Transisi Hutan dalam Perubahan Penggunaan Lahan: Studi Kasus Daerah Aliran Sungai (DAS) Indragiri, Kampar, Siak, dan Rokan
View/ Open
Date
2018Author
Aryono, Widyananto Basuki
Suhendang, Endang
Jaya, I Nengah Surati
Purnomo, Heri
Metadata
Show full item recordAbstract
Transisi hutan merupakan fenomena perubahan lahan yang mengalami fase
penurunan luas hutan menuju fase peningkatan dalam tempo yang lama, dan dalam
perkembangannya dapat menimbulkan bencana alam dan kegagalan atau
keberhasilan dalam melakukan transformasi sosial ekonomi. Dalam manajemen
dan mitigasi dampak transisi hutan memerlukan model spasial untuk menjelaskan
pola sistematis dan kecenderungan transisi hutan. Tantangan dalam pembentukan
model adalah adanya karakteristik heterogenitas spasial yang kompleks karena
perbedaan letak spasial. Penelitian ini menitikberatkan proses transisi hutan pada
tingkat lanskap, dan mendiskripsikan bagaimana kecenderungan transisi hutan di
identifikasi, heterogenitas spasial dikelompokkan, model spasial transisi hutan
dibangun. Pertimbangan berfokus pada level lanskap adalah oleh karena
keseluruhan pengelolaan lahan dapat terintegrasi pada level ini. Batasan fisik
lanskap dalam penelitian ini adalah DAS (Daerah Aliran Air).
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi transisi hutan dalam level
lanskap, membangun tipologi transisi hutan dan membangun model transisi hutan
berdasarkan tipologi dan berbagai faktor kunci. Penelitian menggunakan metode
kuantitatif dengan rincian sebagai berikut; pengidentifikasian transisi hutan
menggunakan metode time-series, pembangunan tipologi menggunakan metode
clustering dengan Euclidean Distance dan pembangunan model transisi hutan
menggunakan metode peramalan dengan regresi logistik. Lokasi penelitian
dilakukan di empat DAS yaitu DAS Indragiri, Kampar, Siak dan Rokan.
Pertimbangannya adalah transisi hutan di DAS tersebut berkembang menuju fase
lanjut. Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2017 – November 2017.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa perkembangan transisi hutan di
lokasi penelitian pada tahun 1990 – 2015 mengalami fase perlambatan laju
penurunan menuju fase peningkatan luas hutan. Model tipologi berdasarkan laju
pertumbuhan penduduk menggolongkan dua klas dengan nilai OA (Overall
Accuracy), PA (Produser’s Accuracy), UA (User’s Accuracy) berturut-turut
sebesar 92 %, 89%, 89%. Dua klas tersebut yaitu wilayah dengan transisi hutan
berjalan cepat (T1), dan wilayah dengan transisi hutan berjalan lambat (T2). Di
wilayah T1 mengalami penurunan luas hutan pada periode tahun 1990 – 2012, dan
mengalami awal peningkatan luas hutan pada periode tahun 2012 – 2015,
selanjutnya diprediksikan setelah tahun 2015 mengalami laju peningkatan luas
hutan. Di wilayah T2 mengalami penurunan luas hutan pada periode tahun 1990-
2015, dan selanjutnya diprediksikan setelah tahun 2015 tetap mengalami penurunan
hutan dengan lambat.
Model transisi hutan (y) direprentasikan dengan hutan awal (y0), model
probabilitas pengurangan hutan (������������������(������������������)1) dan model probabilitas pertambahan hutan
(������������������(������������������)2). Model transisi hutan dirumuskan sebagai berikut y = (y0 - (������������������(������������������)1)) +
(������������������(������������������)2). Hasil uji statistika model T1 dan T2 terdapat beberapa peubah yang
mampu menerangkan kejadian transisi hutan dengan nilai uji Hosmer and
Lemeshow test > 0,05 (taraf signifikan) dan Nagelkerke R2 >0,8. Selanjutnya,
Model T1 dan T2 dipengaruhi oleh berbagai peubah seperti kepadatan penduduk
(x1), persentase keluarga petani (x2), persentase keluarga miskin (x3), PDRB
perkapita (x4), laju PDRB perkapita (x5), dan kerapatan jalan (x6) jarak dari sungai
(x7), jarak dari pemukiman (x8), slope (x9), dan elevasi (x10). Model transisi hutan
pada wilayah T1 dihasilkan dengan logit berkurangnya hutan (������������������(������������������)1) = 4,977 +
0,046x1 + 0,082x4 - 0,019x5 + 0,194x6 - 1,250x7 + 0,347x8 - 0,065x9 - 0,63x10
dengan ROC sebesar 85% dan logit bertambahnya hutan (������������������(������������������)2)= -0,400 -
1,5956x1 + 0,096x2 + 0,060x3 - 0,146x4 + 0,382x5 + 0,475x6 - 0,468x7 + 0,447x8 -
0,400x10 dengan ROC sebesar 74%. Sedangkan pada wilayah T2 dihasilkan model
transisi hutan dengan logit berkurangnya hutan (������������������(������������������)1) = 27,221 - 0,057x1 - 0,11x3
+ 0,119x4 - 0,085x5 -0,269x6 - 2,108x7 - 0,075x9 - 0,370x10 dengan ROC sebesar
92%. Perbedaan mendasar dari T1 dan T2 terletak pada perilaku pengaruh peubah
yaitu kepadatan kepadatan penduduk (x1), PDRB perkapita (x4), laju PDRB
perkapita (x5), dan kerapatan jalan (x6).
Validasi model transisi hutan menggunakan overall accuracy dengan
membandingkan hasil prediksi tahun 2006 dengan data aktual tahun 2006, dan
selanjutnya model digunakan memprediksi tahun 2015 kemudian dibandingkan
data aktual 2015. Pada T1 dari model penurunan luas hutan memiliki overall
accuracy sebesar 75% pada tahun 2006 dan sebesar 71% pada tahun 2015,
sedangkan model peningkatan luas hutan memiliki overall accuracy sebesar 80%
pada tahun 2006 dan sebesar 57% pada tahun 2015. Pada T2 dengan model
penurunan luas hutan memiliki overall accuracy sebesar 77% pada tahun 2006 dan
sebesar 71% pada tahun 2015.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa pertama, di wilayah DAS Indragiri,
Kampar, Siak, dan Rokan mengalami fase perlambatan laju penurunan menuju fase
peningkatan luas hutan. Kedua, model tipologi transisi hutan didasarkan dari laju
pertumbuhan penduduk membentuk dua wilayah tipologi, yaitu wilayah dengan
transisi hutan cepat dan lambat. Ketiga, model transisi hutan di berbagai tipologi
dipengaruhi perilaku dari faktor sosial ekonomi dan biofisik. Implikasi dari temuan
ini adalah model prediksi transisi hutan berdasarkan tipologi dapat dipergunakan
dalam perencanaan ruang untuk prediksi perkembangan transisi hutan. Selanjutnya,
mempertahankan atau meningkatkan fase transisi hutan menjadi pilihan kebijakan
yang dipengaruhi dari aspek sosial, ekonomi, biofisik, dan penetapan fungsi
kawasan hutan dengan adanya intervensi negara. Wilayah tipologi transisi hutan
berjalan lambat dengan mempertahankan kondisi hutan alam dengan cara
meminimalkan aksesbilitas. Prioritas pembangunan kehutanan terhadap wilayah
tipologi transisi hutan berjalan cepat dengan karakteristik wilayah dengan laju
pertumbuhan penduduk tinggi yaitu pemilihan lokasi yang memiliki karakteristik
kepadatan penduduk rendah, pendapatan perkapita rendah, dan membutuhkan
dukungan terhadap pembangunan aksesbilitas yang baik.
Collections
- DT - Forestry [347]