BBA), biji Thailand (BTH), biji Tuk-Tuk (BTK). Setiap
perlakuan diulang lima kali dengan 50 tanaman setiap ulangan. Umbi hasil panen
digunakan kembali untuk mengonfirmasi keberadaan virus dan cendawan yang
terbawa umbi. Insidensi penyakit di lapangan yang disebabkan oleh infeksi virus
lebih rendah pada tanaman TSS (0% sampai 5.6%) dibandingkan pada tanaman
umbi bibit (92% sampai 93.6%); demikian juga dengan penyakit busuk pangkal
batang yang disebabkan oleh infeksi F.oxysporum. Rata-rata infeksi virus dan
cendawan pada umbi hasil panen dari umbi bibit lebih tinggi dibandingkan umbi
hasil panen yang berasal dari TSS.
Penemuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa TSS lebih baik dari pada
umbi bibit; hal ini berhubungan dengan hasil panen TSS yang lebih tinggi (11.1 –
12.3% ton/ha) dibandingkan tanaman umbi bibit (5.2 – 6.2% ton/ha). Infeksi
virus dan cendawan pada kultivar Bima dan Bauji lebih rendah dibandingkan
dengan kultivar yang lain sehingga kedua kultivar mampu menghasilkan
produktivitas yang lebih tinggi. Biji bawang merah (TSS) dapat direkomendasikan
sebagai sumber benih bawang merah karena lebih sedikit membawa patogen,
memiliki pertumbuhan serta potensi produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan
umbi benih. | id |